Ilustrasi anak – anak Papua dari
Sanggar Honong Waena,
yang aktif
melestarikan budaya Bumi Cenderawasih
(Jubi/Eveerth)
|
Jayapura, 8/3 — Presiden Negara Federal
Republik Papua Barat (NFRPB), Forkorus Yaboisembut mendesak Pemerintah
Indonesia gunakan cara-cara damai dan demokratis, sebagai pedoman dalam
dialog atau negosiasi dan atau perundingan antara pemerintah bangsa
Papua dan pemerintah bangsa Indonesia.
Hal ini disampaikan Presiden Negara Federal Republik Papua Barat
(NFRPB), Forkorus Yaboisembut, melalui email yang diterima
tabloidjubi.com, di Jayapura, Rabu(6/3).
Dia mengatakan, setelah Konggres Ketiga Rakyat Bangsa Papua Barat
dengan Deklarasi Pemulihan Kemerdekaan Bangsa Papua di negeri Papua
Barat, yang adalah landasan hukum positif secara de facto terbentuk nya
negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB). Dia mengatakan telah
mengirim Tim Pranegosiasi ke Jakarta sebanyak 2 (dua) kali. Pertama
kali, pada bulan Agustus 2012 dengan menyampaikan materi perundingan dan
pra syarat negosiasi Kedua, pada bulan Oktober 2012 sebagai follow up.
“Walaupun Pemerintah Indonesia belum merespon, tetapi kami bersyukur
mereka sudah menerima surat dengan lampiran materi pranegosiasi dan pra
syarat negosiasi (perundingan). Dan pada tahun 2013 ini, kami akan
menindak lanjuti lagi. Sehingga kami tidak dianggap menjual kucing dalam
karung dalam perundingan,” ujar Forkorus Yaboisembut.
Dirinya menambahkan, jika inisiatif dari NFRPB yang dilakukan secara
sopan, damai dan demokratis itu juga belum direspon, maka dia akan
meminta keterlibatan pihak ketiga secara sepihak pada tingkat
Internasional.
“Sambil menanti proses perundingan (dialog/negosiasi), kami NFRPB
terus melakukan pemulihan dan penataan negara secara damai dan
demokratis mulai dari Tingkat Federal sampai kepada negara-negara bagian
(7 Negara bagian). Dan juga telah menetapkan perwakilan Negara Federal
Republik Papua Barat (NFRPB) pada beberapa kawasan di dunia,” katanya.
Untuk itu Pemerintah Indonesia diharapkan, tidak lagi berniat untuk
membubarkan negara Papua seperti isi Tri Komando Rakyat. Sehingga
melakukan berbagai pendekatan seperti yang sebutkan di depan, serta
mengubah status Papua menjadi darurat sipil kemudian ditingkatkan ke
darurat militer. Karena hasil akhir nya akan jatuh korban di kedua belah
pihak, serta menambah daftar jumlah pelanggaran HAM dalam berbagai
jenis dan bentuk.
Pihaknya juga atas nama bangsa dan rakyat Papua, menyampaikan
penyesalan yang sangat mendalam dengan peristiwa di Tingginambut dan
Sinak yang mengorbankan 8 orang anggota TNI dan warga sipil 4 orang pada
Kamis, 22 Februari 2013, minggu lalu.
Pertama, siapapun dengan motif apapun mereka melakukan penembakan tersebut. Kami menyatakan penyesalan yang sangat mendalam, karena peristiwa penembakan atau pembunuhan seperti itu sering terjadi secara terus menerus di atas tanah-air Papua bahagian Barat sejak Indonesia menganeksasi Papua Barat (Nederland Niew Guinea) pada tahun 1962 dengan infiltrasi dan infasi militer.
Kedua, kami turut merasa sangat menyesal dan ikut berduka bersama
dengan keluarga yang menjadi korban. Karena kali ini dipihak TNI dan WNI
yang menjadi korban, dan besok atau lusa dan atau tahun depan dari
pihak TPN/OPM dan Warga Negara Bangsa Papua yang menjadi korban. Itulah
keadaan yang telah, sedang, dan mungkin akan kita nikmati terus menerus,
silih berganti.
Apakah tidak ada cara yang lebih baik, lebih manusiawi, damai, adil,
beradab dan bermartabat untuk menyelesaikan masalah mendasar di atas
tanah-air Papua Barat ?
Ketiga, kami sangat menyesal dengan kebijaksanaan para pemimpin
Pemerintah Indonesia, yang terus saja mengedepankan pendekatan yang
bersifat semi militer sampai dengan operasi militer terbatas, maupun
yang luas untuk membubarkan negara Papua Barat sejak Tri Komando Rakyat
(TRIKORA) oleh Ir. Soekarno, Presiden Pertama NKRI pada tanggal 19
Desember 1961 sampai sekarang.
“Kami juga menyatakan penyesalan dengan sikap para pemimpin
Pemerintah Indonesia yang masa bodoh, tuli dan membisu serta selalu
berdalih dan menghindar dari tawaran penyelesaian masalah status politik
dan hukum Papua melalui dialog (perundingan), dengan menyepakati suatu
term of reference (TOR) secara setara, komprehensif, mendasar,
menyeluruh (tidak parsial), serta demokratis, damai, adil dan
bermartabat sejak Konggres Kedua Rakyat Bangsa Papua Barat tahun 2000
sampai sekarang,” ungkapnya.
Tetapi sebaliknya, Para Pemimpin Pemerintah Indonesia terus saja
mengedepankan pendekatan operasi intelijen (operasi akal budi), operasi
pemulihan keamanan, serta pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Sebagai
upaya untuk meniadakan kemerdekaan negara Papua Barat.
“Mari, kita selesaikan secara damai dan demokratis, beradab dan atau
bermartabat. Membuka babak baru kerja sama sebagai dua bangsa dan negara
penuh pengertian, saling menguntungkan di planet bumi ini,” demikian
ajakan yang disampaikan. (Jubi/Eveerth)
Blogger Comment
Facebook Comment