Aktivitas Perang saudara Tahun ke Tahun masih dipiarah oleh Pemerintah dan Para penehak Hukum dan Ham di Timika(Foto.http://www.umaginews.com) |
Tendi Zonggonau |
Suara Wiyaimana: di Bumi
Cendrawasih- Papua. Kamis, 27/02/2014; Demi pentinya penegakan Hukum serta
keadilan sesama rumpun di papua. Penulis menyumbangkan dan melaporkan sebuah
opini dengan berjudul:” Konflik Sosial antara Sesama rumpun
Melanesia di Bumi Cendrawasih, yang terjadi di Provinsi- Papua terutama di Kabupaten.Mimika”,
kabar opini ini, dilaporkan kepada :www.suarawiyaimana.blogspot.com; Waktu Papua Barat.
Banyak orang berkata dan meyakini bahwa dirinya mencintai orang lain. pecinta
mengatakan bahwa dirinya mencintai kekasihnya. suami mengatakan bahwa ia
mencintai istrinya. guru-guru mengatakan bahwa mereka mencintai murid-muridnya.
para ibu bapa mengatakan bahwa mereka mencintai anak-anaknya. dan Negara juga
mengatakan bahwa ia sangat mencintai rakyatnya. namun tragisnya, tidak semua
dari mereka tahu apa arti sesungguhnya dari kata cinta dan mencintai.
Pemberdayaan
masyarakat papua dalam mewujudkan keadilan dan tujuan hukum
Dalam
rangka mewujudkan keadilan bagi
masyarakat papua,dalam negara kesatuan republik indonesia,penegak hukum
merupakan
fokus utama dalam proses reformasi,namun kenyataanya sampai saat ini
penegak
hukum di negara kita masih sangat lemah. Masyarakat tidak menghormati
hukum
demikian pula kewibaan aparat penegak hukum semakin merosot sehinga
hukum tidak
dapat memberikan rasa aman dan tenteram. Hukum tidak dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan yang terjadi didalam dinamika masyrakat papua dan
kepasitian hukum semakin dipertanyakan hukum menjadi tidak berdaya
menghadapi
pelanggaran konflik sosial antara suku, dan kejahatan-kejahatan lain
yang
terjadi diprovinsi papua, sehingga keadilan semakin sulit diwujudkan
dalam masyrakat papua. Masyrakat tidak terlindungngi, tersubbordinasi
serta
tereksploitasi, sumberdaya alamnya, keinginan masyarakat tidak tercapai.
Mewujudkan keadilan faktor manusia
tidak hanya dilihat dari apa yang tampak oleh panca indera, biasa disebut
pendekatan empirik-positivistik. Pemerintah harus memahami bahwa yang terlibat
dalam proses penegak hukum/lembaga-lembaga hukum, terutama lembaga pertanahan,harus
melakukan interaksi dengan lingkungan/masyarakat yang dilandasi oleh budaya
itu,agar hubungan antara pemerintah,penegak hukum dengan masyarakat menjadi
bermakna. Ini lebih humanis karena proses penegak hukum harus membertimbangkan
aspek norma dan nilai yang ada dalam kalangan masyrakat awam. hal ini perlu di
kembangkan untuk dapat mengkaji konflik-konflk sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat papua, budaya perang suku itu bukan badaya orang papua.
Konflik sosial terus menerus itu, UU dan hukum yang ada tidak diterapkan
akhirnya terjadi konflik sosial terus.
Persoalan keadilan tidak akan pernah
selesai secara tuntas dibicarakan orang,bakan persoalan keadilan semakin
mencuat seiring dengan masyrakat itu sendiri karena tuntutan dan kependingan yang
berbeda bahkan pertentangan satu sama lain.persoalan keadilan yang terjadi
didalam masyarakat yang teradisional akan berbeda dengan masyarakat yang sedang
berkembang maupun masyarakt yang sudah maju,karena setiap masyarakat dengan
sistem sosial tertentu memiliki tolak ukur ataupun pedomaan menentukan keadilan
bagi masyarakatnya. Oleh sebab itu,pemerintah pusat,pemerintah provinsi,dan pemerintah
kabupaten membuat,uu otonomi khusus no 21 tahun 2001,Up4b ,dan perdah,tetapi
sulit untuk menemukan rumusan keadilan yang berlaku secara universal.
Penegak hukm dalam masyrakat.
Hukum bukan sekedar untuk memantapkan
kondisi-kondisi dan kenyataan-kenyataan
yang sudah ada melainkan lebih dari itu,hukum dipergunakan untuk melakukan
perubahan-perubahan dan penataan,dalam kehidupan masyarakat. Karena apa
istilahnya dalam hukum,dimana ada masyrakat disitu ada hukum yang
melindungi,maka pemerintah papua dan lembaga-lembaga hukum setempat,tolong
memberhatikan dan mengatasi masalah konflik sosial setiap hari,setiap minggu,setiap
bulan dan setiap tahun yang terjadi di kabupaten timika papua.
Melangar undang-undagng Nonor 39 tahun 1999 tentang hak asasi
manusia.
Undang-undang No 26 tahun 2000 tentang
pengadilan hak asasi manusia.
Pada Konferensi dunia tentang Hak Asasi
Manusia di Wina Tahun 1993 ditegaskan bahwa hak asasi manusia, adalah hak yang
dibawa oleh manusia sejak lahir dan bahwa perlindungan atas hak itu merupakan
tanggung jawab pemerintah. Hak asasi manusia didasarkan pada prinsip dasar
bahwa semua orang mempunyai martabat kemanusiaan hakiki dan bahwa tanpa
memandang jenis kelamin, ras,warna kulit, bahasa, asal-usul kebangsaan, umur,
kelas, agama atau keyakinan politik, dan setiap manusia berhak untuk menikmati
hak mereka (Lembaga bantuan hukum Asosiasi Untuk Keadilan, 2001 : 12).
Hak asasi manusia merupakan hak dasar
yang secara kodrati melekat pada diri manusia,bersifat universal dan
langgeng,oleh karena itu harus dilindungi,tidak boleh di abaikan. Pemerintah daerah provinsi papua telah
membuat kebijakan tentang upaya
perlindungan hak ulayat bagi masyarakat hukum adat papua. Secara normatif kebijakan tersebut dituangkan dalam
bentuk peraturan daerah khusus yakni:
Perdasus nomor 18 tahun
2008 tentang perekonomian berbasis kerakyatan, perdasus nomor 21tahun 2008
tentang pengelolaan Hutan berkelanjutan, perdasus nomor 22 tahun 2008 tentang
Perlindungan dan pengelolaan alam masyarakat hukum adat dan,perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat.
Hukum adat dan hak perorangan warga
masyarakat hukum adat atas Tanah. Kebijakan hukum tersebut secara vertikal pada
umumnya tidak Bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi tingkatannya,
yakni UUD 1945, akan tetapi ada juga ketentuan yang substansinya tidak sinkron
Secara vertikal dan kurang memberikan perlindungan bagi upaya, Perlindungan hak
ulayat masyarakat hukum adat papua. Ketentuan yang Kurang melindungi,
yakni:
pasal 3 dan pasal 5 undang-undang nomor
5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar
pokok-pokok agraria yang memberi pembatasan berlakunya hukum tanah adat, yakni:
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, pasal 43
ayat (3) dan ayat (4) undang-undang nomor 21 tahun 2001,Serta pasal 3 ayat (2)b
perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak Ulayat masyarakat hukum dan hak
perorangan warga masyarakat Hukum adat atas tanah yang mengatur adanya dua kewenangan yang berbeda
dalam pengelolaan hak ulayat, yakni kepalasuku dan masyarakat.
Perbedaan
kewenangan ini dapat menimbulkan
konflik, pada akhirnya mempengaruhi upaya Perlindungan hak ulayat. Pasal
2
sampai dengan pasal 6 perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat
masyarakat. hukum dan hak
perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah yang lebih
mengedepankan hukum
tertulis dalam pengakuan dan penetapan hak ulayat. Pasal 8 ayat (2) dan
pasal 9
perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat hukum dan hak
perorangan warga masyarakat hukum adat
atas tanah yang mengedepankan hukum tertulis
dalam pengelolaan hak ulayat oleh masyarakat hukum adat. Pasal 11 ayat
(1)
perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat,masyarakat hukum dan hak
perorangan warga masyarakat hukum Adat atas tanah yang merupakan
intervensi kewenangan untuk memberikan hak ulayat kepada pihak lain
yang
dilakukan oleh badan Pertanahan. Meskipun kebijakan hukumnya ada yang
kurang
memberi Perlindungan bagi hak ulayat, namun Semangat dan kebijakan
instansi
terkait dalam memberikan perlindungan Hak ulayat masyarakat hukum adat
cukup
tinggi.
· Problematika
yang mempengaruhi upaya perlindungan bagi hak ulayat masyarakat hukum adat adalah:
Adanya peraturan hukum yang kurang
memberi perlindungan, Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi,
kabupaten/kota tidak disiapkan secara baik untuk melaksanakan otonomi khusus
secara benar dan bertanggung jawab,Kelambanan pemerintah dalam membuat
kebijakan perlindungan di Tingkat daerah,Ketidakseriusan pemerintah, Upaya yang
tidak maksimal dari pemerintah,Implementasikan undang-undang nomor 21 tahun
2001 yang kurang Konsisten dan konsekwen, Dari masyarakat hukum adatnya
sendiri, yang belum dapat Memastikan keberadaan, batas-batas dan kepemilikan
hak ulayatnya.
· Perlu
politik hukum untuk mengamandemen kebijakan hukum, baik di Tingkat pusat maupun
di tingkat daerah yang kurang memberikan
Perlindungan hak ulayat bagi rakyat papua sebagaimana diamanatkan dalam UUD1945.
Pasal 34 ayat (1) sampai (4) ini memberdayakan untuk pembangunan saja kah,
mengamankan konflik-konflik sosial yang terjadi antara masyarakat juga termasuk
dalam UUD 1945 pasal 34 ini.
· Pemerintah
daerah harus lebih serius, konsekuen dan konsisten dalam memberikan perlindungan hak ulayat bagi
masyarakat hukum adat dan membagikan wilayah masing-masing suku khususnya tuju
suku di Wilayah Timika Papua.
Berbuat
baiklah terhadap sesama manusia,sebagaimana Tuhan telah berbuat baik kepadamu,
janganlah berbuat kerusakan terhadap negaramu, masyarakatmu, diatas tanah papua
ini.sesungguhnya Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
terhadap masyarakat di tanah papua ini.
Oleh: Tendeus Zonggonauw#
Penulis adalah Mahasiswa asal Papua sedang menimba
Ilmu pada Fakultas, Hukum UNIKA De La Salle di Manado- Sulut
Blogger Comment
Facebook Comment