Jayapura, 15/5 -– Aksi menuntut keadilan
atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua tetap dilakukan,
namun aparat kepolisian tidak merestui dan mengijinkan, sehingga
beberapa peristiwa pada 13 Mei 2013 sempat terjadi beberapa perlawanan
antara massa aksi dengan aparat kepolsian demikian sebaliknya.
Terkait hal tersebut diatas, Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, mengeluarkan pernyataan pers terkait kronologis kejadian saat aksi damai Senin, 13 Mei 2013, yang tidak mendapatkan ijin dan sempat terjadi beberapa aksi – aksi yang tidak diinginkan antara massa aksi dengan aparat kepolisian, demikian sebaliknya.
Selepas pertemuan yang tidak mencapai kata sepakat dengan Direktur Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki, para aktivis yang tergabung dalam aksi solidaritas kembali melanjutkan pertemuan koordinasi pemantapan aksi, meski pihak kepolisian tidak merestui pelaksanaan aksi.
Selanjutnya, sesuai koordinasi akhir pada Minggu malam,l 12 Mei 2013, para penanggung jawab aksi telah bersepakat bahwa permulaan aksi untuk mengorganisir massa sebelum menuju kantor MRP akan dipusatkan di dua lokasi berbeda; di depan Gapura Kampus Universitas Cenderasih (Uncen) Abepura dan Gapura Kampus Uncen Waena.
Tiba pada Senin 13 Mei 2013, aksi di dua tempat berbeda tersebut dimulai saat massa berkumpul pada jam 06.30 waktu Jayapura (Papua). Pelaksanaan aksi didukung sejumlah atribut seperti; megaphone dan spanduk. Di depan Gapura Uncen Abepura, aksi dimulai dengan beberapa orang mahasiswa menutup pintu pagar masuk-keluar kampus sehingga melumpuhkan aktivitas perkuliahan.
Demikian halnya yang terjadi di areal jalan raya menuju Kampus Uncen Waena. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi solidaritas juga menurunkan palang yang biasanya dipakai merintangi jalan raya menuju Kampus Uncen Waena.
Aksi di kedua tempat yang hampir dilakukan secara bersamaan itu lalu dilanjutkan dengan orasi-orasi dari para mahasiswa secara bergantian untuk mengumpulkan massa aksi. Massa yang terkonsentrasi di depan Gapura Kampus Uncen Waena dikoordinir Yason Ngelia, Bovit Bofra dan Marthen Manggaprouw.
Sedangkan aksi di depan Gapura Kampus Uncen Abepura dikoordinir Septi Maidodga dan Agus Kadepa yang tampil percaya diri mengenakan jas almamater Uncen berwarna kuning.
Sementara para mahasiswa sedang melakukan orasi secara bergantian di bawah Gapura Kampus Uncen Waena, datang Pembantu Rektor (PR) III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Paulus Homer dan Pembantu Dekan (PD) III FISIP Uncen, Drs. Yan Piet Morin untuk bernegosiasi dengan Yason Ngelia selaku koordinator aksi. Pada saat itu PR III meminta Yason harus membubarkan massa karena aksi yang dilakukan dirasa mengganggu aktivitas perkuliahan.
Sempat terjadi tawar menawar, namun Yason beserta massa yang ada ngotot untuk melaksanakan aksi. Tidak lama berselang, sekitar pukul 09.15, dua buah mobil baracuda dan sejumlah truck Dalmas Polresta Jayapura yang di dalamnya dipenuhi puluhan anggota brimob serta beberapa mobil polisi yang diiringgi bunyi sirene yang meraung-raung tiba-tiba muncul dari arah Abepura dan berhenti di pinggir badan jalan beberapa meter dari gapura.
Dari dalam sebuah mobil keluar Kabag Operasi Polresta Jayapura, Komisaris Polisi (Kompol) Kiki Kurnia didampingi anak buahnya.
Melihat Kabag Ops keluar dari mobil, Yason dengan serta-merta berteriak kepada massa; “mari teman-teman kita berikan sambutan kepada sang provokator yang datang,” disertai tepukan tangan bermotif mengejek.
Kompol Kiki Kurnia lalu mendekat dan menyapa PR III Uncen Paulus Homer, PD III Fisip Uncen Yan Piet Morin, kemudian berlanjut ke Yason dan teman-temannya. Setelah itu, PR III Paulus Homer meminta Kiki Kurnia selalu pihak kepolian membantu bernegosiasi dengan mahasiswa agar membuka palang.
Kiki selanjutnya meminta ijin dan memberi komando kepada anak buahnya untuk mendekat membuka palang. Melihat hal ini, Yason lalu mengarahkan massa untuk mengambil jarak, berlindung di balik jeruji pagar kampus. Bersamaan pula sempat terjadi perdebatan dengan PR III Paulus Homer karena telah mengijinkan polisi membuka palang.
Ketika dilakukan upaya negosiasi, massa KNPB yang berjumlah 30-an orang dengan dipandu mobil komando yang dikoordinir Victor Yeimo, berjalan dari arah asrama Putra Uncen sambil membawa spanduk lalu bergabung dengan 50-an mahasiswa yang tadinya sudah berkumpul di bawah gapura. Victor Yeimo lalu menyampaikan orasinya dan jumlah massa pun semakin membludak hingga hampir 100-an orang.
Melihat massa yang terus bertambah, Kiki Kurnia lantas memberi peringatan tegas kepada massa bahwa polisi akan menahan mobil komando (mobil pemandu aksi). Tapi Victor Yeimo yang sedang berorasi, berkata dengan tegas bahwa mobil komando bagian dari perangkat aksi sehingga polisi tidak berhak membawanya.
Selanjutnya sempat terjadi adu mulut antara Victor dengan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia, sehingga massa juga makin larut dalam ketengangan dengan polisi. Melihat situasi ini, Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare yang pada saat bersamaan tiba di lokasi lalu berupaya menenangkan massa dengan pernyataan-pernyataan bernada datar (diplomatis).
Tetapi pada saat bersamaan, Kiki Kurnia juga memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih mobil pemandu aksi dari massa lalu membawa mobil itu ke arah pohon ketapang yang tegak berdiri tak jauh dari gapura. Namun massa bersama beberapa penanggung jawab aksi yang marah mendesak agar mobil komando tidak ditahan. Kapolresta pun menanggapinya dengan memberi jaminan kalau mobil komando (pemandu aksi) tidak akan ditahan.
Setelah itu, Kapolresta AKBP Alfred Papare berupaya bernegosiasi kembali dengan penanggung jawab aksi agar sebaiknya aksi tidak dilakukan dengan massa yang banyak menuju MRP. Tetap cukup dengan mengutus 10 orang perwakilan dari penanggung jawab aksi untuk bertemu pimpinan MRP guna menyampaikan aspirasi.
Soalnya kata Kapolresta, pihaknya melalui Polda Papua semalam (hari mingggu malam tanggal 12 Mei) telah berkoordinasi dengan pimpinan MRP terkait rencana aksi demo masyarakat ke lembaga kultural ini. Lagi menurut Kapolresta, para anggota MRP telah memberi sinyal bahwa mereka hanya mau menerima 10 orang perwakilan massa.
Sebab ada kekuatiran jika massa dalam jumlah besar berdemo ke kantor MRP, akan berakibat dirusaknya fasilitas di kantor ini.
Mendengar penjelasan Kapolresta, penanggung jawab aksi dan massa tetap ngotot untuk berjalan bersama-sama menuju kantor MRP tanpa harus menggutus perwakilan. Soal ini sempat terjadi tawar menawar antara Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare dan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia, dengan penanggung jawab aksi. Dalam situasi ini, orasi masih terus dilakukan secara bergantian disertai tawar menawar. Namun Kapolresta Alfred Papare menegaskan bahwa massa tidak diijinkan melakukan long mars ke kantor MRP.
Mendengar penegasan Kapolresta, massa lalu mendesak agar Kapolrestas harus menyiapkan kendaraan yang dapat ditumpangi ke kantor MRP. Namun karena tidak ada kendaraan lain untuk ditumpangi, Kapolresta menawarkan dengan memerintahkan anak buahnya yang berada di dalam truck untuk turun karena truck akan mengangkut massa ke MRP.
Namun tawaran Kapolresta tidak diinginkan oleh Victor Yeimo yang saat itu masih mengendalikan pengeras suara. Mendengar penolakan itu, Kapolresta meminta massa bersabar sekitar 20 menit karena polisi sedang mengupayakan truck lain untuk ditumpangi massa ke MRP.
Polisi kemudian berhasil membawa 2 truck biasa ke arah gapura dan tidak lama kemudian Victor Yeimo lalu mengkoordinir massa untuk naik secara tertib ke truck yang telah disediakan. Saat itu massa yang menyatu di depan Gapura Uncen juga membawa foto-foto korban penembakan di Aimas Sorong dan beberapa spanduk yang bertuliskan: “Kami Menuntut Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat Bertanggung Jawab Atas Tragedi penembakan di Aimas Sorong; Mendesak Dibukanya Akses bagi Pelapor Khusus PBB ke Papua; Kami Butuh Dukungan dari Negara-negara Melanesia Pasifik atas Saudara-saudara di Papua; Rakyat Papua Mendukung Pembentukan Kantor Perwakilan Free West Papua Campaign di Oxford Inggris.”
Setelah truck yang hendak ditumpangi terisi penuh, massa yang tidak menumpang truck diarahkan untuk dapat menggunakan motor agar membentuk iring-iringan kendaraan. Namun polisi tidak mengijinkan massa yang menggunakan motor untuk beriring-iringan bersama truck. Akhirnya massa yang menggunakan motor diarahkan melewati jalan Asrama Putri dan selanjutnya menunggu di depan jalan masuk perumahan dosen Uncen Otto Wospakrik.
Terkait hal tersebut diatas, Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, mengeluarkan pernyataan pers terkait kronologis kejadian saat aksi damai Senin, 13 Mei 2013, yang tidak mendapatkan ijin dan sempat terjadi beberapa aksi – aksi yang tidak diinginkan antara massa aksi dengan aparat kepolisian, demikian sebaliknya.
Selepas pertemuan yang tidak mencapai kata sepakat dengan Direktur Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki, para aktivis yang tergabung dalam aksi solidaritas kembali melanjutkan pertemuan koordinasi pemantapan aksi, meski pihak kepolisian tidak merestui pelaksanaan aksi.
Selanjutnya, sesuai koordinasi akhir pada Minggu malam,l 12 Mei 2013, para penanggung jawab aksi telah bersepakat bahwa permulaan aksi untuk mengorganisir massa sebelum menuju kantor MRP akan dipusatkan di dua lokasi berbeda; di depan Gapura Kampus Universitas Cenderasih (Uncen) Abepura dan Gapura Kampus Uncen Waena.
Tiba pada Senin 13 Mei 2013, aksi di dua tempat berbeda tersebut dimulai saat massa berkumpul pada jam 06.30 waktu Jayapura (Papua). Pelaksanaan aksi didukung sejumlah atribut seperti; megaphone dan spanduk. Di depan Gapura Uncen Abepura, aksi dimulai dengan beberapa orang mahasiswa menutup pintu pagar masuk-keluar kampus sehingga melumpuhkan aktivitas perkuliahan.
Demikian halnya yang terjadi di areal jalan raya menuju Kampus Uncen Waena. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi solidaritas juga menurunkan palang yang biasanya dipakai merintangi jalan raya menuju Kampus Uncen Waena.
Aksi di kedua tempat yang hampir dilakukan secara bersamaan itu lalu dilanjutkan dengan orasi-orasi dari para mahasiswa secara bergantian untuk mengumpulkan massa aksi. Massa yang terkonsentrasi di depan Gapura Kampus Uncen Waena dikoordinir Yason Ngelia, Bovit Bofra dan Marthen Manggaprouw.
Sedangkan aksi di depan Gapura Kampus Uncen Abepura dikoordinir Septi Maidodga dan Agus Kadepa yang tampil percaya diri mengenakan jas almamater Uncen berwarna kuning.
Sementara para mahasiswa sedang melakukan orasi secara bergantian di bawah Gapura Kampus Uncen Waena, datang Pembantu Rektor (PR) III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Paulus Homer dan Pembantu Dekan (PD) III FISIP Uncen, Drs. Yan Piet Morin untuk bernegosiasi dengan Yason Ngelia selaku koordinator aksi. Pada saat itu PR III meminta Yason harus membubarkan massa karena aksi yang dilakukan dirasa mengganggu aktivitas perkuliahan.
Sempat terjadi tawar menawar, namun Yason beserta massa yang ada ngotot untuk melaksanakan aksi. Tidak lama berselang, sekitar pukul 09.15, dua buah mobil baracuda dan sejumlah truck Dalmas Polresta Jayapura yang di dalamnya dipenuhi puluhan anggota brimob serta beberapa mobil polisi yang diiringgi bunyi sirene yang meraung-raung tiba-tiba muncul dari arah Abepura dan berhenti di pinggir badan jalan beberapa meter dari gapura.
Dari dalam sebuah mobil keluar Kabag Operasi Polresta Jayapura, Komisaris Polisi (Kompol) Kiki Kurnia didampingi anak buahnya.
Melihat Kabag Ops keluar dari mobil, Yason dengan serta-merta berteriak kepada massa; “mari teman-teman kita berikan sambutan kepada sang provokator yang datang,” disertai tepukan tangan bermotif mengejek.
Kompol Kiki Kurnia lalu mendekat dan menyapa PR III Uncen Paulus Homer, PD III Fisip Uncen Yan Piet Morin, kemudian berlanjut ke Yason dan teman-temannya. Setelah itu, PR III Paulus Homer meminta Kiki Kurnia selalu pihak kepolian membantu bernegosiasi dengan mahasiswa agar membuka palang.
Kiki selanjutnya meminta ijin dan memberi komando kepada anak buahnya untuk mendekat membuka palang. Melihat hal ini, Yason lalu mengarahkan massa untuk mengambil jarak, berlindung di balik jeruji pagar kampus. Bersamaan pula sempat terjadi perdebatan dengan PR III Paulus Homer karena telah mengijinkan polisi membuka palang.
Ketika dilakukan upaya negosiasi, massa KNPB yang berjumlah 30-an orang dengan dipandu mobil komando yang dikoordinir Victor Yeimo, berjalan dari arah asrama Putra Uncen sambil membawa spanduk lalu bergabung dengan 50-an mahasiswa yang tadinya sudah berkumpul di bawah gapura. Victor Yeimo lalu menyampaikan orasinya dan jumlah massa pun semakin membludak hingga hampir 100-an orang.
Melihat massa yang terus bertambah, Kiki Kurnia lantas memberi peringatan tegas kepada massa bahwa polisi akan menahan mobil komando (mobil pemandu aksi). Tapi Victor Yeimo yang sedang berorasi, berkata dengan tegas bahwa mobil komando bagian dari perangkat aksi sehingga polisi tidak berhak membawanya.
Selanjutnya sempat terjadi adu mulut antara Victor dengan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia, sehingga massa juga makin larut dalam ketengangan dengan polisi. Melihat situasi ini, Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare yang pada saat bersamaan tiba di lokasi lalu berupaya menenangkan massa dengan pernyataan-pernyataan bernada datar (diplomatis).
Tetapi pada saat bersamaan, Kiki Kurnia juga memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih mobil pemandu aksi dari massa lalu membawa mobil itu ke arah pohon ketapang yang tegak berdiri tak jauh dari gapura. Namun massa bersama beberapa penanggung jawab aksi yang marah mendesak agar mobil komando tidak ditahan. Kapolresta pun menanggapinya dengan memberi jaminan kalau mobil komando (pemandu aksi) tidak akan ditahan.
Setelah itu, Kapolresta AKBP Alfred Papare berupaya bernegosiasi kembali dengan penanggung jawab aksi agar sebaiknya aksi tidak dilakukan dengan massa yang banyak menuju MRP. Tetap cukup dengan mengutus 10 orang perwakilan dari penanggung jawab aksi untuk bertemu pimpinan MRP guna menyampaikan aspirasi.
Soalnya kata Kapolresta, pihaknya melalui Polda Papua semalam (hari mingggu malam tanggal 12 Mei) telah berkoordinasi dengan pimpinan MRP terkait rencana aksi demo masyarakat ke lembaga kultural ini. Lagi menurut Kapolresta, para anggota MRP telah memberi sinyal bahwa mereka hanya mau menerima 10 orang perwakilan massa.
Sebab ada kekuatiran jika massa dalam jumlah besar berdemo ke kantor MRP, akan berakibat dirusaknya fasilitas di kantor ini.
Mendengar penjelasan Kapolresta, penanggung jawab aksi dan massa tetap ngotot untuk berjalan bersama-sama menuju kantor MRP tanpa harus menggutus perwakilan. Soal ini sempat terjadi tawar menawar antara Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare dan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia, dengan penanggung jawab aksi. Dalam situasi ini, orasi masih terus dilakukan secara bergantian disertai tawar menawar. Namun Kapolresta Alfred Papare menegaskan bahwa massa tidak diijinkan melakukan long mars ke kantor MRP.
Mendengar penegasan Kapolresta, massa lalu mendesak agar Kapolrestas harus menyiapkan kendaraan yang dapat ditumpangi ke kantor MRP. Namun karena tidak ada kendaraan lain untuk ditumpangi, Kapolresta menawarkan dengan memerintahkan anak buahnya yang berada di dalam truck untuk turun karena truck akan mengangkut massa ke MRP.
Namun tawaran Kapolresta tidak diinginkan oleh Victor Yeimo yang saat itu masih mengendalikan pengeras suara. Mendengar penolakan itu, Kapolresta meminta massa bersabar sekitar 20 menit karena polisi sedang mengupayakan truck lain untuk ditumpangi massa ke MRP.
Polisi kemudian berhasil membawa 2 truck biasa ke arah gapura dan tidak lama kemudian Victor Yeimo lalu mengkoordinir massa untuk naik secara tertib ke truck yang telah disediakan. Saat itu massa yang menyatu di depan Gapura Uncen juga membawa foto-foto korban penembakan di Aimas Sorong dan beberapa spanduk yang bertuliskan: “Kami Menuntut Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat Bertanggung Jawab Atas Tragedi penembakan di Aimas Sorong; Mendesak Dibukanya Akses bagi Pelapor Khusus PBB ke Papua; Kami Butuh Dukungan dari Negara-negara Melanesia Pasifik atas Saudara-saudara di Papua; Rakyat Papua Mendukung Pembentukan Kantor Perwakilan Free West Papua Campaign di Oxford Inggris.”
Setelah truck yang hendak ditumpangi terisi penuh, massa yang tidak menumpang truck diarahkan untuk dapat menggunakan motor agar membentuk iring-iringan kendaraan. Namun polisi tidak mengijinkan massa yang menggunakan motor untuk beriring-iringan bersama truck. Akhirnya massa yang menggunakan motor diarahkan melewati jalan Asrama Putri dan selanjutnya menunggu di depan jalan masuk perumahan dosen Uncen Otto Wospakrik.
Sementara massa yang menggunakan truck bergerak perlahan. Namun saat iring-iringan truck penuh massa tiba di jembatan depan Gereja Advent yang berjarak 50 meter dari gapura tempat awal massa terkonsentrasi, sempat terjadi kisruh yang disebabkan oleh polisi.
Akibatnya, ada sebagian massa yang sudah berada diatas truck terpancing dan melompat keluar seraya berupaya berlindung dari serbuan anggota polisi dan brimob yang memang sengaja ingin membubarkan massa. Marthen Manggaprouw yang adalah salah satu penanggung jawab aksi berupaya menenangkan massa yang kocar kacir tetapi gagal. Sejumlah massa lalu melempar para polisi dengan batu. Aksi saling serang, baku pukul dan baku tarik pun terjadi. Dalam suasana kisruh, beberapa penanggung jawab aksi diantaranya; Victor Yeimo (30-an thn), Marthen Manggaprouw (30-an thn) dan dua orang mahasiswa bernama Yongki Ulimpa (20-an thn) dan Elly Kobak (20-an thn) ditangkap, dipukul, dan diseret polisi ke dalam mobil tahanan. Sementara massa yang lain lari menyelamatkan diri.
Markus Giban (20-an thn) seorang mahasiswa yang sedang mengendarai motor disekitar lokasi huru hara juga mengalami tabrakan dari truck Dalmas Polresta. Tangannya patah dan dia juga sempat dipukul polisi.
Beberapa menit kemudian, situasi kembali tenang. Namun jumlah personel polisi dan brimob bersenjata lengkap atau memegang rotan, hingga personil keamanan yang berpakaian preman makin bertambah di sekitar lokasi aksi. Setelah melalui negosiasi dengan Kapolresta, massa lalu diarahkan kembali menaiki 2 truck dan mobil komando untuk menuju kantor MRP di Kotaraja.
Setelah itu iringan-iringan kendaraan pun melaju menuju kantor MRP dengan dikawal ketat 2 mobil barracuda, 10 truck Dalmas yang didalamnya memuat polisi dan brimob serta beberapa kendaraan polisi yang lain.
Serta ada beberapa mahasiswa lain yang ditangkap di jalan-jalan antara lain Markus Giban (19) mahasiswa di tangkap dan dipukul sampai patah tulang. Nius Matuan (22) Mahasiswa, Wily Kombo (22) Mahasiswa. Di tangkap pad pukul 11.30. di padang bulan depan jln masuk Poltekes Jayapura, dan di bawah ke Polda Papua.
Setelah di Polda mereka di interogasi beserta kawan-kawan lain yang di tangkap di Perumnas III dan di tempat lain. Setelah itu mereka di bawah ke Polres jayapura dan mereka di Pukul, disiksa, dianiaya. Bahkan yang lain dilarikan ke rumah sakit untuk dirawat. Setelah dipukul Aparat tidak membiayai malah membebani biaya berobat ke masing-masing korban. Setelah mereka di pukul disiksa, dianiaya di Polresta Jayapuara, korban mulai dipulangkan. Yang mendapat penyiksaan ringan di pulangkan pada Senin(13/5) malam, sedangkan mereka yang mengalami penyiksaan berat di pulangkan pada Selasa(14/5) pagi. Dan para korban sudah kembali bertemu keluarga masing-masing.
Massa yang dikawal aparat keamanan dari Perumnas 3 tiba di MRP sekitar pukul 12.10 WP. Sementara mobil yang membawa keempat tahanan: Victor Yeimo, Marthen Manggaprouw, Yongki Ulimpa dan Elly Kobak terus bergerak menuju Markas Polresta Jayapura.
Sesampai di Mapolresta Jayapura, Victor Yeimo bersama kawan-kawan yang ditahan sempat memberitahukan keberadaan via sms bahwa mereka telah dipukul oleh para anggota polisi. Sedangkan massa yang berjumlah 40-an orang dari gabungan mahasiswa Uncen dan mahasiswa Umel Mandiri yang terkonsentrasi di gapura Uncen Abepura tidak bisa bergerak ke kantor MRP. Mereka dihadang puluhan personil Polisi dan Brimob yang dikoordinir Kapolsek Abepura AKP Decky Wow di depan pagar gapura Uncen abe.
Upaya negosiasi dengan Kapolsekta Decky Wow telah dilakukan Septi Maidodga selaku koordinator aksi agar Polisi membiarkan mereka bergerak ke kantor MRP dengan cara melakukan long mars atau menumpang kendaraan. Namun permintaan itu ditolak dengan alasan kalau mereka melakukan long mars akan mengganggu lalu lintas kendaraan di sekitar Abepura dan Kotaraja.
Sebaliknya, Kapolsek Abepura, Decky Wow, menyarankan agar Septi Maidodga dan rekan-rekannya tetap bertahan saja di bawah gapura Uncen Abe sambil terus berorasi, setelah itu mereka dapat membubarkan diri dengan tertib. Mendengar penegasan Kapolsek Abepura, Septi bersama massa yang juga membawa sebuah spanduk yang berisi kecaman terhadap Pemerintah dan aparat keamanan tetap bertahan sambil terus berorasi secara bergantian.
Sementara massa yang berjumlah 70-an orang yang sudah memasuki halaman kantor MRP dikawal ketat oleh aparat Polisi dan Brimob yang berjejer melingkar mengelilingi halaman dalam. Sedangkan di halaman luar pinggir jalan raya, puluhan aparat juga berjejer sambil menenteng senjata dan ada yang memegang tongkat rotan. Karena halaman kantor MRP dijaga ketat, sejumlah warga yang hendak bergabung dengan massa sempat dihalangi dan diusir. Di dalam halaman kantor lembaga kultural ini juga dilakukan orasi secara bergantian sambil meminta pihak pimpinan beserta anggota MRP keluar menemui massa.
Namun selama kurang lebih 40 menit, tidak ada pimpinan dan anggota MRP yang keluar menemui massa.
Kemudian dari dalam ruangan seorang perwira polisi yang mengabarkan kepada massa bahwa pimpinan dan anggota MRP tidak bersedia menemui massa di luar. Mereka hanya ingin menemui beberapa perwakilan massa. Namun massa menolak jika hanya perwakilan mereka yang menemui pimpinan dan anggota MRP dalam ruangan tertutup.
Massa yang kecewa terpaksa menunggu sambil mendengarkan Buchtar Tabuni berorasi sambil mendesak anggota MRP keluar menemui massa. Dalam orasinya Buchtar mengatakan, jika pimpinan dan anggota MRP belum bisa ditemui, mereka tetap akan kembali di lain waktu, walaupun sebenarnya rakyat Papua telah menganggap MRP sudah tiada.
Karena menunggu cukup lama, beberapa penanggung jawab aksi mulai berembug dan memutuskan agar massa bisa dipulangkan. Namun saat massa aksi hendak keluar dari halaman MRP, aparat Polisi menghalangi mereka karena anggota MRP telah bersedia menemui massa. Massa yang hendak pulang akhirnya berbalik ke halaman MRP. Tapi mereka berhadapan muka dengan para anggota MRP yang dipimpin ketuanya, Timotius Murib.
Massa justru membelakangi para anggota MRP dengan pandangan ke arah jalan raya. Buchtar Tabuni saat menyampaikan orasi, sempat meluapkan rasa kekesalan karena para anggota MRP telah menahan diri dan tidak mau menemui massa dari awal. Dengan begitu, menurut Buchtar massa rakyat Papua tetap menganggap keberadaan MRP sudah tidak ada sehingga massa akan segera pulang.
Setelah Buchtar mengatakan demikian, para anggota MRP tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan. Massa selanjutnya membubarkan diri secara tertib lalu berjalan keluar dari halaman MRP ke jalan raya untuk mencari kendaraan tumpangan ke arah Abepura dan Perumnas 3 Waena. Namun karena keberadaan massa di pinggir jalan dirasa menghambat arus lalu lintas, pada saat negosiasi didepan kantor MRR Ketua Parlemen Nasional West Papua Bucthar Tabuni sempat di sepak oleh Anggota Polisi degan sepatu lars milik Polisi setelah negosiasi Polisi lalu mengijinkan massa menumpang truck mereka yang berada di halaman MRP kembali ke Perumnas 3 Waena. Dalam iring-iringan perjalanan dari kantor MRP ke Waena, massa yang dianggkut 2 truck dan sebuah mobil pemandu aksi dikawal ketat kembali oleh aparat keamanan.
Setelah tiba di Perumnas 3, massa yang masih tersisa lalu terkonsentrasi kembali di bawah pohon ketapang depan gapura Uncen Waena. Mereka berembug setelah itu melakukan foto bersama di depan beberapa spanduk yang juga dibawa saat aksi. Beberapa wartawan juga dijinkan mengambil foto dan keterangan dari terkait aksi yang sudah dilakukan. Setelah itu, massa yang masih tersisa diarahkan untuk berdoa menutup rangkaian kegiatan aksi mereka. Setelah itu massa membubarkan diri dengan tertib pada pukul 2.30 WP.
Melihat massa yang sudah membubarkan diri, para personel Polisi dan Brimob yang telah mengawal mereka sejak pagi juga secara lambat laun meninggalkan lokasi Perumnas 3 dengan kendaraan-kendaraan mereka. Selepas aksi ini, sekitar jam 5 sore WP, Victor Yeimo yang ditahan hari itu lalu dibawa untuk dipisahkan dengan 3 tahanan lainnya. Padahal beberapa saat setelah Victor Yeimo, Marthen Manggaprouw, Yongki Ulimpa dan Elly Kobak dibawa ke Mapolresta Jayapura, beberapa pengacara telah berupaya membebaskan mereka dalam waktu 1×24 jam.
Namun upaya ini gagal. Victor sendiri ditahan karena Polisi beralasan dia belum menjalani sisa massa hukumannya ketika pernah dijatuhi hukuman beberapa waktu lalu. Dia mungkin bisa diproses hukum kembali, tergantung tipe tuduhan apa yang akan dikenakan kepadanya. (Jubi/Eveerth)
Blogger Comment
Facebook Comment