Data Kekerasan Militer Di Papua (foto' Hasta La Victoria Siempre) |
Berbagai aksi kebrutalan Militer Indonesia terus berlanjut, pada dekade 1980an-1990an terjadi pembunuhan terhadap tokoh nasionalis Papua Arnold Clemens Ap pada 26 April 1984 disertai pengungsian besar-besaran ke Papua New Guinea (PNG), kemudian pembunuhan terhadap DR. Thomas Wanggai pada 13 Maret 1996. Pada dekade 200an terjadi pembunuhan oleh pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus) terhadap Ketua Dewan Presidium Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001. Dekadea 2010 terjadi penembakan kilat terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni pada 14 Juni 2012. Hingga terjadi penangkapan terhadap aktivis KNPB Wamena dan penembakan kilat terhadap Kordinator Komisariat Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel pada tanggal 16 Desember 2012 di Wamena.
Pada 2013, saat peringatan Hari Aneksasi 1 Mei di Sorong terjadi penembakan oleh Brimob yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, skenario yang dilakukan kepolisian Nabire dengan alasan kecelakaan saat tinju di Gor Nabire pada 14 Juli yang mengakibatkan 18 orang meninggal dunia, dan penembakan terhadap Donatus Mote seorang siswa SMA yang meninggal paska penembakan di Wagete, Deiyai.
Walalupun pergantian rezim terus terjadi hingga Rezim Jokowi - JK tidak disertai perubahan mendasar terhadap sistem di Indonesia. Pelanggaran HAM yang di lakukan aparat Militer Indonesia sampai saat ini masih terus terjadi berbagai rentetan Pelanggaran HAM berat di Papua. Kejahatan Negara Indonesia melalui kaki tanganya militer (TNI-Polri) terus berlanjut hingga dewasa ini.
Bukti pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua Mulai dari peristiwa penembakan kilat, terencana di Enarotali, Paniai yang menewaskan empat siswa SMU, dan melukai puluhan masyarakat sipil pada 8 Desember 2014 lalu. Hal lain yakni peristiwa penembakan terhadap orang asli Papua di Kabupaten Yahukimo, yang menyebabkan satu orang meninggal dunia, dan belasan terluka. Peristiwa lain yakni penembakan terhadap orang asli Papua di Ugapuga, Kabupaten Dogiyai, 25 Juni 2015 lalu. Dalam insiden itu, satu orang anak tewas dan beberapa lainnya terluka.
Kemudian peristiwa penembakan terhadap orang asli papua di Tolikara,17 Juli 2015. Satu anak tewas dan 11 orang luka – luka dan kini kasus penembakan di Timika, Jumat, 28 Agustus 2015 yang menewaskan dua warga sipil diantaranya adalah Emanuel Mailmaur (23) dan Yulianus Okoware (23), tiga warga sipil dan satu pelajar SMA kritis di RSUD SP IV dan V Mimika. Teragedi yang memilukan sebuah tindakan tidak manusiawi oleh TNI AD di Timika.
Militer Indonesia menjadi tameng yang reaksioner dan kesenjangan sosial/kesejahteraan menjadi alasan untuk menutupi aspirasi kemerdekaan rakyat Papua dari pandangan luas rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional.
Pembungkaman terhadap ruang demokrasi semakin nyata dilakukan oleh aparat negara (TNI-Polri) dengan melarang adanya kebebasan berekspresi bagi rakyat Papua didepan umum serta penangkapan dan penganiayaan disertai pembunahan terhadap warga sipil dan aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua. Invasi militer tersebut mengakibatkan berjuta Rakyat Papua dibantai melalui operasi-operasi militer dan kini berujung pada bahaya Pemusnahan Etnis Melanesia.
Situasi ini membenarkan bahwa, kehadiran Indonesia dia atas Tanah Papua sejak 1 mei 1963 hingga saat ini, dengan jelas hanya untuk memusnahkan Orang asli Papua (OAP), dengan tujuan untuk menguasai Teritory dan Sumber daya alam papua.
Sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1523001588021602&set=a.1492557931065968.1073741828.100009353272587&type=3
Blogger Comment
Facebook Comment