Sorong, Jubi – Menteri Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar membuat strategi percepatan pembangunan di Tanah Papua dengan mendatangkan transmigran sebanyak-banyaknya ke Papua. Tujuan utama program tersebut adalah untuk membuka aksesibilitas daerah.
Ketua Forum Pemuda Kawasan Timur Indonesia (FPKTI), Yanto Ijie menilai, program transmigrasi bukan solusi untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah di Tanah Papua. Malah menambah banyak masalah.
”Pendapat ini sebagai anak bangsa sangat tepat dan benar. Namun persoalan di Tanah Papua tidak sama dengan provinsi lain,” katanya kepada Jubi dalam pesan elektronik dari Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Menurutnya, ada beberapa persoalan yang terjadi di Tanah Papua, yakni persoalan pengakuan terhadap hak-hak dasar rakyat Papua yang telah diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus (otsus) untuk Papua.
“Pertama, hak untuk mendapatkan pengakuan politik terhadap orang asli Papua. Kedua, hak dalam pemberdayaan dan kesejahteraan. Ketiga, hak dalam mendapat akses infrastruktur transportasi dan komunikasi yang menembus seluruh pelosok tanah Papua,” jelasnya.
“Keempat, hak mendapat pendidikan yang merata. Kelima, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyat Papua. Keenam, hak untuk mendapatkan rasa keadilan dalam pembagian bagi hasil sumber daya alam di Tanah Papua,” katanya lagi.
Ia menambahkan, pemerintah berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman kepada rakyat Papua. ”Ada satu kekhawatiran dari seluruh rakyat Papua bahwa semakin banyak mobilisasi penduduk dari luar pulau Papua yang terkemas dalam program transmigrasi akan berdampak pada semakin kurangnya populasi orang asli Papua,” ujarnya.
Tokoh Pemudah Moi Sorong, Klois Yable, mengkhawatirkan terjadinya peminggirkan OAP (orang asli Papua) ketika ada program transmigrasi besar-besaran.
Menurut dia, ketika terjadi transmigrasi, maka hutan-hutan bakal ditebang, tanah adat milik pemilik ulayat diambil alih pemerintah, sehingga berpotensi menyebabkan konflik dan peminggiran OAP.
“Negara segera melakukan upaya konkret untuk melaksanakan seluruh isi undang-undang otsus dengan baik di Tanah Papua serta menyiapkan grand desain sistem yang merata,” ujarnya.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, seperti dilansir viva.co.id, Rabu (10/2/2015) menandatangani naskah kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Papua Barat, terkait dengan kerja sama penempatan transmigrasi. Jawa Barat sebagai asal transmigran dan Papua Barat sebagai lokasi tujuan transmigran.
Kesepakatan ini merupakan rangkaian kegiatan Temu Nasional Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Rencananya Jabar akan mengirimkan sekitar 700 kepala keluarga setiap tahun sesuai dengan kesepakatan tersebut.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan, perpindahan penduduk dari sejumlah kawasan di pulau Jawa ke Provinsi Papua Barat dapat mendorong pertumbuhan dan pengembangan kawasan. Di mana saat ini terdapat lahan seluas 5.870.642 hektar yang berpotensi menjadi lokasi penempatan transmigran.
“Program ini merupakan bagian dari program kerja 100 hari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” ujar Muhaimin. (Niko MB)
Blogger Comment
Facebook Comment