Melihat
gelagat ke masa depan dan prospek perubahan-perubahan yang akan terjadi, sistem
dan struktur pemerintahan Indonesia yang masih bersifat unitaris NKRI dan
terpusat—seperti sekarang ini—tak mungkin terus dipertahankan. Sekalipun
otonomi ke daerah-daerah kabupaten (bukan provinsi) telah diberikan.
Indonesia ini terlalu luas dan
penduduknya begitu banyak dengan sumber daya alam dan manusianya begitu
melimpah. Kondisi ini menempatkan Indonesia menjadi negara nomor empat terbesar
di dunia. Akan tetapi, ironisnya, bagian terbesar dari rakyatnya tidak
menikmati kekayaan alam yang melimpah tersebut. Kemiskinan masih merajalela dan
masih banyak daerah yang tidak terbangun sebagaimana diharapkan.
Tak efektif lagi
Oleh karena itu, tidak mungkin dan
tidak efektif lagi kalau kita masih bertahan dengan sistem dan struktur
kenegaraan sekarang ini, yang sudah arkaik dimakan masa dan melawan arus
perkembangan ke masa depan. Dengan sistem unitaris seperti sekarang, dalam
banyak hal, yang diuntungkan adalah para kapitalis multinasional yang bekerja
sama dengan para konglomerat dalam menggelindingkan roda perekonomian nasional
dan dilindungi oleh para penguasa negara yang suka menembak di atas kuda.
Sementara rakyat yang 200-an juta itu tetap saja jadi obyek di mana bagian
terbesarnya sesungguhnya masih berada di bawah garis kemiskinan.
Dalam negara kesatuan yang sistemnya
terpusat, hierarkis-vertikal—apalagi sentripetal merengkuh pada kepentingan
penguasa negara, bukan sentrifugal untuk mengayomi masyarakat
banyak—penyalahgunaan wewenang dan korupsi, kolusi, dan nepotisme tak
terelakkan. Di negara federal, karena sistem wewenang dibagi habis sampai ke
daerah-daerah, kecenderungan ke arah korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sama
bisa sangat diminimalkan. Sebab, daerah-daerah ingin berlomba membangun daerah
masing-masing. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah kontrol dengan sanksi
yang berat dengan akibat jera. Sekurangnya itu yang kita lihat di negara-negara
federal dan kasus sebaliknya terjadi di negara-negara unitaris-kesatuan di mana
pun di dunia ini.
Indonesia sebetulnya pernah memiliki
negara federal, yaitu sejak penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda (27
Desember 1949) sampai 17 Agustus 1950 dengan dibentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hanya berjalan kurang dari delapan 8 bulan. Skenario
berdirinya memang terkait dengan situasi sejarah waktu itu sehingga Republik
Indonesia Serikat (RIS) itu segera berubah menjadi NKRI hingga sekarang.
Kebanyakan negara besar di dunia
ini, di mana pun, adalah negara federal. Bukan unitaris—negara kesatuan yang
dikoordinasikan secara terpusat—seperti Indonesia. Negara-negara tersebut tidak
mungkin memilih sistem federal kalau mereka tidak melihat keuntungan dan atau
kelebihan dari sistem federal yang mereka anut.
Secara sederhana, makin besar suatu
negara—dari segi peta-buminya, sumber daya alam dan manusianya—makin dirasakan
perlunya negara itu berbentuk federal. Federalisme berarti kerja besar itu
dibagi dan dipersamakan dengan daerah- daerah, tidak diborong habis oleh pusat,
di mana daerah tinggal melaksanakan seperti yang digariskan dari dan oleh
pusat. Bagaimana berfungsi dan berperannya negara-negara federal itu lihat saja
contoh nyata dari negara-negara federal bersangkutan.
Esensinya adalah bahwa daerah
mempunyai wewenang dan peluang besar untuk membangun dan mengembangkan
daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang
tersedia. Semua tentu saja juga dengan koordinasi dari pemerintahan federal di
pusat.
Sejauh ini kita tidak melihat dan
mendengar ada negara bagian atau provinsi dalam negara-negara federal itu yang
tidak suka dan mau melepaskan diri, seperti ditakuti di NKRI selama ini kalau
Indonesia berubah menjadi negara federal. Malah yang muncul adalah kebanggaan
karena mereka memiliki peluang yang luas untuk mengembangkan daerahnya
masing-masing sesuai potensi dan keinginan mereka sendiri dan keinginan
bersama.
Rasa persatuan dan kerja sama juga
meningkat di negara berbentuk federal dibanding negara kesatuan, seperti NKRI,
yang selalu dihantui ketakutan kalau-kalau daerah-daerah akan lepas satu-satu
jika bukan dalam bingkai negara kesatuan. Beda antara negara federal dan NKRI ialah
negara federal merupakan negara persatuan, sementara NKRI—sebagaimana
namanya—adalah negara kesatuan.
Hanya masalah teknis
Bagaimana kita membagi daerah-daerah
di Indonesia ini dalam konteks negara federal, hal itu hanya masalah teknis.
Tinggal kita musyawarahkan dan sepakati bersama manakala kita telah sepakat
untuk menjadikan NKRI ini menjadi negara federal RI masa depan itu.
Mengingat Indonesia adalah sebuah
negara maritim yang terdiri atas ribuan pulau, bisa saja, misalnya, kita
kelompokkan ke dalam kelompok barat, tengah, dan timur. Artinya, ada tiga
kelompok negara bagian di Indonesia ini, yang di bawahnya masing-masing terdiri
atas provinsi-provinsi seperti sekarang.
Sebenarnya, di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan bahkan di Papua selama ini telah ada gerak sinkronisasi
koordinatif secara struktural-fungsional dari kumpulan provinsi yang di
kelompok kepulauan masing-masing. Di zaman Orde Lama dan Orde Baru, (almarhum)
Ir Sutami dan timnya bahkan sudah pernah mendesain empat kelompok kawasan
pembangunan dengan melihat pada jalur pemasaran barang-barang yang diproduksi
ke pasar dunia. Akan tetapi, di bawah Soekarno, kemudian Soeharto, tentu saja
ide ke arah federalisme tidak akan mendapatkan penyalurannya karena keduanya
adalah gembong negara kesatuan dan bukan negara persatuan.
Dari negara kesatuan ke negara
persatuan masa depan kiranya akan menjadi topik bahasan yang akan ramai dan
seru di antara para pemikir politik bangsa untuk dekade-dekade pada abad ke-21
ini.
Oleh : Mochtar Naim Sosiolog
Sumber : (http://phaul-heger.blogspot.com/2013/01/pemerintahan-federal.html/Kompas cetak, 7 Jan 2013)
Blogger Comment
Facebook Comment