Pdt. Sokratez Sofyan Yoman dan Pdt. Benny Giyai
Jumpa Pers di Toko Buku Yoman Ninom di Kotaraja,
Kota jayapura, Papua.
(Jubi/Mawel)
|
Jayapura,7/3—Tindakan polisi melakukan
sweeping lagu-lagu daerah Papua di Enarotali, Kabupaten Paniai, dinilai
dua Tokoh Gereja Papua, Pdt. Sokratez Sofyan Yoman dan Pdt. Benny Giyai
sebagai tindakan model pemerintahan kolonial.
Menurut Sokratez, tindakan polisi men-sweeping lagu-lagu itu bagian
dari model pemerintahan kolonial menghacurkan landasan atau pijakan
hidup orang asli Papua. “Perilaku kolonial supaya bangsa ini tidak
punya pengangan. Ini cara pemerintah Spanyol gunakan menjajah Filipina,
Belanda menjajah Indonesia dan kini Indonesia menjajah Papua,” katanya
ke tabloidjubi.com, Rabu (6/3).
Sokratez yang juga Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Babtis
Papua ini merumuskan konsep itu secara rinci dalam bukunya berjudul
‘Saya Bukan Bangsa Budak’, di halaman 171-177. “Watak penjajah Belanda
di Indonesia dan Spanyol di Filipina tidak ada perbedaan doktrin,
ideologi, metode pendekatan penjajahan,” ujarnya.
Cara yang sama, menurut Pdt. Benny Giyai, dipakai pemerintah
Indonesia di Papua. “Cara Indonesia lebih kepada melumpuhkan potensi
orang-orang Papua. Melumpuhkan masyarakat dengan praktek kultural.
Potensi masyarakat dikontrol karena negara merasa tidak didengar,”
ungkap Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Kingmi Papua itu.
Menurut Benny, pemerintah tanpa menelusuri mengapa rakyat apatis
terhadap pemerintah hanya mau rakyat tunduk. “Negera mau rakyat tunduk
ini tidak benar. Sikap pemerintah, rakyat harus tunduk tanpa memenuhi
dan melindungi diri dan miliknya ini membuat rakyat marah. Rakyat tidak
hanya marah, melainkan membuat rakyat memiliki emosi kolektif yang tidak
akan bisa selesai. Rakyat makin emosi,” katanya.
Sebelumnya, Saul Wanimbo, Direktur Sesi Keadilan dan Perdamaian (SKP)
Keuskupan Timika mengatakan Polisi Resort Polres Paniai mengadakan
sweeping kartu-kartu memori hanphone milik warga yang berisi
lagu-lagu bahasa daerah Papua. Jika di kartu memori mereka kedapatan
berisi lagu daerah Papua, apakah satu atau lebih, polisi akan
mengambilnya dan dihancurkan dengan batu. “Sweping ini dilakukan dua
bulan terakhir,” katanya ke tabloidjubi.com, di Sentani, Kanbupaten Jayapura, Senin (4/3).
Menurut Saul, dari tindakan ini secara tak langsung, polisi sedang
melakukan pembunuhan tiga nilai. “Yakni pemusnahan nilai-nilai budaya
masyarakat, pembunuhan kreatifitas masyarakat, dan pembunuhan karakter
masyarakat. Sehingga jelas tindakan ini sangat melanggar hak asasi
manusia,” katanya.
Sehingga, kata Saul, seharusnya polisi menjelaskan maksud tindakannya
itu. “Kapolres Paniai harus menjelaskan maksud sweeping ini atau
Kapolda Papua harus menghentikan tindakan kapolresnya bersama anak buah
di Enarotali, Paniai. Kapolda harus hentikan tindakan yang serius ini.
Sebab kita bisa katakana ini awal dari pemusnahan bangsa,” kata memberi
pendapat. (Jubi/Mawel)
Blogger Comment
Facebook Comment