News
Loading...

Orang Papua Harus Bersatu!

Oleh: Tim Diskusi Papua Satu)*
Memasuki tahun 2013, insiden penembakan dan pembuhunan terus meningkat. Jumlah kecelakaan lalu lintas yang menelan korban pun muncul di Nabire, juga kecelakaan lain di tempat lain. Intensitas ketegangan antar berbagai golongan dan etnis mulai ada. Semua seakan sambung menyambung, dan tertata rapi. Ada apa di balik itu semua?

Bila dicermati, sebenarnya akar persoalan mendasar adalah masalah kontraversi sejarah, yakni masuknya Papua menjadi bagian dari Indonesia melalui rekayasa Indonesia. Semua tahu, pilihan bebas orang Papua itu dimanipulasi Indonesia. Disana ada orang Jawa yang ikut memilih. Disana ada penodongan: “ingin memilih bergabung dengan negara Indonesia, atau….mati”. Disana tak ada pilihan ketiga: apakah orang Papua ingin menentukan nasibnya sendiri, berdiri sendiri sebagai sebuah negara merdeka.

Mungkin sedikit masuk akal, bila setelah Indonesia dengan cara liciknya itu berhasil membuat Papua menjadi bagian RI, ia mensejahterakan orang Papua, memberdayakan orang Papua, dan memperhatikan nasib hidup orang Papua. Tapi ini tidak. Indonesia hanya peduli dengan hutan orang Papua. Indonesia hanya peduli dengan Emas, Perak, Tembaga, Minyak Bumi, Uranium, dan barang tambang lain milik orang Papua. Indonesia hanya peduli kepada kekayaan alam Papua yang menjanjikan itu. Dalam praktek 

pemerintahannya, Indonesia sama sekali tidak peduli kepada orang Papuanya di atas tanah Papua.
Terbukti, sejak Papua berintegrasi dengan Indonesia, kehidupan orang Papua bukannya semakin membaik, tetap statis. Tak berubah, malah semakin buruk. Ironis. Sementara kekayaan alam Papua dikuras, dan menyumbang pendapatan terbesar untuk negara Indonesia, orang Papua malah menjadi manusia termiskin di seluruh Indonesia: sebuah bukti betapa Indonesia tidak mencintai orang Papua. Ini menjawab apa maksud Indonesia menganeksasi Papua, yakni untuk mengeksploitasi kekayaan alam Papua. Sementara manusia Papuanya? “Emangnya gue pikirin lo?”

Sampai tahun 1998, Papua menjadi provinsi nomor 1 yang menyumbang kekayaan alam untuk pendapatan negara, sekaligus menyandang predikat provinsi dengan penduduk termiskin nomor 1 di Indonesia.  Kepercayaan orang Papua telah tiada.

Orang Papua teriak merdeka, Indonesia menjawab dengan Otsus dan pemekaran-pemekaran dengan alasan pembangunan dan membuka daerah terisolasi. Menurut Jakarta, persoalan mendasar di Papua itu masalah kesejahteraan, maka harus diberi Otsus, kucuran dana banyak, biar sejahtera. Filep Karma dalam pidatonya tahun 2004 mengatakan: “Yang jadi presiden di Indonesia paling banyak siapa? Orang Jawa.

Yang jadi pengemis banyak di jalanan itu siapa? Orang yang tinggal di tanah Jawa juga. Baru dia Janjikan Otsus untuk sejahterakan kitorang yang jauh di timur sini? Itu tipu besar! Otsus itu omong kosong besar. Kalo dia beri pakaian, rumah, makanan dan sejahterakan pengemis dorang di depan dia pu mata boleh, kitong bisa percaya. Tapi ini di datang jauh-jauh ke Papua janjikan kesejahteraan, itu omong kosong besar. Yang benar itu Papua merdeka!”

Kita tahu, pada awal tahun 2012, Susilo Bambang Yudhoyono janji akan selesaikan masalah Papua sebelum tahun 2014. Apakah semua fenomena yang terjadi, isu terorisme yang dialamatkan kepada KNPB, maraknya tabrakan, maraknya penembakan oleh OTK yang selalu berujung dengan penembakan terhadap putera Papua yang memperjuangkan hak orang Papua untuk merdeka, ada kaitannya dengan janji presiden di atas untuk menyelesaikan masalah Papua sebelum tahaun 2014? Sebuah bahan refleksi buat kita bersama.

Di Papua, sebagian yang radikal perjuangkan pengembalian kedaulatan West Papua. Sebagian besar rakyat, yang umumnya takut untuk berbicara secara terang-terangan, masih ada di belakangnya. Semua tahu, bahwa semua orang Papua ingin satu: Papua Merdeka. Bapak Socratez Sofyan Yoman dalam tulisannya pernah bertaruh; bila Papua diberi kesempatan referendum saat ini, 80%  lebih orang Papua pasti pilih merdeka.
Dalam keinginan mayoritas orang Papua yang menuntut hak mereka untuk merdeka, muncul kelompok merah putih, yang menamakan diri, Satgas Merah Putih. Mereka ingin tetap bersama Indonesia. Muncul juga kini OPPB, kelompok yang terbentuk untuk menandingi KNPB. Muncul juga sistem raja di tanah Papua. Kita lihat media secara kasat mata mengadu domba orang Papua sendiri, menggunakan isu-isu sepele. Semua di atas buat orang Papua terpecah belah. Saya sangat yakin, suatu saat, konflik horisontal antar kelompok orang Papua sendiri akan muncul, bila hal yang demikian ini terus berlanjut. Apakah semua itu ada kaitannya dengan komitmen SBY untuk menuntaskan masalah Papua sebelum tahun 2014?

Kita juga lihat sekarang. Para pemimpin yang radikal dibunuh. Dr. Thomas Wanggai meninggal dalam penjara. Arnol Ap dibunuh. Theys Hiyo Eluay dibunuh. Musa Mako Tabuni juga dibunuh. Hubertus Mabel dibunuh. Puluhan orang pejuang dan simpatisan tak terhitung. Kini, Buchtar Tabuni dipenjara. Filep Karma, Yusak Pakage, Selpius Bobi, Forkorus Yaboisembut juga dipenjara, sehingga memungkinkan organisasi perjuangan Papua merdeka sulit berkoordinasi. Apakah ini adalah bagian dari taktik Indonesia, untuk menjawab janji presiden SBY yang hendak menyelesaikan konflik di Papua sebelum tahun 2014?

Jayapura dan beberapa kota lain kini jadi kota mati, setelah larut malam. Tak ada aktivitas karena semua takut dibunuh. Memang marak pembunuhan. Orang Papua takut untuk keluar malam. Bayangkan, keluar malam saja takut, apalagi ikut berdemostrasi, turun ke jalan, memprotes pemerintah. Mereka pasti takut mukanya difoto, kemudian dicari lalu dibunuh. Apakah penciptaan ketakutan pada orang Papua ini juga adalah salah satu taktik mereka membungkan kemerdekaan aspirasi orang Papua?

Dalam beberapa kesempatan, di dalam pilgub misalnya, beberapa oknum dan pihak tertentu sengaja menciptakan dua kubu, yakni: Gunung dan Pantai. Dalam segala hal, kini nama Gunung dan Pantai terasa kental. Ini membuat solidaritas sebagai satu bangsa, yakni bangsa Papua semakin memudar. Malah label pantai dan gunung adalah penanaman bibit konflik horisontal yang suatu saat muncul, ketika satu kubu merasa didominasi, atau dirugikan oleh kubu lainnya. Apakah ini adalah upaya untuk memecah belah orang Papua sehingga persatuan menjauh dari orang Papua?

Di tengah itu, Otsus terus jalan. UP4B jalan, walau keduanya ditolak orang Papua. Dialog Jakarta Papua tak ada kabarnya hingga kini. Sementara TNI Polri dari sudut pandang berbeda memanen uang keamanan, karena Papua menjadi ladang konflik. (saya tidak tahu, apakah ada konflik yang sengaja diciptakan mereka demi uang keamanan atau tidak: anda sendiri menilai). Sementara Kekayaan alam Papua terus dikuras, tak peduli Amdal, pemberdayaan orang Papua, dan lain sebagainya.

Kita juga sekarang tahu, bahwa sekelompok orang sedang memperjuangkan hadirnya provinsi Papua Tengah. Menurut para pejuan pemekaran, katanya provinsi Papua Tengah mutlak hadir untuk lebih mensejahterakan masyarakat. Namun, ada dampak negatif yang harus diperhatikan. Pemekaran adalah pintu masuknya migrasi (para pendatang) untuk mencari hidup. Mereka datang dengan modal dan mental wirausaha.

Mereka akan menguasai perekonomian, menguasai pemerintahan, secara kuantitatif, populasi pendatang akan lebih banyak. Sekarng saja pendatang 60% OAP 40%. Lantas, haruskan orang Papua harus mengorbankan eksistensi mereka di tanah Papua dengan pemekaran? Sementara konflik horisontal antar masyarakat akibat tuntutan ekonomi semakin banyak. Prostitusi dan HIV AID juga kan semakin eksis, ditengah membanjirnya uang Otsus yang seakan memperlicin beredar luasnya HIV AIDS. Lantas, apakah pemekaran harus kita pentingkan daripada bahaya HIV AIDS yang kan datang melalui pemekaran, yang membuat eksistensi orang Papua semakin terancam?

Di tengah semua itu, orang Papua sangat dirugikan. Orang Papua terpecah belah ke dalam kelompok-kelompok yang memungkinkan ada saling curiga antar kelompok, saling bermusuhan karena perbedaan ideologi, hingga tak ayal lagi, bisa berujung kepada konflik horisontal. Bukankah penciptaan situasi di atas, adalah penanaman benih perpecahan?

Dari semua keadaan dan realitas di atas, jelas orang Papua ada pada posisi bingung dengan semua permainan di atas. Pertanyaannya adalah, akan dibawa orang Papua dengan semua realita di atas? Mari refleksikan semua fenomena di atas, dan pikirkan; digiring kemana orang Papua, dengan segala penciptaan situasi di atas?

Satu yang harus dan mendesak adalah Persatuan seluruh orang Papua kembali. Jangan mau dan ikut hanyut dalam politik pecah belah yang penerapannya sedang kita alami dan rasakan ini. Semua bersatu. Khusus orang asli Papua, segera bersatu dalam satu wadah. Pikirkan baik-baik nasib orang asli Papua di atas tanah Papua ke depan, lalu putuskan: apakah ingin terus bersama dengan indonesia dengan segala keadaan seperti di atas, atau ingin berpisah, merdeka sendiri sebagai sebuah bangsa dalam negara West Papua.

Untuk menentukan kedua hal di atas, bila perlu harus ada referendum yang digelar orang Papua sendiri untuk menentukan; apakah orang Papua hendak ingin untuk terus bersama dengan Indonesia, atau orang Papua tidak ingin bersama indonesia, dan memerdekaan diri sebagai sebuah bangsa merdeka, negara West Papua. 

Itu saja. Bila telah memutuskan itu, segera bersatu dalam satu komando. Tentukan pemimpin umum orang Papua. Ia memimpin orang Papua, menuju pilihan orang Papua di atas. Titik. Catatannya; semua orang Papua harus dapat menerima referendum internal orang Papua itu, dan menjadikan hasil referendum itu sebagai dasar untuk bersama mewujudkan keputusan bersama orang Papua berdasarkan referendum itu.

Bila tidak, mari kita pasrah saja menerima semua badai dari segala penjuru yang kemungkinan akan semakin gencar, hingga kita telah, sedang, dan akan terus digiring dan sampai pada titik yang mereka inginkan. Kita tak tahu titik itu.

*) Anggota Tim Diskusi adalah Mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment