News
Loading...

Masa depan Papua agaknya dipertaruhkan atas tafsir masa lalunya. Pihak prointegrasi mengunakan sejarah untuk melegitiminasi klaim bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia


Sorong/Jayapura/SUCENKO-Masa depan Papua agaknya dipertaruhkan atas tafsir masa lalunya. Pihak prointegrasi mengunakan sejarah untuk melegitiminasi klaim bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Itulah yang digambarkan para mantan pejuang 45,pejuang Trikora, dan dewan Musyawarah Pepera dalam sebuah sarasehan yang berlangsung di sorong, 27 april lalu. Sebaliknya hasil penilitian Tim Studi Alternative Dispute Resolution (ADR) Forum kerja sama (foker) LSM Irian Jayamendukung pandangan kelompok prokemerdekaan yang di rencanakan menggelar Kongres Papua, akhir mei ini. Tulisan berikut menyanjikan pandanagan kedua pihak tentang sejarah Papua Barat.

Lelaki itu bernama Koreri. Awalnya ia hanya lelaki berkudis yang dikucilkan masyarakat di sekelilingnya. Toh, berkata kekuatan gaib, Korei meraih kemuliaan. Sosok yang di kisahkan dalam hikayat kuno suku biak itu akhirnya menjelma menjadi manusia suci. Ia berhasil menikahi dengan gadis cantik bernama insoraki dan dikaruniai seorang anak bernama Konori.

Suatu hari, Koreri dan anak istrinya pergi berlajar. Mereka mendarat disebuah pantai. Saat itu, langit cerah. Ketika menginjakkan kaki di atas pasir,mata Konori tertumpuk pada deratan tanah besar di depanya, yang tak lain adalah Pengunungan Arfak di Manokwari. “ Hai Bapak, lihatlah, itu sup Irian.”kata korori kepada ayahnya. Mendengarkan itu, Koreri menegur anaknya,” Hai anakku, janganlah engkau menyebut nama (Irian) itu. Sebab itulah tanah nenek moyangmu.”

Sekelumit hikayat di atas menegaskan bahwa “Irian” bukanlah nama propaganda politik, “Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland” yang muncul akibat konflik Indonesia dan Belanda. Dalam bahasa Biak, berarti hangat atau panas. Kaum pelaut mengartikan panas sebagai pengusir kabut atau cahya yang mengusir kegelapan. Misalnya, ketika panas menerap pegunungan berkabut, kabut itu sirna.

Toh, kini nama Irian telah pula berubah menjadi Papua. Padahal menurut Djafar Hamis D.M. Umpain, mantan pejuang Trikora, istilah “Papua” duluhnya dipakai orang Melayu untuk mengejek kaum berkulit hitam itu. Perbedaan asal-usul nama tersebut bias menjadi refleksi perbedaan sikap kelompok prointegrasi dan prokemerdekaan atas nama pulau paling Timur itu. Selain itu, kedua pihak juga berbeda pandangan dalam sejarah pembentukan Irian. Dalam sarahsean di Sorong 27 April lalu, para mantan pejuang 45, pejuang Trikora, dan Dewan Musyawarah Pepera, memakai sejarah sebagai legitimasi mempertahankan Irian Jaya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebaiknya, hasil penilitian Tim Studi Altenative Dispute Rosulitian (ADR) Forum Kerjasama (Foker) LSM Irian Jaya lebih mendukung klaim bahwa Irian Jaya bukanlah bagian dari sejarah Indonesia.

Eksistensi Irian Jaya sebagai bagian dari Indonesia mengacu pada kekuasaan Kesultanan Tidore, dua abad lalu. Ketika berperang melawan Kesultanan Jailolo, Kesultanan Tidore di bantu oleh toko Biak. Gurabesi,bersama anak buahnya. Dan, ketika Gurabesi menikah dengan Putrid Boki dari Tidore. Nieuw Gunea (Irian Jaya)pun berada dibahwa kekuasaan Tidore Pada tahun 1824, Belanda mengakui kekuasaan Tidore di wilayah kepala burung hingga Mimika dan kepulauan Schouten. “Kerena Tidore selanjutnya mengakui keberadannya sebagai Negara Indonesia, berarti Irianpun merupakan bagian dari Indonesia.” Ujar Djafar Hamis. Lalu, sewaktu pemerintah Indonesia meresmikan pembentukan provinsi Irian Barat Perjuangan 17 Agustus 1956, ibu kotanya adalah Soasiu di Maluku Utara. Sultan Tidore Zainal Abidin Syah pun dijadikan Gubernur. 

Panafsiran bahwa Irian Jaya atau kini Papua sebagai bagian Kesultanan Tidore dipermasalahkanTim Studi ADR Foker LSM Irian Jaya. Hasil penilitian tim mencatat bahwa pola hubungan waktu itu adalah hubungan dengan melalui VOC. Sultan Tidore sendiri merupakan representasi kontingen Belanda. Ditambah lagi, berdasarkan Deklarasi Batavia, 7 Mei 1910, Nederlandsch Niauw Guinea (Papua Barat) tidak termasuk Hindia Belanda. Cakupan wilayah Hindia Belanda adalah mulai dari Aceh hingga Maluku, di bahwa kekuasaan Gubernur Hindia. Sementara, Papua Barat langsung berada bibahwa pengawasan Pemerintah Belanda.

Kenyataan lainnya, tokoh Papua tidak terlibat dalam gerakan kebangsaan Indonesia, seperti Budi Utomo (1908) dan Sumpa Pemuda Pemuda (1928). Dalam peristiwa bersejarah tersebut, demikian penilitian yang dilakukan 48 LSM pada tahun lalu itu, tak seorang pun pemuda Papua ikut ambil bagian. Bahkan, dalam proses Proklamasi 17 Agustus 1945, masyarakat Papua tidak ikut ambil bagian.

Kesahihan interpretasi Tim Studi ADR diraguakan Muskita, mantan pejuang Trikora dari Fak-fak. Menurut Mustika, ketikan Panitian Persiapkan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membagi wilayah Indonesia menjadi Sembilan provinsi, Nieuw Guinea termasuk didalamnya. “Nieuw Guinea masuk provinsi Maluku.” Katanya walaupun begitu, ucapan Muskita, Belanda dating kembali untuk menjajah dengan mengangkat R. Abdul Khari Wijojo Atmojo sebagai Senior Officer Netherland Indies Civil Administration di Nieuw Guinea.
Ketika pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia Serikat (RIS), Irian Barat tidak termasuk di dalamnya. “Dengan tidak sertakan dalam RIS, muncullah gerakan-gerakan untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi,” kata Muskita. Memang setelah itu, pasukan gerilya dan infiltran Indonesia mulai masuk ke Irian Barat.

1 Desember 1961,  bendera Papua Barat dikibarkan, Belanda
Pihak Belanda sendiri tak tinggal diam. Pada 6 April 1961, Dewan Nieuw Guinea-diangkap sebagai lembaga legislative-diresmikan di Holandia. Acara itu dihadiri utusan dari Australi, Papua New Guinea (Papua Nugini), Inggris, Prancis, dan Samoa Barat. Dewan yang diketuai oleh Olaf de Rijke itu terdiri dari 23 orang Irian dan lima orang Belanda. Malah, pada 1 Desember 1961, Belanda memerintahkan agar bendera Papua Barat dikibarkan, berdampingan dengan bendera Belanda. Lantas, Lagu berjudul “Hai Tanahku Papua” ciptaan Pendeta I.S.Keyne pun dijadikan sebagai lagu kebangsaan.

Titik sejarah itulah yang diyakini seluruh orang Papua sebagai hari Kemerdekaan Papua. Memang, seperti diuangkap Tim Studi ADR, sebelumnya Belanda telah mempersiapkan Papua Barat untuk merdeka. Itu ditandai dengan pembukaan keran pendirian partai politik dan pembentukan Dewan Distrik pada 1857. Dewan distrik merupakan himpunaan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama di setiap distrik. Tak pelak,Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat 1 Desember 1961 dianggap sebagai momentum pembentukan Papua.

Orang-orang Papua, demikian hasil penelitian Tim Studi ADR, yakni bahwa “ Negara baru” itu bukanlah Belanda karena sudah memulai sebuah proses panjang. Apalagi, mereka sudah merasa memiliki “kelengkapan Negara”, seperti bendera nasional Bintang Kejora, Lagu Kebangsaan “Hai Tanahku Papua”, dasar Negara “Kasih” ,Lambang Negara Burung Mamburuk, dan UUD dengan 149 pasal. Karen itulah, klaim Indonesia atas Papua membuat banyak orang Papua merasa terampas kemerdekannya.

“Kemerdekaan bangsaPapua itu tidak ada,” Ujar Djafar Hamis. Jadi, istilah perampas kemerdekaan itu tidaklah benar. Alasanya, proses pemerdekaan Papua disusun Belanda. Pada hal, Belanda sendiri dianggap tidak punya hak untuk itu. “Suatu negarakan harus ada presiden dan kabinetnya. Sedangkan itu tidak ada. Kalau diangkap sudah merdeka itu keliru,” katanya lagi.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Papua, Presiden Soekarno melakukan langkah yang sangat reaksioner. Pada 19 Desember 1961, di Jogyakarta, ia menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora), yang salah satunya poinnya berbunyi: gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial. Perintah itu diikuti dengan penetapan Komando Mandala pada 11 Januari 1962 dipimpin oleh Moyor Jenderal Soeharta. Selanjutnya, kegiata gerilya dan infiltrasi menyusul.

Pertentangan Indonesia dan Belanda tentang Irian Barat berujung dengan lahirnya perjanjian New York (New Yor Agreement). Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda ditetapkan berdasarkan Resolusi PBB No. 1752 tanggal 15 Agustus 1962. Isinya, antara lain, Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang berada dibahwa kekuasaan Sekjen PBB New York Agreement juga mengamanatkan Penetuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Irian Barat melalui pemungutan suara. Pilihan yang ditawarkan kepada penduduk Irian Barat: Tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau memutuskan hubungan dengan Indonesia.

Pepera dilaksanakan tanggal 14 juli hingga 2 Agustus 1969 degan disaksikan utusan PBB Ortis Sanz. Prose situ dilaksanakan dengan system perwakilan, yang didalamnya 1 orang mewakili 750 suara. Para wakil itu disebut Dewan musyawarah Pepera. Dan, dari 1.050 suara, semua  menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia. Itilah laporan Ortis Sanz yang disampaikan kepada PBB pada bulan November 1969. Hasil itu dikukuhkan lewat Resolusi PBB No.2504 tanggal 19 November 1969. Catatan sejarah itulah yang dijadikan legitimasi bahwa Irian Barat bagian dari Indonesia.

Ternyata, keabsahan Pepera yang belakangan mejadi masalah. Sebab, seperti di katakana Yohanes Sakof, Ketua Forum Komunitas Mahasiswa dan Masyarakat Papua Cabang Sorong, proses Pepera tentang sejumlah masyarakat Irian karena tidak menggunakan asas One Man One Vote. Bakan, ucap Yohanes Sakof, cara itu hanyalah rekayasan. Sebab pemelihan yang One Man One Vote sebenarnya sangat mungkin dilaksanakan waktu itu.

Hasil penelitian Tim ADR juga mengungkapkan bahwa pemilihan tidak berlangsung secara bebas seperti diamanatkan New York Agreement. Masalahnya prosedur penetuan pendapat berlangsung secara ketat di bahwa pengawasan tentara. Lagi, pula, dari 1.026 seorang wakil yang ditentukan sebelumnya, hanya 20 persen atau sekitar 200 orang yang memilih.

Masih menurut penelitian itu, para responden mengungkapkan bahwa ketidak jujuran bukan hanya berlaku pada saat pemilihan, tetapi juga pada saat sosialisasi menjelang Pepera. Seorang responden yang menyaksikan sambutan utusan UNTEA di Wamena mengakui bahwa terjemahan sambutan itu diselewengkan seolah-olah utusan tersebut berkampanya bagi kepentingan Indonesia.

Begitulah, tafsir-tafsir sejarah menjadi pertentangan yang terus saja meruncing di Papua hingga kini. Belum jelas benar ke mana arah masa depan pulau yang kaya sumber daya alam itu. Urusan tersebut mungkin akan sedikit jelas setelah Kongres Papua, yang direncanakan akan digelar kelompok prokemerdekaan pada 20 Mei.

Tak bias dimungkiri, seiring dengan bergulirnya reformasi, kekuatan prokemerdekaan semakin hari semakin bertambah. Sekarang, sudah tidak terhitung jumlah Bendera Bintang Kejora yang di kibarkan. Bahkan, pada Februari lalu. Dewan Presedium Papua telah terbentuk. Dewan itu terdiri dari orang-orang Papua yang prokemerdekaan. “Tidak ada kata batal untuk kemerdekaan Bangsa Papua,“ kata Theys Hiyo Eluay, Ketua Presidium. 

Semangat kemerdekaan Papua mungkin telah merembes ke suku-suku yang ada di Tanah Papua Barat. Karena Bangsa Papua sendiri terdiri dari 250 suku Bangsa yang mendiami bumi Cendrawasih Papua, pergesekan kepentingan di tingkat bawah agaknya tak terhindarikan. Misalnya, ketika ferduari lalu warga suku Moi memprotes kepemimpinan Buapti Sorong, Jhon Piet Wanona. Selain terdengar tuntutan untuk merdeka, dalam aksih itu, warga suku Moi ingin agar tokoh dari suku mereka di berikesempaten menggatikan bupati yang bersuku Aitinyo itu Wanane sendiri mengatakan, “Aksi itu sudah privokator.”

Kasus diatas mengindikasikan bahwa euphoria kemerdekaan Papua berpotensi memicu perselisihan antarasuku. Jika kondisi itu dibiarkan, kata Elias Papridey, tokoh Suku serui, bukan tidak mungkin menimbulkan pergolokan yang lebih tajam, bahkan, bias memicu perang antarasuku. Sebab menurut Elias, Primordialisme suku-suku di Papua masih tinggi. Bisakah Papua mendapatkan kemuliaan tanpa kekuatan gaib, seperti halnya Koreri ??

Sumber : Anton Bahtiar Rifa’I (sorong) dan Mohammad Kholifan (Jayapura)

Suara Cendrawasih Kolaitaga

Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar