(WEST PAPUA) |
Selama
12 tahun terakhir, Indonesia melakukan langkah besar menuju negeri
stabil dan demokratis ditopang masyarakat sipil yang kuat dan media
independen. Namun perhatian terhadap hak asasi manusia tetap menjadi
kekuatiran yang serius. Pejabat-pejabat tinggi cuma bicara tentang
perlindungan hak asasi manusia. Mereka tampaknya enggan mengambil
tindakan penegakan hukum terhadap institusi-institusi sektor keamanan
agar mematuhi standar hak asasi internasional. Pejabat-pejabat tinggi
tersebut juga enggan menghukum mereka yang bertanggung-jawab atas
berbagai pelanggaran.
Dugaan
terbaru keterlibatan aparat militer dalam penyiksaan muncul pada tahun
2010. Namun militer secara konsisten melindungi para pelaku dari
penyelidikan dan pemerintah melakukan sedikit usaha untuk membuat mereka
bertanggung-jawab. Pemerintah juga berbuat sedikit sekali dalam
mengurangi diskriminasi dan penyerangan terhadap kaum minoritas agama,
seksual, dan etnik.
Pada
Juli 2010, pemerintah Amerika Serikat mencabut larangan embargo militer
kepada Kopassus meski terus adanya keprihatinan serius akan catatan
pelanggaran HAM yang dilakukan elit tempur pasukan khusus tersebut.
Kebebasan Berekspresi
Meskipun
Indonesia saat ini memiliki media yang dinamis, pihak berwenang
menerapkan kebijakan yang keras dengan mengkriminalisasi mereka yang
mengangkat isu-isu kontroversial serta membungkam ekspresi damai.
Indonesia memenjarakan lebih dari 100 aktivis dari Maluku dan Papua
dengan dasar "makar" karena mengungkapkan pandangan politik, menggelar
demonstrasi, dan mengibarkan bendera separatis secara damai.
Pada
Agustus 2010, kepolisian Indonesia menangkap 21 orang terkait rencana
membentangkan bendera pro-kemerdekaan yang ditempelkan pada balon saat
kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Maluku. Polisi menyiksa
mereka dengan kejam selama berhari-hari termasuk memukul dengan tongkat
kayu dan besi dalam posisi yang menyakitkan. Pada September, aktivis
Papua Yusuf Sapakoly - pesakitan politik di bawah pidana makar pada 2007
karena membantu para aktivis mengibarkan bendera pro-kemerdekaan
Republik Maluku Selatan- meninggal karena gagal ginjal sesudah otoritas
penjara menolaknya mendapat bantuan medis. Pada Juli, sesudah 10 bulan
menerima penolakan, otoritas penjara di Papua mengizinkan pesakitan
politik Filep Karma dibawa ke Jakarta guna operasi mendesak.
Pasal-pasal
pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penistaan terus digunakan bagi
mereka yang menghina pejabat publik dan membuat pernyataan yang secara
sengaja merugikan reputasi orang lain meskipun pernyataan mereka benar.
Pada awal 2010, Tukijo - petani dari Yogyakarta - divonis enam bulan
masa percobaan dan penangguhan penjara tiga bulan atas pencemaran nama
baik sesudah minta pejabat lokal mengungkapkan hasil pengukuran tanah.
Reformasi Militer dan Impunitas
Indonesia
tetap tak melakukan penyelidikan secara kredibel bagi sebagian besar
dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparatur militer. Meski ada
rekomendasi parlemen pada September 2009, Presiden Yudhoyono pada 2010
gagal mengesahkan pengadilan ad-hoc guna menyelidiki korban-korban
penghilangan paksa aktivis mahasiswa 1997-98. Tak ada satupun kemajuan
dalam rancangan undang-undang yang diajukan parlemen memberi kewenangan
pengadilan sipil mengadili tentara-tentara yang terlibat dalam kejahatan
sipil. Pada November, pengadilan militer di Papua menghukum empat
tentara atas pemukulan penduduk desa di Papua, divonis penjara antara
lima sampai tujuh bulan - insiden pemukulan ini direkam dengan kamera
telepon. Video lain merekam anggota militer menyiksa dua warga sipil
muncul tahun ini, tapi pelakunya tak dihadapkan ke pengadilan.
Mengabaikan
rekomendasi dari tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, kepolisian dan
kejaksaan tak mengambil langkah serius guna membuka kembali kasus mantan
deputi Badan Intelijen Negara dan komandan Kopassus, Mayjen Muchdi
Purwopranjono, yang terlibat dalam pembunuhan pembela hak asasi manusia
Munir Said Thalib pada 2004.
Pada
Januari, Presiden Yudhoyono menetapkan Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin,
terlibat dalam penghilangan paksa mahasiswa 1997-98 dan kejahatan HAM
serius di Timor Timur, sebagai Wakil Menteri Pertahanan.
Dari
18 personil Kopassus yang dihukum karena pelanggaran HAM sejak 1999,
paling tidak 11 di antara mereka tetap berdinas di militer. Pada 22
Maret, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berjanji secara terbuka
menangguhkan para pejabat dari dinas militer atas dugaan pelanggaran HAM
berat di masa mendatang, memecat mereka yang divonis, dan kooperatif
dengan penuntutan mereka. Enam hari kemudian, tentara-tentara di Depok
dituduh menyerang secara bertubi-tubi empat anak muda yang diduga
mencuri sepeda. Polisi militer menyatakan telah menyelidiki para tentara
tersebut tapi tak ada informasi lanjut yang menjelaskan para pelaku
dituntut atau dikenakan sanksi disiplin.
Tentara
Nasional Indonesia masih memegang kepemilikan sebagian besar unit-unit
bisnis mereka meski ada undang-undang yang mengharuskan pemerintah
menutup semua bisnis militer atau mengambil-alih selambatnya Oktober
2009. Pemerintah hanya memerintahkan restrukturasi sebagian dari
bisnis-bisnis militer-untuk badan koperasi dan yayasan-di mana militer
menaruh sebagian besar investasi. Hingga laporan ini ditulis, tim
pengawas restrukturasi gagal memenuhi kinerjanya yang sudah jatuh tempo
pada bulan Agustus.
Kebebasan Beragama
Pejabat
negara Indonesia membenarkan pelarangan kebebasan beragama atas nama
ketertiban umum. Pada April, Mahkamah Konstitusi menguatkan
Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 yang mengatur pelarangan "penodaan agama",
mengkriminalisasikan praktik keyakinan yang dianggap menyimpang dari
kegiatan keagamaan satu dari enam agama resmi yang diakui negara, dengan
dasar menjaga ketertiban umum.
Dalam
beberapa kejadian, organisasi militan Islam memobilisasi kelompok
masyarakat yang jauh lebih besar dan menyerang tempat-tempat ibadah
komunitas minoritas. Kepolisian seringkali gagal menangkap para pelaku
kekerasan. Pada Juli, pemerintah daerah berusaha menyegel masjid yang
menjadi tempat ibadah jemaah Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat. Ketika
anggota jemaah Ahmadiyah menghalangi mereka, ratusan penyeru
anti-Ahmadiyah mencoba tutup paksa masjid, mengakibatkan luka ringan.
Kepolisian tak melakukan penangkapan. Pada Agustus, Menteri Agama
menyerukan pelarangan kegiatan Ahmadiyah, menyatakan kekerasan yang
muncul disebabkan jemaah Ahmadiyah tak mematuhi Surat Keputusan Bersama
Tiga Menteri pada 2008 yang mengharuskan jemaah Ahmadiyah untuk tidak
menyebarkan ajaran agama mereka.
Beberapa
jemaah agama minoritas menangkap kesan bahwa pejabat pemerintah
setempat menolak secara sewenang-sewenang untuk memberikan izin
mendirikan rumah ibadah sebagai syarat hukum yang berlaku di Indonesia.
Bagi mereka yang berusaha mendirikan rumah ibadah tanpa izin malah
menghadapi serangan dan kekerasan.
Pada
Agustus, para penentang menyerang suatu jemaah Prostestan di Bekasi,
daerah pinggiran Jakarta. Ini dimulai saat jemaah memiliki surat tanah
guna mendirikan tempat ibadah namun pemerintah setempat menolak
memberikan izin serta menyegel dua rumah yang mereka gunakan untuk
tempat ibadah. Sekitar 20 jemaah luka-luka, tapi pihak kepolisian tak
melakukan penangkapan. Pada September, para penentang menyerang dua
panitua jemaah, salah satunya mendapatkan luka serius. Kepolisian
menahan 10 tersangka, termasuk ketua Front Pembela Islam cabang Bekasi.
Orientasi Seksual dan Identitas Gender
Sebagai
sinyal meningkatnya intoleransi sosial, di bawah ancaman Front Pembela
Islam, terjadi pembubaran paksa terhadap acara pertemuan regional
International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association
(ILGA) di Surabaya pada Maret dan lokakarya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia tentang transgender pada April 2010.
Papua/ Papua Barat
Pada
2010, Indonesia terus melakukan pembatasan akses ke Papua untuk
pemantau hak asasi manusia dan wartawan asing-yang memperburuk iklim
impunitas. Indonesia mengusir Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
dari Papua pada 2009; kantornya masih dibekukan pada 2010.
Pada
Mei, pejabat pemerintah memindah-tugaskan Anthonius Ayorbaba, sipir
penjara Abepura, sesudah Komnas HAM Papua menyatakan dia
bertanggung-jawab atas insiden pemukulan bertubi-tubi terhadap tahanan
oleh para sipir penjara. Namun, pihak berwenang tak melakukan
penyelidikan lebih lanjut terhadap Ayorbaba serta tak mengambil langkah
serius untuk mengatasi tuduhan penyiksaan tahanan di Abepura.
Pada
Juli, jurnalis Papua, Ardiansyah Matra'is ditemukan jasadnya di sebuah
sungai. Matra'is meliput rencana pembangunan agribisnis skala besar di
Merauke dan pembalakan liar yang melibatkan petugas-petugas polisi.
Kepolisian mengklaim dia bunuh diri, tapi dalam otopsi, dia meninggal
sebelum terjun ke sungai.
Di
tengah publikasi besar-besaran sebuah video yang menggambarkan polisi
Brigade Mobil menghina Yawan Wayeni setelah mereka melukai perutnya
menusuk perutnya hingga usus terburai, pejabat kepolisian tak melakukan
usaha penyelidikan atau pengusutan terhadap mereka yang
bertanggung-jawab atas pembunuhan Wayeni.
Pada
Oktober, sebuah video dari telepon seluler berdurasi 10 menit,
menggambarkan tentara-tentara Indonesia secara brutal menyiksa dua
petani Papua, Tunaliwor Kiwo dan Telangga Gire. Mereka diinterogasi
tentang senjata. Kiwo menjerit kesakitan saat kayu panas berulang-ulang
ditempelkan pada alat kelaminnya. Pemerintah Indonesia berjanji mengusut
para pelaku penyiksaan ini.
Aceh
Pemerintah
provinsi Aceh terus menerapkan hukum syariah yang represif tentang cara
berbusana dan aturan "khalwat"-mengutuk hubungan antara pasangan belum
menikah berdua-duaan di tempat sepi-seringkali polisi syariah melakukan
pelecehan, intimidasi, serta menangkap dan menahan secara
sewenang-wenang laki-laki dan perempuan. Kelompok masyarakat setempat
juga memaksa masuk rumah-rumah dan menyerang serta mempermalukan
pasangan di depan publik dengan hukum khalwat. Kepolisian melakukan
sedikit usaha untuk mencegah perilaku sewenang-wenang ini.
Pada
Januari 2010, tiga petugas polisi syariah memerkosa seorang gadis muda
yang mereka tahan semalaman atas tuduhan khalwat. Pejabat berwenang
mengganti kepala polisi syariah setempat dan dua pelaku diadili dengan
dihukum penjara delapan tahun. Namun pemerintah menolak untuk menerapkan
langkah-langkah perbaikan yang lebih sistemik.
Pada
Juli, pemerintah kabupaten Aceh Barat melarang perempuan memakai celana
ketat dan memberi kewenangan polisi syariah setempat untuk memaksa
perempuan yang mengenakan celana ketat segera mengganti dengan rok
rancangan pemerintah.
Perkembangan
positifnya, Gubernur Aceh menolak untuk menerapkan sebuah rancangan
undang-undang 2009 yang akan menambahi daftar pelanggaran syariah,
meningkatkan kekuatiran akan masalah hak asasi manusia, termasuk
mengkriminalisasi praktik perzinahan oleh seseorang yang sudah menikah
serta menghukumnya dengan denda hingga mati dirajam.
Buruh Domestik Migran
Buruh
domestik migran terus menghadapi berbagai pelanggaran dan perlakuan
kejam sejak proses rekrutmen di Indonesia hingga saat bekerja di luar
negeri. Pemerintah gagal menghentikan para perekrut setempat yang
membebankan calon buruh migran dengan ongkos tinggi, membuat mereka
memiliki utang besar-hal ini menambah situasi kerja paksa di luar
negeri. Merujuk kekuatiran atas berbagai perlakuan buruk, pemerintah
tetap melarang pengiriman buruh baru ke Malaysia dan Kuwait, dan pada
2010 menghentikan dan mencabut larangan pengiriman ke Yordania.
Negosiasi perubahan nota kesepakatan 2006 dengan Malaysia tentang buruh
migran, pada awalnya diharapkan selesai pada 2009, berulang-kali buntu
terutama menyangkut penetapan upah minumum dan struktur biaya
perekrutan.
Buruh Domestik Anak
Ratusan
ribu gadis di Indonesia bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Bekerja
dengan jam kerja yang panjang, tanpa hari libur, dan dilarang
meninggalkan rumah majikan. Dalam kasus terburuk, gadis-gadis ini
mengalami tindakan fisik, psikologis dan seksual oleh majikan mereka.
Saat ini, undang-undang buruh di Indonesia tak memasukkan segala jenis
pekerja rumah tangga ke dalam hak-hak dasar buruh yang hanya ditujukan
bagi buruh formal.
Dewan
Perwakilan Rakyat gagal menyusun RUU Pekerja Rumah Tangga menjadi
undang-undang. Komisi di DPR menghentikan pembahasan RUU pada Juli 2010
karena ketidaksepakatan di internal, terutama menyangkut ketentuan yang
akan memberi pekerja rumah tangga dibayar sesuai upah minimum.
Migrasi dan Pengungsi
Indonesia
tak menawarkan suaka kepada para pengungsi dan belum meratifikasi
Konvensi Pengungsi 1951. Malahan Indonesia menahan pencari suaka karena
tekanan negara asing. Indonesia menahan hampir 1.300 orang migran antara
Januari dan Juni 2010, kebanyakan yang berusaha mencapai Australia.
Beberapa organisasi melaporkan perlakuan buruk dan pelayanan di bawah
standar saat para migran ini ditahan.
Aktor-aktor Kunci Internasional
Indonesia
terus berperan dalam kepemimpinan di ASEAN dan menunjuk seorang ahli
independen yang didukung kelompok masyarakat sipil sebagai perwakilan
dalam Komisi HAM antar-Pemerintah ASEAN (AICHR)-sesi resminya pertama
kali diadakan di Jakarta, April 2010. Namun Indonesia gagal mendesak
penguatan mandat AICHR yang lemah atau partisipasi yang substansial oleh
organisasi masyarakat sipil dalam kerjanya tersebut.
Amerika
Serikat memerluas kerjasama bilateral dengan Indonesia melalui
penerapan Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia. Pada Juli, AS mencabut
embargo militer yang sudah berlangsung 11 tahun terhadap Kopassus, meski
ada keprihatinan mendalam atas impunitas dan catatan HAM dari pasukan
khusus ini. AS mengusulkan dipindah-tugaskannya tentara-tentara
Indonesia yang sebelumnya dihukum karena terlibat pelanggaran HAM dari
kesatuan mereka. Namun AS tidak meminta mereka dipecat dari dinas
militer. Pada November, Presiden Barack Obama berkunjung ke Jakarta guna
mendiskusikan Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia, menyiratkan
kerjasama yang kian erat antara kedua negara. Obama tak mengungkapkan
keprihatinan secara spesifik atas catatan HAM yang buruk di Indonesia.
AS
juga terus menyediakan dukungan signifikan kepada Densus 88, unit
kepolisian kontra-terorisme, tapi menyatakan mencabut bantuan untuk
Densus unit Maluku pada 2008 sesudah mereka terlibat dalam pelanggaran
HAM.
Pada
September, Komisi Luar Negeri DPR AS mengadakan dengar-pendapat guna
mendiskusikan pelanggaran-pelanggaran HAM oleh Tentara Nasional
Indonesia dan minimnya pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
Pemerintah
Australia terus bekerjasama dengan Kopassus dan Detasemen 88. Pada
September, Australia mencatat terjadi penyiksaan di Maluku oleh Densus
88 tapi tak mengumumkan akan mencabut bantuan.
Pada
Juni, Uni Eropa mengadakan kali pertama Dialog HAM Uni Eropa-Indonesia
di Jakarta. Uni Eropa melaporkan akan meningkatkan kepeduliannya tapi
tak menunjukkan apakah itu merujuk pada perbaikan HAM secara spesifik.
Sumber : www.star-papua.com
Blogger Comment
Facebook Comment