Peneas Lokbere, Kordinator SKP-HAM (Foto: Misel Gobay/SP) |
PAPUAN, Jayapura — Memperingati hari Internasional Untuk Hak atas Kebenaran dan Korban Pelanggaran HAM Berat Se-dunia, yang jatuh pada 24 Maret 2014, SKP-HAM pagi hingga malam tadi menggelar mimbar bebas di depan Museum Budaya, Uncen, Jayapura Papua.
Adapun pernyataan sikap lengkap SKP-HAM, yang dikirim ke alamat redaksi media ini;
PERNYATAAN SIKAP
“GUGAT KEJAHATAN NEGARA DI TANAH PAPUA”
Kampanye hari “ Internasional Untuk Hak atas Kebenaran dan Korban
Pelanggaran HAM Berat Sedunia. Hak Korban untuk Kebenaran dan Keadilan
dilakukan untuk mendorong perjuangan pemenuhan hak‐hak korban
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat di Indonesia
dan lebih khusus di Tanah Papua. Peringatan ini selaras dengan seruan
Dewan HAM PBB yang mengeluarkan sebuah resolusi untuk memperingati Hari
Internasional untuk Hak atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran
HAM yang Berat setiap 24 Maret.
Mengapa Gugat Kejahatan Negara di Tanah Papua. Pertama, terdapat
sejumlah kekerasan Negara yang dialami oleh rakyat Papua sampai hari ini,
Kasus-kasus DOM di seluruh Tanah Papua sejak 1961-1998; Peristiwa 1977
Wamena & Timika; Penyederaan Mapnduma 1997; Wamena Berdarah; 6 Juli
1998 Peristiwa Biak Berdarah; 7 Desember 2000 Peristiwa Abepura
Berdarah; 13 Juni 2001 Peristiwa Wasior; 10 November 2001 Penculikan
Theys H. Heluay dan Hilangnya Aristoteles Masoka; 6 Oktober 2000 & 4
April 2003 Peristiwa Wamena Berdarah; 16 Maret 2006 Peristiwa Uncen
Berdarah; 9 Agustus 2008 Pembunuhan kilat Opinus Tabuni; 3 Agustus 2009
Pembunuhan kilat Yawan Yaweni; 16 Desember 2009 Pembunuhan Kilat Kelly
Kwalik; 19 Oktober 2011 peristiwa KRP III Jayapura; 13 Juni 2012
Peristiwa Pembunuhan kilat Mako Tabuni; 18 Desember Pembunuhan Kilat Hubert
Mabel; dan kasus-kasus lainya di Tanah Papua. Kedua, hingga saat ini
tidak ada perubahan yang berarti dari mandegnya proses penuntasan
kasus‐kasus pelanggaran HAM yang berat, bahkan ada kecenderungan
menguatnya budaya impunitas dengan membebaskan pelaku, menyembunyikan
kebenaran dengan narasi palsu (tidak berdasarkan fakta),
contoh: apa yang terjadi saat ini? Tanpa memohon maaf kepada rakyat, Tahun 2014 ada dua Panglima tertinggi yang notabene adalah Pelaku Kejahatan Kemanusiaan (Wiranto dan Prabowo) mencalonkan diri sebagai Presiden RI periode 2014-2019.Sedangkan pemerintah indonesia selalu kampanye tentang pemenuhan, penegakkan dan perlindungan HAM terhadap rakyat Papua di tingkat internasional dan terutama Komissi Hak asasi manusia PBB merupakan pembohongan tanpa bukti dan fakta. Dalam kampanye, Pemerintah Indonesia, seolah-olah bertanggungjawab untuk menyelesaikannya yaitu dengan mendirikan Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan juga menerbitkan perangkat perundang-undangan, UU 39/99 tentang HAM, UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta mandat Otonomi khusus tahun 2001, akan menjamin “Pemajuan , Perlindungan dan Penegakan hak asasi manusia di Tanah Papua, Tetapi ternyata ketika dimandulkan oleh para pelaku pelanggaran HAM, Pemerintah dalam hal ini instansi terkait diam seribu bahasa. Dengan cara tarik-ulur proses penanganan kasus Wasior dan Wamena oleh lembaga-lembaga terkait, dengan menggunakan berbagai alasan, menunjukkan memang tidak ada niat untuk menuntaskan persoalan HAM di Papua..
contoh: apa yang terjadi saat ini? Tanpa memohon maaf kepada rakyat, Tahun 2014 ada dua Panglima tertinggi yang notabene adalah Pelaku Kejahatan Kemanusiaan (Wiranto dan Prabowo) mencalonkan diri sebagai Presiden RI periode 2014-2019.Sedangkan pemerintah indonesia selalu kampanye tentang pemenuhan, penegakkan dan perlindungan HAM terhadap rakyat Papua di tingkat internasional dan terutama Komissi Hak asasi manusia PBB merupakan pembohongan tanpa bukti dan fakta. Dalam kampanye, Pemerintah Indonesia, seolah-olah bertanggungjawab untuk menyelesaikannya yaitu dengan mendirikan Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan juga menerbitkan perangkat perundang-undangan, UU 39/99 tentang HAM, UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta mandat Otonomi khusus tahun 2001, akan menjamin “Pemajuan , Perlindungan dan Penegakan hak asasi manusia di Tanah Papua, Tetapi ternyata ketika dimandulkan oleh para pelaku pelanggaran HAM, Pemerintah dalam hal ini instansi terkait diam seribu bahasa. Dengan cara tarik-ulur proses penanganan kasus Wasior dan Wamena oleh lembaga-lembaga terkait, dengan menggunakan berbagai alasan, menunjukkan memang tidak ada niat untuk menuntaskan persoalan HAM di Papua..
SEMUA,kasus-kasus Pelanggaran hak asasi manusia yang telah melengkapi
penderitaan rakyat Papua, menginjak harkat dan martabat manusia Papua.
Dalam prakteknya negara masa bodoh, terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM
di Tanah Papua. Bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan tidak pernah
mendapat efek jerah, melainkan lolos dari jeratan hukum dan justru
memberikan legistimasi kepada Negara melalui alat kekauasaan yakni TNI
dan Polri untuk terus melakukan kekerasan di Tanah Papua.
Kriminalisasi Ruang Demokrasi dan Matinya nilai-nilai Kemanusiaan di
Tanah Papua Sejarah kelam Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua banyak
menelan korban jiwa dan tidak menjadi catatan penting oleh Pemerintah
Indonesia untuk merubah semua kebijakan dalam menegakkan hak asasi
manusia Justru Kebijakan penghilangan nyawa dan melakukan tindakan
penangkapan sewenang wenang menjadi solusi dalam menjawab semua aspirasi
keadilan. Label “separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Kelompok
sipil bersenjata (KSB) menjadi pembenaran oleh Negara untuk melakukan
tindakan represif dan tidak menghargai hukum dan Hak Asasi Manusia.
Separatis adalah kata kunci yang digunakan oleh Militer (TNI/POLRI)
untuk membungkam bahkan menghilangkan nyawa manusia di tanah Papua.
Dampaknya hak-hak Tahanan dibalik Jeruji tidak diperhatikan sebagai manusia, melainkan terjadi pembiaran ketika mereka sakit, Contoh Filep Karma 2010 terlantar selama 10 bulan di Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura. Kimanus Wenda, Jafray Murib dan Selpius Bobi semua biaya operasi dan pengobatan menjadi tanggungan para keluarga dan NGO HAM di Papua. Negara yang penjarakan mereka lalu dimanakah tanggung jawab Negara?
Dampaknya hak-hak Tahanan dibalik Jeruji tidak diperhatikan sebagai manusia, melainkan terjadi pembiaran ketika mereka sakit, Contoh Filep Karma 2010 terlantar selama 10 bulan di Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura. Kimanus Wenda, Jafray Murib dan Selpius Bobi semua biaya operasi dan pengobatan menjadi tanggungan para keluarga dan NGO HAM di Papua. Negara yang penjarakan mereka lalu dimanakah tanggung jawab Negara?
1. Atas nama tulang belung dan seluruh korban kejahatan
Negara di Tanah Papua, Mengucapkan trimakasih banyak kepada Perdana
Menteri (PM) Vanuatu, Moana Carcessess Kalosil yang turut mendukung dan
menyuarakan situasi Kejahatan HAM di tanah Papua.
2. Meminta kepada seluruh jaringan hak asasi Manusia
masyarakat Internasional untuk membentuk solidaritas HAM Internasional
dalam rangka kerjabersama dengan Negara Vanuatu.
3. Pemerintah Indonesia harus mengakui dan membuka diri
terhadap kejahatan negara yang mengakibatkan banyak korban pelanggaran
HAM di Tanah Papua.
4. Menyesal dan mengutuk kerja-kerja Dewan Perwakilan
Rakyat Papua (DPRP) Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB) Majelis
Rakyat Papua dan Papua Barat dan seluruh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
atas pembiaran dan melegalkan semua kejahatan Kemanusiaan di Tanah Papua.
5. Seluruh Komponen perjuangan pro Demokrasi di Tanah Papua untuk bersatu dalam gerakan solidaritas Hak Asasi Manusia.
Jayapura, 24 March 2011
Sincerely Yours,
Peneas Lokbere
General Coordinator
Solidarity of the victims and human Rights Abuses Papua
General Coordinator
Solidarity of the victims and human Rights Abuses Papua
Blogger Comment
Facebook Comment