Foto bersama usai mengikuti diskusi di Hotel Grand Abe - Jubi/Roy Ratumakin. |
Jayapura, Jubi – Presiden Joko Widodo telah membuka akses bagi wartawan asing masuk ke Papua untuk melakukan liputan. Kebijakan ini diapresiasi oleh banyak pihak, termasuk organisasi jurnalis dan media Internasional.
Atas dasar tersebutlah, Aliansi Jurnalis Independenati (AJI) dan Yayasan Tifa mengadakan Internasional Partership Mission to Indonesia dengan mengundang 10 organisasi internasional mendukung kebebasan berekspresi dan regulasi komunikasi yang lebih baik di Indonesia.
10 organisasi jurnalis dan pers internasional tersebut diwakili oleh Jane Worthington dari International Federation of Jurnalists, Sumit Galhotra dari Committee to Protect Journalist, Esben Harboe dari International Media Support, Celine Cornereau dari Media Legal Defence Initiative, Michael Karanicolas dari Legal Centre for Law and Democracy, Andrew Heslop dari World Association of Newspapers and News Publishers, Edward Pittman dari Open Society Foundation, Kulachada Chaipipat dari SEAPA, Oliver dari Article 19 dan Jose Belo dari SEAJU.
“Tujuan misi ini adalah melihat sejauh mana implementasi pernyataan Jokowi tersebut, sudah berjalan atau belum,” kata Eko Maryadi, Presiden SEAPA yang mendampingi misi ini.
Dalam diskusi bersama jurnalis dan kelompok masyarakat sipil di Papua terungkap beberapa pandangan dari para jurnalis di Papua khususnya di Kota Jayapura.
Okto Pagau, Jurnalis suarapapua.com mengatakan kebebasan pers di Papua masih terbelunggu. Dirinya mencontohkan dua jurnalis asing asal Prancis yang akhirnya dihukum penjara selam dua bulan lebih sedangkan Areki Wanimbo yang menjadi narasumbernya diputus 1,5 penjara oleh Pengadilan Negeri Wamena.
“Bukan hanya itu, pihak militer, dalam hal ini TNI dan Polri belum menghargai pekerjaan jurnalis yang sebenarnya. Intimidasi hingga kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi hingga saat ini,” katanya dalam diskusi yang berlangsung di Grand Abe Hotel, Selasa (10/11/2015).
Senada dengan Okto Pagau, Jack Wally jurnalis Majalah Lani mengatakan, jurnalis non Papua sering mendapat intimidasi dari masyarakat Papua saat aksi meliput aksi demo. Begitupun jurnalis Papua selalu diintimidasi oleh pihak aparat penegak hukum.
“Jadi kalau mau dibilang kebebasan pers di Papua itu masih dibawah standar,” ujarnya.
Untuk masalah akses jurnalis asing untuk masuk ke Papua secara keseluruhan didukung untuk membantu masyarakat Papua dalam menyuarakan aspirasinya ke dunia internasional. Namun Abdel Gamel Nazer jurnalis Cenderawasih Pos mengatakan, jurnalis asing boleh masuk ke Papua tetapi jangan hanya membawa isu politik dan kekerasan.
“Masih banyak isu-isu yang bisa diangkat ke ppermukaan. Papua ini masih banyak tertinggalnya, mulai dari pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Jadi saran saya, ada baiknya peliputan isu-isu tersebut dapat dilakukan juga oleh jurnalis asing,” katanya. (Roy Ratumakin)
http://tabloidjubi.com/2015/11/11/kebebasan-pers-di-papua-masih-di-bawah-standar/
Blogger Comment
Facebook Comment