Empat orang bapak bernyanyi mengenang pelanggaran HAM di Papua. Foto: MS |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Sebanyak 26 elemen yang tergabung
dalam Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM PAPUA)
menggelar berbagai kegiatan dalam rangka memperingati "Hari
Internasional bagi Hak atas Kebenaran tentang Pelanggaran-pelanggaran
Besar Hak Asasi Manusia dan Martabat para Korban" di depan Museum Antropologi, Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, Senin, (24/03/14).
Pantauan majalahselangkah.com, kegiatan dimulai sekitar pukul 10.00 dan berakhir pukul 18:30 waktu setempat. Sejak pukul 08:00 pagi, puluhan aparat polisi berjaga-jaga di luar pagar Uncen. Tetapi, mereka tidak masuk di arena kegiatan.
Sepanjang hari, kegiatan diisi dengan orasi-orasi HAM dari setiap komponen, pameran foto-foto korban kekerasan, pentas seni (lagu wor dan lagu-lagu daerah) dari para korban Biak berdarah, frakmen kekerasan Biak berdarah, dan diskusi terbuka tentang isu HAM dari berbagia aspek bersama beberapa aktivis.
Dua puluh enem elemen ini berorasi seputar pelanggaran HAM Papua serta pembumkaman ruang demokrasi di Papua. Mereka yang tergabung dalam SKP HAM PAPUA itu adalah Bersatu Untuk Kebenaran (BUK-Papua); Garda-Papua; KontraS Papua; JPIC Sinode GKI di Tanah Papua; ELSHAM Papua; PARJAL; KNPB; AMP; BEM UNCEN; YADUPA; JERAT; FOKER LSM Papua; Sinode GKI Kingmi Papua; AMPTPI;FNMPP; SHDRP; TIKI; ALDP; SPK P; GMKI; PMKRI; HMI; TABLOID JUBI; Mahasiswa & Pemuda Papua.
Kegiatan ini digelar dengan tema besar, "Gugat Kejahatan Negara di Tanah Papua." Mengapa tema itu dipilih?
SKP HAM PAPUA beralasan, pertama, hingga saat ini banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang belum tuntas hingga seperti Kasus-kasus DOM di seluruh Tanah Papua sejak 1961-1998; Peristiwa 1977 Wamena & Timika; Penyederaan Mapnduma 1997; Wamena Berdarah; 6 Juli 1998 Peristiwa Biak Berdarah; 7 Desember 2000 Peristiwa Abepura Berdarah; 13 Juni 2001 Peristiwa Wasior; 10 November 2001 Penculikan Theys H. Heluay dan Hilangnya Aristoteles Masoka; 6 Oktober 2000 & 4 April 2003 Peristiwa Wamena Berdarah; 16 Maret 2006 Peristiwa Uncen Berdarah; 9 Agustus 2008 Pembunuhan kilat Opinus Tabuni; 3 Agustus 2009 Pembunuhan kilat Yawan Yaweni; 16 Desember 2009 Pembunuhan Kilat Kelly Kwalik; 19 Oktober 2011 peristiwa KRP III Jayapura; 13 Juni 2012 Peristiwa Pembunuhan kilat Mako Tabuni; 18 Desember Pembunuhan Kilat Hubert Mabel; dan kasus-kasus lainya di Tanah Papua.
"Aparat TNI/Polri di Paua sangat kejam memang. Para tokoh Papua seperti Arnold Ap, Theys Hilo Heluay, Kelikwalik, Yawan Wayeni , Mako Tabuni, Hubertus Mabel dan lainnya dibunuh secara kilat di depan mata rakyatnya. Ini bentuk pelanggaran HAM berat dan kekejaman negara tehadap Orang Papua. Belum lagi masyarkat yang dibunuh," kata Koordinator SKP HAM PAPUA, Peneas Lokbere.
Alasan kedua, hingga saat ini tidak ada perubahan yang berarti dari mandegnya proses penuntasan kasuskasus pelanggaran HAM yang berat, bahkan ada kecenderungan menguatnya budaya impunitas dengan membebaskan pelaku, menyembunyikan kebenaran dengan narasi palsu (tidak berdasarkan fakta). Tanpa memohon maaf kepada rakyat, Tahun 2014 ada dua Panglima tertinggi yang notabene adalah Pelaku Kejahatan Kemanusiaan (Wiranto dan Prabowo) mencalonkan diri sebagai Presiden RI periode 2014-2019.
SKP HAM PAPUA ingin menyampaikan bahwa kampanye tentang pemenuhan, penegakkan dan perlindungan HAM terhadap rakyat Papua di tingkat internasional dan terutama Komissi Hak asasi manusia PBB yang dilakukan Pemerintah Indonesia merupakan pembohongan tanpa bukti dan fakta.
Peneas Lokbere mengatakan, selain dua alasan utama di atas, melalui kegiatan ini ingin menyampaikan bagaimana semua pihak menghargai martabat para korban pelanggaran HAM di Papua. Karena, menurutnya, para korban pelanggaran HAM di Papua selama ini diperlakukan diskiriminasi, baik dalam pencarian kerja maupun dalam kegiatan pemerintah seperti dalam pembagian dana PNPM-Mandiri Respek.
Acara diakhiri dalam sebuah diskusi singkat. Olga Hamadi dari KontraS Papua Papua misalnya, dalam diskusi itu memaparkan bagaimana kondisi kebebasan dan pembungkaman ruang demokrasi di Papua; Peneas Lokber sebagai korban pelanggaran HAM memaparkan situasi Korban pelanggaran HAM Papua; Pdt. Dora Balubun dari JPIC Sinode GKI berbicara peran gereja dalam penanganan masalah HAM; dan Septer Manufandu memberikan gambaran singkat tentang hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya rakyat Papua dan upaya-upaya penanganannya.
Diketahui, pada tanggal 21 Desember 2010, Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan bahwa tanggal 24 Maret sebagai Hari Internasional bagi Hak atas Kebenaran tentang Pelanggaran-pelanggaran Besar Hak Asasi Manusia dan Martabat para Korban.
Tanggal 24 Maret dipilih sebagai penghargaan atas didikasi Oscar Arnulfo yang dibunuh pada hari itu di tahun 1980 karena keteguhannya dalam penegakan HAM, memberi dukungan kepada korban pelanggaran HAM dan dalam memberikan layanan kemanusiaan dalam situasi konflik bersenjata. (GE/HY/003/MS)
Tuntutan Solidaritas Korban Pelanggaran Ham (SKP HAM- PAPUA): KLIK
Pantauan majalahselangkah.com, kegiatan dimulai sekitar pukul 10.00 dan berakhir pukul 18:30 waktu setempat. Sejak pukul 08:00 pagi, puluhan aparat polisi berjaga-jaga di luar pagar Uncen. Tetapi, mereka tidak masuk di arena kegiatan.
Sepanjang hari, kegiatan diisi dengan orasi-orasi HAM dari setiap komponen, pameran foto-foto korban kekerasan, pentas seni (lagu wor dan lagu-lagu daerah) dari para korban Biak berdarah, frakmen kekerasan Biak berdarah, dan diskusi terbuka tentang isu HAM dari berbagia aspek bersama beberapa aktivis.
Dua puluh enem elemen ini berorasi seputar pelanggaran HAM Papua serta pembumkaman ruang demokrasi di Papua. Mereka yang tergabung dalam SKP HAM PAPUA itu adalah Bersatu Untuk Kebenaran (BUK-Papua); Garda-Papua; KontraS Papua; JPIC Sinode GKI di Tanah Papua; ELSHAM Papua; PARJAL; KNPB; AMP; BEM UNCEN; YADUPA; JERAT; FOKER LSM Papua; Sinode GKI Kingmi Papua; AMPTPI;FNMPP; SHDRP; TIKI; ALDP; SPK P; GMKI; PMKRI; HMI; TABLOID JUBI; Mahasiswa & Pemuda Papua.
Kegiatan ini digelar dengan tema besar, "Gugat Kejahatan Negara di Tanah Papua." Mengapa tema itu dipilih?
SKP HAM PAPUA beralasan, pertama, hingga saat ini banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang belum tuntas hingga seperti Kasus-kasus DOM di seluruh Tanah Papua sejak 1961-1998; Peristiwa 1977 Wamena & Timika; Penyederaan Mapnduma 1997; Wamena Berdarah; 6 Juli 1998 Peristiwa Biak Berdarah; 7 Desember 2000 Peristiwa Abepura Berdarah; 13 Juni 2001 Peristiwa Wasior; 10 November 2001 Penculikan Theys H. Heluay dan Hilangnya Aristoteles Masoka; 6 Oktober 2000 & 4 April 2003 Peristiwa Wamena Berdarah; 16 Maret 2006 Peristiwa Uncen Berdarah; 9 Agustus 2008 Pembunuhan kilat Opinus Tabuni; 3 Agustus 2009 Pembunuhan kilat Yawan Yaweni; 16 Desember 2009 Pembunuhan Kilat Kelly Kwalik; 19 Oktober 2011 peristiwa KRP III Jayapura; 13 Juni 2012 Peristiwa Pembunuhan kilat Mako Tabuni; 18 Desember Pembunuhan Kilat Hubert Mabel; dan kasus-kasus lainya di Tanah Papua.
"Aparat TNI/Polri di Paua sangat kejam memang. Para tokoh Papua seperti Arnold Ap, Theys Hilo Heluay, Kelikwalik, Yawan Wayeni , Mako Tabuni, Hubertus Mabel dan lainnya dibunuh secara kilat di depan mata rakyatnya. Ini bentuk pelanggaran HAM berat dan kekejaman negara tehadap Orang Papua. Belum lagi masyarkat yang dibunuh," kata Koordinator SKP HAM PAPUA, Peneas Lokbere.
Alasan kedua, hingga saat ini tidak ada perubahan yang berarti dari mandegnya proses penuntasan kasuskasus pelanggaran HAM yang berat, bahkan ada kecenderungan menguatnya budaya impunitas dengan membebaskan pelaku, menyembunyikan kebenaran dengan narasi palsu (tidak berdasarkan fakta). Tanpa memohon maaf kepada rakyat, Tahun 2014 ada dua Panglima tertinggi yang notabene adalah Pelaku Kejahatan Kemanusiaan (Wiranto dan Prabowo) mencalonkan diri sebagai Presiden RI periode 2014-2019.
SKP HAM PAPUA ingin menyampaikan bahwa kampanye tentang pemenuhan, penegakkan dan perlindungan HAM terhadap rakyat Papua di tingkat internasional dan terutama Komissi Hak asasi manusia PBB yang dilakukan Pemerintah Indonesia merupakan pembohongan tanpa bukti dan fakta.
Peneas Lokbere mengatakan, selain dua alasan utama di atas, melalui kegiatan ini ingin menyampaikan bagaimana semua pihak menghargai martabat para korban pelanggaran HAM di Papua. Karena, menurutnya, para korban pelanggaran HAM di Papua selama ini diperlakukan diskiriminasi, baik dalam pencarian kerja maupun dalam kegiatan pemerintah seperti dalam pembagian dana PNPM-Mandiri Respek.
Acara diakhiri dalam sebuah diskusi singkat. Olga Hamadi dari KontraS Papua Papua misalnya, dalam diskusi itu memaparkan bagaimana kondisi kebebasan dan pembungkaman ruang demokrasi di Papua; Peneas Lokber sebagai korban pelanggaran HAM memaparkan situasi Korban pelanggaran HAM Papua; Pdt. Dora Balubun dari JPIC Sinode GKI berbicara peran gereja dalam penanganan masalah HAM; dan Septer Manufandu memberikan gambaran singkat tentang hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya rakyat Papua dan upaya-upaya penanganannya.
Diketahui, pada tanggal 21 Desember 2010, Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan bahwa tanggal 24 Maret sebagai Hari Internasional bagi Hak atas Kebenaran tentang Pelanggaran-pelanggaran Besar Hak Asasi Manusia dan Martabat para Korban.
Tanggal 24 Maret dipilih sebagai penghargaan atas didikasi Oscar Arnulfo yang dibunuh pada hari itu di tahun 1980 karena keteguhannya dalam penegakan HAM, memberi dukungan kepada korban pelanggaran HAM dan dalam memberikan layanan kemanusiaan dalam situasi konflik bersenjata. (GE/HY/003/MS)
Tuntutan Solidaritas Korban Pelanggaran Ham (SKP HAM- PAPUA): KLIK
Sumber : www.majalahselangkah.com
Blogger Comment
Facebook Comment