Jayapura, Jubi – Sedikitnya tiga puluh orang dari keluarga besar suku Hamadi mendesak Majelis Rakyat Papua (MRP) agar memediasi pertemuan dengan Ghandi Gan dan Raymond Gan yang diduga menyerobot tanah adat milik suku tersebut.
Agnes Hamadi, salah seorang pendemo kepada Jubi, Kamis (26/11/2015) mengatakan, pihaknya berharap Ghandi Gan dapat bertemu dengan pihaknya untuk membicarakan hak ulayat tanah milik mereka.
“Dia (Ghandi Gan-red) ambil seperti merampas, itu tanah adat kami. Saat orang tua kami mengurus tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun pihak BPN bilang bahwa tanah tersebut adalah milik Ghandi Gan,” katanya.
Agnes Hamadi mengaku sejak tahun 1980-an, belum ada pelepasan tanah Ghandi Gan di depan notaris dan pemerintah daerah untuk membayar berapa berapa luas tanah yang dibeli oleh Ghandi Gan dan Raymond Gan. Menurut dia, tanah tersebut di lokasi jalan alternatif, sekitar kantor wali kota Jayapura atau jalan alternatif masuk, yang berbatasan dengan tanah adat suku Dawir, serta di kawasan skyline.
“Dia ambil saja seperti ambil sayur kacang panjang di pasar. Itu namanya penyerobotan. Sudah lama kami berjuang untuk pertanyakan tanah itu, tapi tidak ditanggapi,” ujarnya.
Steven Yansreuw Hamadi yang juga pemilik hak ulayat mengatakan, pihaknya mendatangi MRP agar masalah ini segera diselesaikan dan diketahui pemerintah setempat.
“Kenapa kami urus sertifikat ke kantor BPN dan diterima oleh bagian pengukuran yaitu bapak Jhon Erari. Namun sertifikat kami di-pending oleh saudara Jhon Erari. Kenapa dia pending? Dia tidak punya hak,” teriaknya dalam orasi.
Namun sayang, dalam penyampaian aspirasi tersebut tidak ada satu pun anggota MRP yang menerima aspirasi dari keluarga besar suku Hamadi tersebut. Salah satu staf di Kantor MRP yang tak mau disebutkan namanya mengatakan ia tidak tahu menahu dimana dan kemana para anggota MRP.
“Saya tidak tahu. Biasanya ada,” katanya singkat.
Hingga berita ini ditulis, Direktur CV Bintang Mas/PT Skyline Kurnia, Gandhi Gan, pemilik Papua Trade Centre (PTC) di kawasan Entrop, Jayapura Selatan belum berhasil dimintai konfirmasi. (Roy Ratumakin)