Ilustrasi TNI (subpokjerman.wordpress.com) |
Sentani, 6/3 —Salah satu warga Waris,
Kabupaten Keerom berinisial MS melaporkan dugaan dua oknum militer
(anggota TNI) yang mengancam akan membunuh dirinya.
“Cepat kasih selesaikan sambil mengarahkan moncong senjata kepada
saya,” kata Tunyanan Niko, Aktivis HAM dari Sekretariat Keadilan,
Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan, Papua yang mendapat
laporan, menirukan cerita korban ke tabloidjubi.com, Selasa (5/3) di Kantor SKPKC Fransiskan Papua, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
Menurut Niko, seperti yang dilaporkan korban MS, ancaman itu terjadi,
Jumat (22/2) pukul 11:00 WIT saat korban dalam perjalanan bersama empat
orang di dalam satu truk dari arah Kantor Distrik Waris menuju Kampung
Kem Amu. Dua orang duduk bersama sopir di depan. Sedangkan MS bersama
dua oknum TNI di bagian bak truk. Keduanya berpakaian preman dan membawa
senjata laras panjang. MS menduga dua orang bersenjata laras panjang
itu anggota Komando Pasukan Khusus (Kopasus) atau anggota TNI yang
posnya di wilayah Keerom.
Pastor Timo Safire OFM, Koordinator SKPKC Keuskupan, Bidang Animasi
Komunitas-Komunitas Karya Fransiskan Papua yang menemui korban di Waris
setelah mendengar kabar adanya kejadian itu, menceritakan kronologisnya
sebagai berikut: pada Jumat, 22 Februari 2013 malam pukul 11.30 WIT, MS
dari Distrik Waris hendak mengunjungi anak mantunya di rumah yang berada
di Kem Amu. Jarak antara Distrik Waris dan kediaman anak mantunya itu
sekitar satu kilometer.
“Bapak MS berjalan kaki menuju Kampung Amu. Dalam perjalanan, ada
satu truk yang datang dari arah belakang menuju ke Kem Maranatha. Bapak
MS memberi aba-aba agar truk itu berhenti agar ia bisa menumpang ke arah
rumah anak mantunya. Truk itu berhenti dan MS naik ke dalam bak truk.
Di dalam truk itu, MS bertemu lima pria. Ada dua pria bersenjata di
belakang dan dua lainnya bersama sopir di depan,” ujar Pastor Safire
meneruskan keterangan korban MS.
Dalam perjalanan, di atas truk, MS merasa tak nyaman dengan empat
orang yang ia duga anggota Kopasus itu. Rasa tidak nyaman bertambah
ketika satu dari dua orang bersenjata laras panjang yang berada di
belakang truk menginterogasi dan mengancam korban sambil mengarahkan
moncong senjata.
“Cepat! Jangan lompat, kata salah satu dari kedua oknum TNI tersebut
sambil menodongkan senjata kepada MS. MS menepis moncong senjata itu.
Kemudian MS melompat dari atas truk yang sedang berjalan itu. Saat MS
lompat, truk itu berhenti. Kedua oknum TNI yang menginterogasinya tadi
mencari dari atas truk dengan mengarahkan senter ke sekeliling truk
namun tidak berhasil menemukan korban yang bersembunyi di bawah truk.
Tak lama, truk itu melanjutkan perjalanannya dan MS lari menyelamatkan
diri masuk hutan,” kata Pastor Imam Katolik ini, Selasa (5/3).
Selanjutnya, menurut Pastor Safire, setelah peristiwa penembakan di
Mulia, Puncak Jaya, hari Sabtu, (23/2/) satu regu pasukan TNI masuk ke
kampung mengajak masyarakat mengadakan pertemuan. “Masyarakat merasa
kaget dan takut akan kehadiran para anggota TNI, namun mereka ikut
saja,” kata Pastor Safire.
Dalam pertemuan, lanjut Pastor Safire, para anggota TNI itu
memberikan keterangan tentang peristiwa di Mulia, Puncak Jaya. “Dalam
pertemuan itu, TNI menghimbau masyarakat jangan membuat kekacauan
melainkan menjaga keamanan. Namun masyarakat melihat ini ada indikasi
menteror mental warga,” ujar Pastor Safire.
Kejadian yang dialami oleh MS telah dilaporkan kepada pastor Gereja
Katolik Paroki Waris. SKPKC juga sudah memvideokan keterangan korban
sebagai laporan ke jaringan lembaga-lembaga HAM.
Kepada Levi dari tabloidjubi.com, Pangdam XVII/Cenderawasih
Mayjen TNI Christian Zebua mengaku kalau wilayahnya tak ada operasi
Kopassus. “Di wilayah ini tak ada anggota Kopassus. Tapi mungkin ada
personil, mereka yang bantu Kodam karena keahlian khususnya, sehingga
dia sudah masuk Kodam. Jadi tak ada operasi Kopassus di daerah ini,”
katanya saat ditemui di Makodam XVII/Cenderawasih, Polimak, Kota
Jayapura, Papua, Rabu (6/3).
Selain itu, kata Christian ke tabloidjubi.com dan beberapa
wartawan lainnya, dirinya merasa heran, sebab belum pernah mendapat
laporan terkait kasus pengancaman senjata seperti yang dimaksudkan itu.
“Saya tak pernah mendapat laporan seperti itu. Tapi nanti saya akan cari
tahu, kalau itu benar saya akan tindak tegas. Sebab itu tak benar dan
prajurit tak boleh melakukan hal seperti itu,” tandasnya. (Jubi/Mawel)
Blogger Comment
Facebook Comment