Foto Victor Yaimo |
AKP Kiki Kurnia: "Kami Siap Untuk Bentrok".
"Victor, kami sudah siap lakukan chaos dan bentrok dengan anda semua", itulah kata-kata yang dilontarkan oleh seorang AKP Kiki Kurnia yang memimpin ratusan polisi dengan senjata lengkap kemarin (1/12) saat menghentikan long mars mahasiswa dan rakyat. Saya sangat sedih mendengar kata-kata yang tidak sepantasnya dikeluarkan oleh Polisi yang selama ini menunjukan dirinya sebagai pihak keamanan. Apakah polisi ingin aman atau mau bikin tidak aman?
Saat saya pimpin aksi long march menuju ke Expo Waena untuk selanjutnya mengikuti ibadah perayaan 1 Desember di Sentani, Polisi yang dibeck up TNI sudah menutup akses rakyat Papua Barat yang akan melakukan ibadah. Sejak hore hari (30/11), lapangan Theys H. Eluay yang merupakan lapangan milik perjuangan bangsa Papua Barat telah dikuasai TNI.Polri, padahal seluruh organisasi masyarakat sipil, jauh-jauh sebelumnya telah menyampaikan bahwa mereka akan melakukan Ibadah perayaan di tempat ini.
Polisi pada 19 November lalu masuk kedalam ruang ibadah di Aula STAKIN Sentani dan berusaha menghentikan saya yang sedang memberikan sambutan setelah ibadah, dan kini 1 Desember 2012 kemarin rakyat mau ibadah di makan Theys H. Eluay tapi dilarang, diblokade, dan ditangkap dengan kekuatan militernya. Pertanyaannya, mengapa TNI Polri sengaja kuasai lapangan itu dan tanpa malu membuat acara bakar batu dengan segelintir warga yang digiuri dengan rupiah.
Bila Polisi bertugas untuk keamanan, kenapa justru pihak keamanan memberikan rasa tidak aman terhadap warga yang melakukan aktivitas ibadah secara damai? Apakah lapangan Theys H Eluay yang merupakan milik rakyat pribumi Papua Barat itu hanya diperbolehkan pemakaiannya untuk TNI dan Polri? Bila hukum itu adil, mengapa komandan Polisi AKP Kiki Kurnia tidak dikenakan pasal penghasutan kekerasan? Padahal dirinya jelas-jelas menghasut aksi masa yang saya pimpin untuk lakukan kekerasan di depan ruas jalan RS Dian Harapan kemarin.
Jika polisi melarang Mahasiswa untuk mengkampanyekan stop AIDS pada peringatan hari kemerdekaan Papua Barat, kenapa harus dilarang? apakah polisi tidak ingin kompanye penyadaran HIV AIDS dilakukan? Bukankah ini bukti bahwa polisi melindungi dan menyukseskan pemusnahan etnis di Papua Barat? Kenapa polisi larang rakyat beribadah untuk memaknai hari kemerdekaan bangsa Papua Barat? Kenapa polisi lebih melihat motivasi politik ekonominya dari pada memahami niat baik rakyat yang ingin memaknai 1 Desember 2012 sebagai hari AIDS sedunia, pembukaan natal dan peringatan hari kemerdekaan bangsa Papua Barat?
Saya memimpin massa rakyat saya dengan aman dan terkendali. Saya sudah berikan jaminan diri saya untuk ditangkap atau ditembak bila ada perbuatan pidana yang dilakukan massa, tetapi kenapa dalam long march yang aman kami dibubarkan paksa dan ditangkap seperti binatang? Sebenarnya, siapa yang membuat pidana? apakah rakyat atau polisi?
Polisi bukan saja menghasut kekerasan terjadi, tetapi kemarain (1/12) polisi melalui Kapolresta Alfred Papare membuat pembohongan publik. Saya dan massa rakyat tidak melempar batu ke Polisi, namun dalam pernyataan sesuai yang diliput beberapa media bahwa Kapolresta mengatakan kami melempar. Di era yang terbuka begini, kenapa harus saling tipu disaat semua orang melihat bahwa polisi kemarin tanpa alasan langsung memblokade, menangkap dan menyerang massa dengan gas air mata. Setelah saya "melepaskan diri" dari Polsek Abepura, saya tidak pernah ditelepon Kapolresta Jayapura, Alfred Papare seperti yang dinyatakan Wakapolda Papua, Paulus Waterpau kepada media Tabloid Jubi.
Lebih Baik Kapolda Jadi Kadinsos
Ide Kapolda Papua, Tito Karnavian untuk bagi-bagi sembako, bagi-bagi bantuan kepada basis rakyat gunung orang Papua di Jayapura dan Kabupate Jayapura membuat saya sedikit bertanya. Apakah Kapolda sudah beralih fungi dari Kepala kepolisian yang harus menjaga keamanan dan menjadi Kepala Dinas sosial yang harus memberikan bantuan sosial kepada rakyat. Apakah negara ini sudah tidak waras? Uang untuk bantuan ke rakyat dikucurkan ke Kapolda dan Kapolda mengambil alih fungsi Departemen sosial.
Bagi saya, upaya Kapolda untuk meredam dan menghancurkan basis perjuangan Papua Merdeka terlihat spekulatif, juga sangat tidak tepat. Silahkan saja bila Kapolda dan Republik Indonesia menganggap bahwa Ideologi dapat dibeli dengan rupiah. Puluhan juta hingga ratusan dikucurkan ke Asrama Rusnawa Uncen yang selama ini menjadi basis perjuangan, dan Polisi sangat berharap mahasiswa memandang mereka sebagai orang-orang benar, orang-orang baik hati. Wah, lagi-lagi, lebih baik Institusi Polisi di Jayapura diganti sebagai Dinas Sosial atau Dinas pendidikan agar hal-hal menyangkut perbaikan Asrama Uncen dan Kesejahteraan mahasiswa sekalian diambil alih oleh Polisi saja.
Apakah Indonesia berpikir, uang dapat meredam ideologi orang Papua Barat untuk Merdeka? Saya yakin orang-orang Papua yang diberikan uang dan bantuan materi dari Polisi hanya sekedar memanfaatkannya, karena dalam diri orang Papua Barat keinginan untuk Papua Merdeka susah sangat mendarah daging. Jadi silahkan saja, polisi setengah mati dan buang-buang uang kepada orang Papua. Silahkan saja dulang simpati dan bermimpin medapat dukungan rakyat yang sudah membenci NKRI sejak awal pendudukan diatas tanah ini. Hampir setengah abad penerapan kebijakan NKRI di Papua Barat, uang dan segala model pembangunan sudah tidak mampu menjadikan orang Papua Barat menjadi manusia Indonesia. Papua akan bangkit dan bangun dirinya sendiri.
Ide Separatis dan Teroris Jadi Proyek TNI Polri
Tidak ada separatis dan teroris di Papua Barat, yang ada hanyalah rakyat yang tuntu hak penentuan nasib sendiri yang secara legal dilindungi oleh hukum internasional. Ide separatis dan teroris diciptakan oleh negara untuk memojokan perjuangan legal orang Papua Barat, juga diciptakan oleh TNI Polri yang memiliki nafsu perluasan teritori TNI.Polri dan uang. Demi uang saja, negara tipu aparat negara dan aparat negara tipu negara alias "baku tipu rame".
Organisasi saya, KNPB berjuang secara damai dan tidak ingin melakukan aksi-aksi kekacauan yang justru akan mempertebal kantong TNI.Polri untuk uang. Makanya, Polri tidak suka aksi damai, karena dalam situasi yang aman dan damai TNI.Polri akan dirudung miskin. Banyak institusi keamanan di Republik Indonesia dengan ratusan pasukannya yang harus dibiayai negara. Apalagi di Papua, saat ini banyak milisi sipil dibentuk NKRI, disana ribuan warga sipil direkrut dan mereka harus dibiayai. Semua dibuat untuk tujuan "baku rampas" alokasi keamanan dari Pemerintah Indonesia di Papua Barat yang dikucurkan atas nama "berantas separatis dan teroris".
Maaf, saya dan kelompok saya tidak akan kasih makan TNI Polri jadi tidak perlu kriminalisasi atau sengaja taru bom-bom itu di tempat KNPB berada untuk tujuan stigmanisasi agar proyek uang dapat terus dijaga. Ini cara-cara yang lasim dan kami bosan dengan cara-cara itu. Rakyat pintar, dan semakin pintar. Mereka sudah diajari oleh tipu muslihat penjajah. Cara-cara seperti itu pada akhirnya akan memudarkan citra NKRI di Papua Barat. Jadi lebih baik tidak usah susah paya mencari citra. Oh ya, kemarin di Guyana salah satu Anggota Parlemen sempat mengatakan kepada Benny Wenda "Penindasan itu sendiri akan membakar semangat perjuangan rakyat untuk berjuang memerdekakan diri".
Kenapa tidak bunuh saya atau kurung saya. Kenapa saya dilepaskan? Oh, bukankah itu kecolongan. Sampai ketemu di baku dapat. Disana, dijalan-jalan aksi demo. Sedang ku tanam benih perlawanan disini, dan engkau penjajah ikut menyuburkannya dengan kelakukanmu. Terima kasih penjajah yang terus mengajar kami menjadi manusia pemberontak sejati.
Sumber : Facebook Victor Yaimo
By. Suara Cendrawasih Kolaitaga
0 komentar :
Posting Komentar