Spanduk mahasiswa Papua tolak Jokowi rayakan Natal di Papua. Foto: Jekson Ikomouw |
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Mahasiswa Papua yang sedang mengenyam pendidikan di seluruh Jawa dan Bali tegas menolak Natal Nasional yang rencananya akan dihadiri presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo di Jayapura, Papua 27 Desember 2014 mendatang.
Mahasiswa mendesak Jokowi menuntaskan semua pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua sebelum menghadiri Natal bersama masyarakat Papua.
Hal itu ditegaskan salah satu aktivis Papua, Sonny Wanimbo, melalui keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com siang ini, Selasa (23/12/2014).
"Tak ada gunanya Jokowi bernatalan di tanah Papua, sedangkan banyak kekerasan di Papua diabaikan tanpa ada perhatian serius untuk di tuntaskan," kata Wanimbo.
Pelanggaran HAM yang masih segar dalam ingatan publik, kata Wanimbo, seperti penembakan di Paniai beberapa pekan lalu yang menewaskan 5 orang dengan usia tergolong muda, 4 diantaranya siswa SMA Negeri Paniai serta melukai belasan korban lainnya. Aparat keamanan diduga pelaku atas insiden tersebut.
"Kami minta pemerintahan Jokowi, segera tuntaskan kekerasan di tanah Papua yang terus meningkat di bulan natal ini, serta kami juga menolak kedatangan Jokowi di Papua," tegas dia.
Ia meminta Jokowi jangan hanya mengutamakan popularitas diri terhadap dunia internasional dengan mengikuti natal di tanah Papua sementara kekerasan yang terus meningkat di Papua disepelehkan tanpa ada tindakan nyata di lapangan.
Hal itu dipertegas juru bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Bandung, Wenas Kobogau. Pihaknya mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera mengunjungi Papua karena kekerasan terhadap orang asli Papua (OAP) terus meningkat.
"Kami minta PBB harus mengunjungi Papua sebelum orang Papua habis. Pemerintah Indonesia tidak mampu menuntaskan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri," kata Wenas.
Sebab, lanjutnya, hal tersebut tertulis dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa pasal 30 tentang Hak-Asasi Manusia dan diterima serta diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III).
Kobogau meminta PBB agar tidak menutup mata dengan berpura-pura tidak tahu atas segala rentetan peristiwa yang terjadi di Papua.
"PBB jangan pura-pura tidak tahu situasi Papua, tetapi harus mengutus tim untuk memantau tindakan brutal aparat keamanan di seluruh tanah Papua dan menyelesaikan masalah Papua melalui penentuan nasib sendiri atau Referendum," desaknya. (Jekson Ikomouw/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com