Yulius Inaury Bersama Istri dan Kerabat di Pulau Mambor (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 30/7 (Jubi) – Kisah Permenas Awom, tokoh sentral dalam
gerakan bersenjata di Papua pada Peristiwa 28 Juli 1965 di Arfai,
Manokwari dalam cerita Mantan Tapol Papua, Yulius Inaury.
Permenas Awom adalah salah sersan pasukan PVK. Menurut Yulius,
Oermenas laki-laki yang ganteng dan jago. Dia penembak ulung dari
Batalyon Papua. Dialah yang memimpin pasukan menyerang pasukan Indonesia
yang mendarat di Pulau Gak, Raja Ampat, kurang lebih pada Tahun 1963.
“Dia kasih habis semua pasukan Indonesia,” kata Yulius.
Pada saat itu mereka masih bergerilya, sebelum Peristiwa Arfai 1965
pecah dan perlawanan itu dimulai dari Sorong, Raja Ampat. Permenas
diperintahkan Komandan PVK, seorang Belanda. Permenas sendiri adalah
komandan operasi, sehingga berpindah-pindah tempat. Bila ada pendaratan
tentara Indonesia, Awom yang berangkat.
“Isterinya ada, ada anak juga kalau tidak salah. Awom tinggal di Kuwawi, Manokwari,”tutur Yulius pada tabloidjubi.com di Pulau Mambor, akhir Juni 2014 lalu.
Beberapa nama yang sempat diingat Yulius berada bersama-sama dirinya
ke Jawa dengan Kapal Raden Saleh ke Jawa adalah Ruben Samber (guru), ada
juga almarhum Agus Inaury. Ia adik kandung Yulius Inaury. Agus
ditangkap karena punya marga yang sama, padahal dia baru pulang sekolah
pendeta. Ada juga Neles Wader juga terakhir jumpa di Manokwari. Entah
sekarang masih hidup atau tidak.
“Kalau Permenas, katanya dorang kirim di ke Jawa untuk ditahan, padahal dorang tipu. Dorang
borgol dia kaki dan tangan. Sampai di kapal perang dorang isi dia di
karung, lalu ditembak saat kapal dekat Pulau Lemon, antara Ransiki dan
Manokwari, di belakang Pulau Mansinam,”tutur Yulius dengan mata
berkaca-kaca.
Lanjutnya, jenazah Permenas kemudian dibuang dan ditenggelamkan di
Perairan Pulau Mansinam oleh Tentara Indonesia setelah sebelumnya
ditahan di sel Kodim Manokwari setelah pelaksanaan Pepera 1969.
“Dorang bujuk dan membayar kepala suku Arfak di Maniambo di perdalaman, bapa piaranya Permenas,”lanjut ayah Anance Inaury ini.
Menurut Yulius, Tentara Indonesia ini kemudian menyewa bapa piara
Permenas untuk ‘mengerjakan’ dan menyiapkan dua butir peluru yang akan
dipergunakan menembak Permenas. Peluru biasa tidak akan masuk kecuali
melalui bapa piaranya yang ‘melengkapi’ Ferry ini.
“Kisah ini diceritakan istri Ferry, seoraang perempuan Doreri pada saya,” tutur Yulius Inaury lagi.
Selain itu, Yulius dan kawan-kawan masih memiliki barisan intelijen
yaitu anak-anak sekolah ikut pasukan Kodim. Sebagian cerita ini didapat
dari barisan intelijen ini. Ada yang bahkan melihat saat Permenas
ditembak dan dibuang ke laut. Waktu jenasah Permenas terdampar di
Belakang Pulau mansinam, tidak ada orang yang berani mendekat tetapi
istrinya yakin itu suaminya. Wajah memang sudah hancur dan tidakdapat
dikenali lagi.
“Istrinya hanya bisa mengenali suaminya dari cincin kawin mereka pada
jenasah Awom. Istri dan keluarganya kemudian memakamkan sang tokoh
legendaris ini di Pulau Mansinam,” ungkap Yulius.
Hingga saat ini, makam sang tokoh gerakan bersenjata ini masih belum
diketahui khalayak umum. Bahkan, cerita yang beredar di masyarakat Papua
bahwa Permenas dibuang ke laut dan tidak ditemukan jenazahnya.
Kembali ke Peristiwa Arfai 1965, Yulius dan rombongan berjalan kaki
dari Manokwari, turun ke Prafi dan kemudian bergabung dengan pasukan
Permenas di Pantai Nuni. Di sana, Permenas memeluk Yulius dan menangis
sekaligus menyesal karena keberadaan Yulius dalam pasukan ini karena
Yulius adalah seorang guru. Tetapi, Yulius menjawab Permenas, mau tidak
mau, dirinya harus bergabung dari pada akhirnya disiksa di kota. Walau
akhirnya semua anak buah Permenas ditangkap dan disiksa.
“Saya termasuk salah satu yang mendeklarasikan Organisasi Papua
Merdeka (OPM). Organisasi Papua Merdeka nama yang kami berikan pada kami
yang melangsungkan rapat di Vanindi, di satu rumah di pinggir jalan,
dekat tikungan, ada Toko May. Di tempat itu nama OPM lahir,” kenang
Yulius dengan mata semakin sembab.
Ternyata, dalam rapat Yulius dan teman-temannya tidak mengetahui
seorang intel kodim, Orang Ansus yang kemudian melaporkan Yulius dan
kawan-kawannya yang akhirnya menjadi target operasi Tentara Indonesia.
“Permenas mau bergerak selamatkan masyarakat saat itu karena keadaan
Manokwari sudah terlaku rusak. Pada waktu yang sama, pasukan PBB sudah
turun di Manokwari dan mendirikan Kantor Residen, dipimpin seorang
Prancis,” kata Yulius.
Saat Pepera 1969, Yulius sudah berada di Jawa karena pengkondisian. Indonesia tidak ingin Pepera 1969 kacau. (TAMAT) (Jubi/Aprila)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Blogger Comment
Facebook Comment