Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH |
Manokwari,22/02/2016,PAPUALIVES.COM– Pernyataan Mentri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan yang menyatakan, kalau orang Papua mau merdeka maka pergi bergabung ke MSG (Melanesian Spearhead Group) saja.Statmen tersebut menyita perhatian masyarakat termasuk LSM Hak Azasi Manusia (LP3BH) di tanah Papua beberapa hari terakhir dalam minggu lalu.
Direktur LP3BH Manokwari, Yan Cristian Warinussy,SH melalui press releasenya yang diterima media ini, Minggu (21/02/2016) menilai bahwa, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia dalam menghadapi situasi politik menyangkut makin menguatnya isu Papua di tingkat regional seperti di MSG dan Pasifik (PIF) dan internasional dewasa ini terlihat sedang resah, gelisah bahkan panik hingga tak dapat melakukan upaya penyelesaian menurut jati diri sebagai sebuah negara demokrasi di dunia.
Sikap Luhut Panjaitan sama sekali tidak mencerminkan posisinya sebagai seorang Menkopolhukam di kabinet Jokowi-JK yang seharusnya lebih arif dan elegan dalam menyikapi situasi politik dan keamanan di Tanah Papua, khususnya dalam menghadapi aksi pendirian Kantor dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) baru-baru ini di Wamena-Kabupaten Jayawijaya-Provinsi Papua.
“Saya memandang dari sisi hukum dan hak asasi manusia bahwa seharusnya pemerintah Indonesia jauh lebih memahami dan mengerti keberadaan ULMWP sebagai sebuah organisasi perjuangan hak politik orang Papua yang sudah menjadi bagian dari MSG bersama-sama dengan Indonesia yang diwakili oleh 5 (lima) provinsi berpenduduk Rumpun Ras Melanesia di Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT)” ujarnya.
Dengan demikian sebenarnya kehadiran sebuah kantor Perwakilan ULMWP dalam posisinya sebagai sebuah organisasi anggota MSG memiliki makna dan kepentingan langsung dalam mewujudkan upaya klarifikasi atas semua persoalan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang lebih dari 50 tahun pemerintah berkuasa di atas Tanah Papua.
Sekaligus untuk mendorong dimulainya langkah-langkah damai dalam menyelesaikan persoalan Papua melalui dialog dan atau negosiasi sebagaimana dicitakan rakyat Papua sejak tahun 2000 pada Kongres Rakyat Papua.
Kehadiran ULMWP tidak bisa dipandang sama dengan organisasi terlarang sebab mereka-mereka yang duduk saat ini disana telah dipilih secara legal oleh rakyat Papua dalam Konperensi Perdamaian Papua (KPP) pada 5-7 Juni 2011 di Auditorium Uncen Abepura-Jayapura.
Mereka yang terpilih dan ditetapkan sebagai juru bicara bagi rakyat Papua dalam KPP tersebut adalah Octovianus Mote, Rex Rumakiek, Benny Wenda, Leoni Tanggahma dan Dr.John Otto Ondowame. KPP tersebut dibuka secara resmi oleh pemerintah yang diwakili Menko Polhukam pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sambung Warinussy, sikap Luhut Panjaitan tersebut justru akan menjadi pemicu konflik sosial-politik baru di Tanah Papua yang turut memberikan kontribusi bagi aparat keamanan (POLRI dan TNI) yang ada di Tanah Papua untuk terus mengedepankan cara-cara kekerasan yang bersifat represif dan destruktif dalam menyikapi pandangan politik berbagai elemen perjuangan Papua yang berbeda dengan pemerintah selama ini.
Pandangan Menko Polhukam tersebut mengenai kebijakan negara dalam bentuk otonomi khusus (otsus) Papua dan Papua Barat juga sangat lucu dan terkesan tidak mengena sama sekali. Karena dia lupa bahwa justru pemerintah Indonesia sama sekali tidak pernah konsisten dalam mendorong pelaksanaan otsus tersebut sebagai sebuah solusi politik sebagaimana tujuan awalnya bagi penyelesaian persoalan di Tanah Papua.
Otsus dapat dikatakan gagal, karena memang tujuannya sebagaimana termaktub dalam pasal 44 dan 45 dalam menyelesaikan persoalan perbedaan pandangan politik antara Jakarta-Papua mengenai sejarah integrasi Papua.
Serta penyelesaian masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Tanah Papua selama ini tak pernah disentuh bahkan secara sadar senantiasa sengaja dihindari oleh pemerintah dari masa ke masa, termasuk Pemerintah Presiden Jokowi-JK yang di dalamnya Panjaitan menjadi Menko Polhukamnya saat ini.
Justru seharusnya dalam posisi sebagai bagian dari MSG, pemerintah Indonesia dapat melibatkan ULMWP sebagai organ representasi rakyat Papua dalam membicarakan berbagai tawaran dan langkah penyelesaian damai yang sesuai dengan standar dan prinsip hak asasi manusia dan demokrasi secara universal.
Jadi tidak bisa lagi pemerintah Indonesia, termasuk aparat keamanan di Tanah Papua terus menerus tetap berada dalam sikap apriorinya dalam memandang ULMWP sebagai musuh dan ancaman.
Apalagi seperti halnya dikatakan Luhut bahwa orang Papua kalau mau merdeka pergi ke MSG saja, sedangkan Tanah Papua adalah tanah air mereka yang sah secara hukum dan sosiologis yang tak dapat dibantah secara ilmiah.
Pernyataan semacam itu justru menujukkan kepanikan dirinya seara pribadi dan ketidakmampuan dalam mendorong langkah-langkah penyelesaian damai atas persoalan Papua itu sendiri selama ini.
Akibatnya masalah Papua saat ini sudah menjadi persoalan regional dan internasional yang sulit dibendung secara politik bahkan hukum sekalipun oleh Pemerintah Indonesia. (ars)
http://www.papualives.com/pernyataan-luhut-menunjukan-kepanikan-pemerintah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar