Noken tradisional Papua milik Ibu Theresia Gobai. (Sucenko) |
Paniai (6/1)—Noken tradisional Suku Mee saat ini
sulit ditemukan di pasaran, karena pembuatnya pun bisa dihitung dengan
jari. Kalaupun masih ada usaha pembuatan noken khas yang lazim disebut
“agiya”, itu dilakukan karena kebiasaan sang pembuat sebagai warisan
leluhur. Dalam proses pengerjaannya, tidak ada motivasi atau dukungan
dari siapapun.
Salah satu pengrajin noken khas Paniai, Theresia Gobai, S.Pd saat ditemui tabloidjubi.com
di kiosnya yang terletak di komplek Pasar Enarotali, menilai pemerintah
selama ini belum melirik noken sebagai satu jenis usaha kerajinan
tangan masyarakat setempat. “Sebenarnya banyak pengrajin noken, tapi
selama ini tidak ada perhatian dari pemerintah. Semua sudah beralih
profesi, karena kurang modal dan alasan lain,” katanya.
Perbandingan pada beberapa tahun silam dengan sekarang, kata dia,
noken tradisional memang susah didapat. Ini karena rata-rata orang yang
biasa buat noken kerapkali kesulitan dalam pengadaan bahan-bahan mentah.
Tak ada dukungan, mereka akhirnya memilih profesi lain untuk bisa
menyambung nafkahnya. “Saya sendiri kembangkan usaha ini sejak beberapa
tahun lalu. Selama ini saya lihat tidak ada perhatian dari pemerintah
untuk masyarakat pengrajin noken,” ucap Theresia Gobai.
Di kios yang ada depan rumahnya, ia memajang noken khas Paniai dalam
beberapa jenis. Di kios miliknya itu, beberapa waktu lalu disambangi tim
UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization) bersama peneliti noken. Mereka sempat menanyakan ihwal
pembuatan noken khas Paniai. “Waktu itu ada tim peneliti bersama
orang-orang dari Kementerian dan Unesco, saya sampaikan bahwa pembuatan
noken di sini tidak diperhatikan. Selama ini pemerintah selalu tutup
mata sama kami,” tuturnya.
Karena itu, Theresia Gobai yang juga Kepala SMP Negeri 1 Paniai Timur
ini meminta perhatian dari pemerintah kabupaten maupun provinsi untuk
memerhatikan usaha kerajinan noken sebagai khasana budaya Papua yang
nyaris punah itu. “Sekarang susah dapat, karena hanya sedikit orang yang
bisa bikin noken tradisional. Jadi, saya harap harus ada perhatian dari
pemerintah supaya noken ini bisa diselamatkan dengan adanya dukungan
finansial, sehingga hasil kerajinan itu nantinya bisa dipasarkan
keluar.”
Diberitakan sebelumnya, Badan PBB urusan Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan (Unesco), Selasa 4 Desember 2012 menetapkan
Noken Papua sebagai warisan budaya dunia yang membutuhkan perlindungan
mendesak. Pengukuhannya dilakukan saat sidang Unesco di Paris, Prancis,
dihadiri negara-negara anggota dari seluruh dunia. Menominasikan Noken
Papua sebagai warisan budaya dunia digagas oleh Titus Kristoforus Pekei,
SH, M.Si yang juga Direktur Ecology Papua Institute (EPI). Ia berjuang
sejak empat tahun lalu. (Sucenko)/Markus You)
Blogger Comment
Facebook Comment