News
Loading...

Mama-Mama Penjual Pinang Diusir, Penjual Pulsa Dibiarkan

Mama Lince Amsamsium, salah satu
 penjual pinang di depan jalan Irian,
Jayapura (Foto: Oktovianus Pogau/SP)
PAPUAN, Jayapura — Sejumlah mama-mama pedagang asli Papua yang sehari-hari berjualan pinang di jalan Irian, tepatnya depan Kantor Bank Papua, Jayapura, keluhkan sikap pemerintah kota, melalui petugas keamanan dan ketertiban yang sering mengusir mereka saat sedang berjualan.

Padahal, beberapa penjual pulsa handphone maupun penjual nasi kuning, yang notabene orang non-Papua dibiarkan untuk terus berjualan.

‘Kami jualan pinang untuk kebutuhan biaya sekolah anak kami, kenapa Trantip selalu datang dan usir kami, Papua adalah tanah kami,” ujar mama Lina Amsasium, salah penjual pinang, saat memberikan keterangan pers, Jumat (8/3/2013) sore tadi, di pasar mama-mama pedagang asli Papua, jalan percetakan, Jayapura.

Menurut mama Amasamsium, petugas Trantip selalu memerintahkan mereka untuk berjualan di pasar mama pedagang asli Papua, di jalan percetakan, padahal lokasi pasar tersebut sudah penuh dan tidak mampu menampung pedagang lainnya.

“Anak kami kalau mau ke sekolah harus ada uang taksi, kalau kami di usir dan tidak berjualan, maka pasti mereka tidak bisa ke sekolah, kami sangat kecewa dengan cara-cara yang dilakukan Walikota Jayapura,” tegasnya di depan wartawan.

Dikatakan, ada perlakuan yang sangat diskriminasi dari petugas Trantip, sebab para penjual pulza maupun nasi bungkus dibiarkan berjualan dari sore hingga malam, sedangkan mama-mama pedangang asli Papua diijinkan berjualan hanya sejak jam 10 malam.

“Kalau kami berjualan jam 10 malam pasti pinang tidak laku, apalagi kalau sudah jam-jam begitu ada banyak orang mabuk, kami punya anak dirumah sedang tunggu, tidak mungkin kami berjualan di jam-jam seperti itu,” ujar mama Amsamsium yang telah menjadi penjual pinang sejak tahun 1988 silam.

Selain itu, lanjut mama Amsamsium, yang sangat mengecewakan lagi, saat dilakukan pengusiran, para petugas Trantip juga selalu mengeluarkan kata-kata hinaan yang merendahkan martabat orang asli Papua.

“Kalian mama-mama penjual pinang sangat kotor, selalu bikin rusak kebersihan kota,” kata-kata salah satu petugas Trantip seperti ditirukan mama Amsamsium.

Melihat aksi pengusiran yang sering kali dilakukan petugas Trantip, mama-mama penjual pinang sangat berharap agar Walikota Jayapura, Tommy Benhur Mano, dapat turun langsung ke lapangan melihat penderitaan yang dialami mama-mama Papua.

‘Kita menderita dengan kita punya anak, ada yang masih SMA, ada yang kuliah, dan ada juga yang masih SD, kami jual pinang untuk penuhi kebutuhan mereka, ini harus jadi perhatian bapak Walikota,” kata mama Amsamsium dengan nada sedih.

Robert Jitmau, Sekertaris Badan Formatur Solidaritas Pedangang Asli Papua Papua (SOLPAP) menyesalkan sikap petugas Trantip dan Walikota Jayapura yang bertindak sangat otoriter dan diluar batas kemanusiaan.

“Walikota harus berdialog dengan mama-mama guna mencari solusi yang tepat. Dialog tersebut harus melibatkan Disperindagkop, UKM Provinsi, MRP, DPR Kota Jayapura, Biro Pemberdayaan Perempuan, Gereja, dan instansi teknih lainnya, agar masalah dapat segera diselesaikan,” ujar Jitmau.
Jitmau menambahkan, jika Walikota tetap bersikeras untuk mengusir mama-mama penjual pinang dari Jalan Irian dengan alasan kebersihan dan keindahaan kota, maka dirinya akan mengkordinir mama-mama untuk mengusir para penjual pulsa handphone maupun nasi kuning yang mendapat perlindungan dari pemerintah kota.

OKTOVIANUS POGAU 
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment