Jayapura, Jubi – Tujuh suku pemilik hak ulayat area pertambangan PT. Freeport Indonesia di Mimika, Papua menyatakan ingin dilibatkan dalam pembahasan perpanjangan kontrak karya perusahaan emas dan tembaga itu.
Legislator Papua dari daerah pemilihan Mimika, Intan Jaya, Deiyai, Dogiyai, Nabire, dan Paniai, Laurenzus Kadepa mengatakan, hal itu disampaikan perwakilan tujuh suku kepadanya beberapa waktu lalu.
“Usulan tujuh suku pemilik ulayat area pertambangan PT. Freeport yakni Suku Mee, Amungme, Kamoro, Damal, Dani, Nduga, dan Moni mereka harus dilibatkan dalam pembahasan perpanjangan kontrak karya PT. Freeport. Selain itu, Freeport perlu mendata beberapa sarjana S-1 hingga S-3 dari tujuh suku yang pernah dibiayai oleh PT. Freeport. Terkait mendata sarjana itu, mana bukti perhatian Indonesia dan Amerika kepada tujuh suku di Papua sejak kontrak karya PT. Freeport,” kata Kadepa, Selasa (17/11/2015).
Menurutnya, tujuh suku juga ingin masalah PT. Freeport diselesaikan lewat pengadilan internasional karena aktivitas penambangan perusahaan itu pernah menewaskan 29 orang atau lebih dan mencemari lingkungan sekitar.
“Kalau kontrak karya pertama PT. Freeport tak ditinjau kembali dan dana-dana yang diklaim Freeport diberikan ke berbagai pihak diaudit, lebih baik Freeport tutup. Karena ini akar masalah,” ucapnya.
Katanya, Freeport beroperasi di tanah ulayat tujuh suku. Tujuh suku kini menuntut hak mereka. Hak itu bukan di tangan presiden, menteri, elit politik dan lainnya.
“Selama ini Freeport mencemari lingkungan, penyebab dugaan terjadinya pelanggaran HAM, serta minim perhatian kepada masyarakat pemilik ulayat,” katanya.
Pihak PT. Freeport sendiri menyatakan masyarakat adat di Kabupaten Mimika telah mengizinkan penggunaan dan melepaskan hak ulayat mereka sejak PTFI mulai beroperasi pada tahun 1967.
“PTFI telah memberikan ganti rugi dan terus melanjutkan program pengembangan masyarakat terhadap masyarakat adat,” kata Juru Bicara PTFI, Riza Pratama kepada Jubi beberapa waktu lalu.
Meski tak memberikan keterangan bukti-bukti pelepasan hak ulayat masyarakat adat di wilayah Amungme dan Kamoro, Riza mengatakan penyaluran dana pengembangan masyarakat PTFI kepada Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Amungme dan Kamoro adalah bagian dari program pengembangan masyarakat yang dilakukan untuk masyarakat adat di Mimika. (Arjuna Pademme)