Free West Papua (Foto: ist) |
Manokwari — Orang Asli Papua, sebagai
salah satu rumpun ras Melanesia, sebagai warga dunia dan masyarakat adat
memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self
determination).
Demikian penegasan Yan CH Warinussy, salah satu aktivis hak asasi
manusia di Tanah Papua, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi
suarapapua.com, Rabu (26/6/2013) siang, dari Manokwari, Papua
Barat.
Menurut peraih penghargaan John Humphrey Freedom Award dari
Canada ini, hal itu sejalan dengan isi Deklarasi Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia, serta Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, serta deklarasi PBB
tentang Hak-hak Masyarakat Adat.
“Saya mengingatkan semua pihak otoritas di Tanah Papua, dan Indonesia
umumnya bahwa persoalan yang sangat mendasar saat ini di Tanah Papua
bukanlah soal kesejahteraan dan ekonomi, tapi soal perbedaan pandangan
tentang sejarah politik dalam konteks integrasi Papua ke dalam NKRI yang
secara hukum internasional belum selesai.”
“Hal itu telah menjadi sebab hingga soal Papua dibawa untuk terus
dibahas dalam forum-forum internasional seperti halnya Melanesian
Spearhead Group (MSG) belum lama ini di Kanaky, New Caledonia,”
kata pengacara senior ini.
Di dalam forum MSG Summit ke-19, lanjut Warinussy, telah jelas-jelas
para pemimpin MSG menyatakan bahwa mereka mengakui pelanggaran hak asasi
manusia di Tanah Papua, dan perlu disorot untuk memajukan aplikasi
rakyat Papua melalui West Papua National Coalition for Liberation
(WPNCL).
“Satu hal yang luar biasa dan membenarkan pernyataan saya diatas
adalah bahwa para pemimpin MSG setuju sepenuhnya mendukung hak-hak asasi
rakyat Papua Barat terhadap Penentuan Nasib Sendiri sebagaimana
ditetapkan dalam mukadimah konstitusi MSG,” tegasnya.
Itu artinya, kata Direktur Eksekutif LP3BH ini, bahwa hak rakyat
Papua Barat yang adalah Orang Asli Papua berdasarkan Undang Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, sebagaimana
diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008, adalah bagian dari
masyarakat adat di dunia, yang juga memiliki hak menentukan nasib
sendiri.
“Segenap proses ke arah penentuan nasib sendiri tersebut seharusnya
direspon secara positif oleh semua pihak termasuk Pemerintah Indonesia
di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah
daerah di Tanah Papua.”
“Tentu mekanisme hukum internasional dan prinsip-prinsip demokrasi
dan hak asasi manusia yang berlaku secara universal dapat diterapkan
pada kesempatan tersebut dengan adil dan benar, serta di bawah
pengawasan PBB sekaligus,” tutup Warinussy.
Senada dengan Warinussy, menurut Dorus Wakum, salah satu aktivis HAM
di tanah Papua, diterimanya aplikasi WPNCL oleh MSG menunjukan bahwa
peluang hak menentunan nasiba sendiri bagi Papua Barat akan semakin
terbuka lebar.
“Kami yakin dan percaya, masalah Papua Barat sekarang tentu akan
diajukan ke PBB untuk selanjutnya dibahas. Ini satu kemajuan diplomasi
rakyat Papua, dan harus didukung,” tutupnya.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Blogger Comment
Facebook Comment