Hamparan hutan lindung milik Suku Besar Yerisiam ini sedang dihancurkan perusahaan perkebunan kelapa sawit (Foto: Ist) |
Daerah Wami dan Sima, Distrik Yaur, bagian barat Nabire, misalnya, puluhan hektar hutan saat ini rusak akibat penebangan liar.
Data dari Dewan Adat Papua Daerah Nabire, penebangan meningkat selama tahun 2013 hingga 2014. Di sana, ada perusahaan, selain oknum tertentu, tak henti-hentinya melakukan penebangan hutan tanpa ampun. Hasil kayu gelondongan yang didapat lalu didrop keluar daerah.
Padahal, Sima dan Wami oleh Dinas Kehutanan Nabire dicatat sebagai kawasan hutan lindung. Selain itu, lima kawasan hutan lindung lain yang sedang dirambah, yakni hutan lindung Marera, Orododo, Kali Oro, Kali Bambu, dan kawasan hulu Kali Wadiyo.
Maraknya penebangan liar di enam kawasan hutan lindung dituding akibat lemahnya pengawasan pemerintah daerah. Instansi teknis terkait belum secara tegas melaksanakan tugas di lapangan.
Tidak hanya kepada individu maupun perusahaan, oknum aparat kepolisian maupun tentara yang diduga kuta sedang “bermain” dalam bisnis kayu di Nabire, harusnya dipertegas, jika perlu dilarang.
Dewan Adat Daerah Nabire pada tahun 2014 mencatat selain perusahaan HPH dan investor kelapa sawit, data lapangan menunjukkan oknum tentara dan polisi ikut dalalam bisnis kayu di daerah ini. Bahkan keterlibatan mereka mencapai 64%.
Kehadiran PT Nabire Baru, PT. Sariwana Adi Perkasa, PT Sariwana Unggul Mandiri, dan masih banyak perusahaan HPH yang sejak beberapa tahun terakhir melakukan pengambilan kayu di wilayah Kabupaten Nabire, diduga kuat ada di dalam kelompok penghancur hutan lindung dan daerah keramat milik suku-suku pribumi.
Sejak lima tahun lalu, PT Nabire Baru masuk di wilayah Sima dan Wami. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha perkebunan kelapa sawit.
“Usaha kelapa sawit hanya kedok belaka, sebab selama ini mereka justru tebang dan bawa keluar kayu-kayu gelondongan,” kata Kepala Suku Besar Yerisiam, Pdt. Simon Petrus Hanebora.
Ijin usaha perusahaan ini, diklaim tidak resmi. Sejak awal masyarakat pemilik ulayat sudah tolak, tetapi aktivitasnya masih berlanjut dengan menempatkan pasukan Brimob di lokasi perkebunan kelapa sawit.
Keberadaan perusahaan kelapa sawit di kampung Sima dan Wami, diprediksi akan mempercepat proses rusaknya hutan dan ekosistem yang ada. Apalagi, PT Nabire Baru saat ini menguasai lahan hutan seluas 32.000 hektar di Kampung Wami, dan PT. SAP dengan luas sekitar 19.000 hektar.
MARY
Sumber : www.suarapapua.com
Blogger Comment
Facebook Comment