Pemerintah Indonesia Gagal Mengklaim Membagun Perekonomian di Papua
Jualan MAMA Papua (Foto, Ones) |
Kampanye Pemerintah pembagunan Ekonomi di Papua selama 53 tahun Papua berintegrasi dengan NKRI hanya slogan kosong alias nihil, dan belum makximal pada tahun 2012 BPS menyebutkan ada 8 kondisi masih obyektif dan masih eksis, misalnya (1) Struktur ekonomi Papua dinominasi oleh sektor pertambagan, tapi tenaga kerja yang terserap hanya sedikit, tenaga kerja yang terserap itu pun bukan orang asli Papua tapi orang pendatang. Sekitar 70-80 % sektor pertambagan menominasi ekonomi di Papua namun pemilik saham bukan orang Papua dan tenaga kerja terserap hanya 1,30% . Tenaga kerja yang terserap 1,30% ini dinominasi oleh tenaga kerja Migran atau orang pendatang bukan orang asli Papua.
Kemudian sektor pertanian dinominasi oleh orang asli Papua, lapagan kerja penduduk asli menyerap hanya 75% tapi senderung lamban dikembangkan dan tidak pernah diperhatikan cuntikan dana oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi diluar pertambagan berpotensial tinggi tapi pertumbuhan ekonomi 5 tahun terakhir rata-rata hanya berkisar 5-8% pertahun. Angka pertumbuhan ekonomi 5-8% dinominasi sektor jasa, seperti Hotel, perbankan dan jasa lainya, sementara pertanian tumbuh hanya 3%. Sektor jasa mengeser dominasi pertanian di sebagian wilayah Papua, pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian yang dikelola oleh orang asli Papua namun tidak ada pertumbuhan yang siknifikan.
Orang Papua bisa mendapakan uang hanya jualan pinang, yual sayur hasil petanian dan umbi-umbian namun pertumbuhan lamban, tapi yualan sayur dan pinag di pinggir jalan sekarng berali tangan orang pendatang akhirnya tidak ada peluang bagi orang asli Papua untuk bersaing. Orang pendatang membawa sayur menggunakan motor dari Rumah ke Rumah, menyediakan sayur di Moll dan supermartket sehingga konsumen lebih memilih belanja di supermarket mengahambat konsumen belanja sayur di Pasar.Hal ini mengakibatkan menciptakan hidup ketergantungan orang papua kepada pemerintah.
Artinya pertumbuhan ekonomi di sektor yang dikelola oleh orang asli papua senderung lamban akibatnya hidup keterggantungan rakyat kepada anggaran pemerintah (proyek) orang papua lupa kerja kebun, nelayan tidak pernah melaut dan peternak tinggalkan pekerjaan mereka dan hidup di kota tunggu uluran tangan pemerintah, pegang maf selalu hadir di kantor-kantor pemerintah.
Gubernur Papua Lukas Enembe dalam pidato pengantar nota keuangan pembahasan APBD tahun 2015 mengatakan bahwa, kemiskinan di Papua menurun 30,65% namun angka ini tidak berkorelasi dengan tingkat kesenjangan dan tidak benar . Tingkat kesenjangan di Papua saat ini sangat memprihatikan, angka kesenjangan sekitar 46,85% artinya berada pada tahap sangat memperihatingkan orang asli Papua. Angka ini tergolong sangat ekstrim, kemiskinan di setiap kabupaten di Papua sekitar 46-59% per kabupaten. Angka pengagguran sendrung tinggi tapi hanya 0,1% menurun tapi banyak yang bekerja di sektor informal dengan tingkat pendidikan rendah (SD kebawah 72, 85% .
Hal ini juga akibat Indek Pembangunan Manusia (IPM) rendah , pemerintah pukul tinggi tentang pembagunan dan kesejahtran orang Papua tapi IPM tidak pernah diperhatikan secara serius terhadap orang Ali Papua. Pembagunan secara Fisik kita Bisa lihat di pusat-pusat kota seperti di Jayapura ada Mall Besar sualayan, toko-toko dan ruko besar di jalan serta mobil mewa di jalan raja pemerintah Bangun Bahkan Hotel-hotel Bertingkat tapi semua Milik orang Pendatang bukan milik orang asli Papua.
Orang asli Papua semakin tersinggir dari persaingan pertumbuhan Ekonomi di Papua, karena pemerintah menciptakan hidup ketergantugan dan pembagunan sektor ekonomi yang diterapkan di papua tidak sesui dengan konsisi yang ada di Papua dan ala hidup orang luar akhirnya tidak mampu bersasing bahkan, yang mampu bersaing mereka yang memiliki modal dan keteramplan dari luar sehingga sulit orang Papua bersasing.
Pemerintah lebih suka membagun ekonomi konglomerasi dari pada ekonomi kerakyatan
Pemerintah lebih suka membagun ekonomi konglomerasi dari pada ekonomi kerakyatan sesui dengan cara pandang orang Papua dan karakteristik kehidupan di Papua. Perusahaan PT.Freeport adalah bukti pembagunan ekonomi pendekatan konglomerasi, belum lagi pembagunan sumber ekonomi seperti Supermartket Mini Market, Mall-mall besar ruko-ruko tubuh besar di pusat-pusat kota seperti jamur di Musim hujan. Fenomena ini seakan menjustifikasi keberhasilan pembagunan di Papua.
Sementara pembagunan ekonomi petanian dan pengembagan ekonomi kerakyatan seperti Jual pinag, Penjual sayur hasil kebun, buah merah, penjual sagu dan ikan dari nelayan asli Papua, kios-kios kecil, koperasi oleh gereja dikampung Peternakan Babi dan penyual syur dipinggir jalan dan di kampong-kampung tersumbat aksesnya, dan dianaktirikan pengembaganya oleh pemerintah.
Pembagunan pasar mama-mama Papua yang dijanjikan oleh pemerintah masih mengambang sampai saat ini, apakah JOKOWI akan bangun pasar Mama-mama Papua itu sesui dengan janjinya ? kita akan menunggu janjinya akan dibagun sesui degan janji itu dalam waktu dekat atau tidak ?
Pemerintah Menciptakan Pembagunan Ketergantungan
Hampir semua bahan pokok kebutuhan di Papua didatangkan dari luar Papua, akibatnya pertumbuhan ekonomi sektor jasa konsumtif yang tumbuh subur di tanah Papua. Pada hal sektor ekonomi produktif seperti Pertanian yang merupakan basis ekonomi yang dimiliki orang asli Papua terus diabaikan.
Akhirnya masyarakat asli Papua tidak mampuh persaing untuk hidup mandiri dengan kekayaan yang dimilikinya. Masyarakat asli Papua jadi penonton dalam bidang ekonomi di Papua Barat.
Apakah orang Papua tidak mampu untuk mengelola sumberdaya alam yang melimpah di tanah ini ? mengapa sumber-sumber ekonomi dikuasi oleh orang pendatang ? ada kesenjangan dan marginalisasi rasial kerap terjadi, hidup ketergantugan orang Papua diciptakan oleh pemerintah di Papua. Misalnya Pembagian sembako, uang respek TNI/POLRI jadi kepala dinas social masuk ke basis basi bagi-bagi sembako uang dan kebutuhan lainya, akhirnya orang asli Papua selalu berharap kepada uluran tagan dari pemerintah. Kemudia stikma yang dibagun adalah orang Papua Bodok, Orang Papua pemabuk dan orang Papua pemalas, pada halo rang Papua tidak Papua tidak mampu untuk bersaing namun pemerintah menciptakan hidup ketergantugan sehingga orang Papua berfikir yang instan.
Permerintah Indonesia menerapkan Ekonomi Kapitalis di Papua.
Hampir semua cara dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua dalam mengimplementasikan pembagunan kerap dilakukan dengan program cop paste peraktek-praktek kapitalis di Papua Barat. Misalnya sering terjadi di papua adalah Pengeluaran pemerintah hampir semuanya dilakukan dengan pendekatan proyek out putnya berakhir dengan cara seperti “berapa untuk saya dan berapa untuk kamu” belum lagi praktek-praktek negosiasi dan kongkalingkong antara Birokrat tikus-tikus berdasi dan para usahawan termasuk wakil rakyat DPR seharusnya merakyat tapi yang terjadi, Datang Duduk Duit Pulang (DDDP) kokalingkong gedung rakyat sana. Pada hal di Papua kearifan lokal yang di Negara lain menjadi modal sosial (social capital) layak dikembangkan sember ekonomi kerakyatan telah melimpah.
Pemerintah lebih mengembagkan pendekatan SDM yang berorientasi pada man power dari pada Human capital pendekatan SDM yang melahirkan man power yang berorintasi yan berfikir instan dan mudah daripada melahirkan SDM yang berfikir kereatif dan inovatif melalui krikulum di bangku pendidikan dan selalu melihat kritis. SDM yang dilahirkan dari lembaga pendidikan terus dimanyakan degan materi krikulum disusun hanya melahirkan manusia yang tidak kreatif karena lembaga pendidikan di Papua bukan benar-benar melahirkan SDM yang berkualitas namun hanya berfikir instan dan tidak mau menghadap tantagan, karena lembaga pendidikan dipapua memang hanya tempat bisnis bukan untuk membi8na manusia yang berkualitas. Belum lagi pemerintah tidak pernah perhatikan IPMP ( Indeks Pembagunan Manusia Papua.
Hal ini sagat memprihatinkan karena sitem kaptalia yang kaya tetap kaya dan Mampu bersaing dalam bidang ekonomi sedangkan yang miskin tetap miskin dan melarat diatas kekayaan alam yang melimpah. Pendekatan seprti ini melihat manusia sebagai faktor produksi yang diperas tenaganya kuil bagunan. Sebaliknya pendekatan SDM human capital yang memandang manusia sebagai modal untuk kemandiriannya kurang diperhatikan.pemerintah lebih memilih pendekatan caupture of money mengefektifkan anggaran yang ada. Akibatnya kebanyakan orang berpandangan bahwa membagun itu memerlukan uang banyak sehingga kebanyakan orang selalu ke Jakarta lobi-lobi politik (captute money) terutama dana-dana sectoral.
Tantagan Asean Free Trade Area (AFTA)
Situasi regional yang sangat mengancam Nasib Masa depan orang Papua adalah era perdagangan bebas di kawasan Asia yang disebut Asean Free Trade Area (AFTA) yang akan diberlakukan tahun 2015. Indonesia akan menjadi target pasar bebas Negara-negara yang memiliki modal besar seperti AS, China, dan Negara-negara ASEAN yang lain. West Papua tentu akan menjadi tujuan pasar atau target investasi besar-besaran dari Negara-negara luar.
Indonesia akan memberikan jaminan regulasi bagi pelaku ekonomi global yang akan bergerilya di Papua. Tujuan AFTA adalah menciptakan kesejahteraan di wilayah Asia Tenggara, sehingga AFTA mengharuskan Indonesia membersihkan gangguan yang menghalangi di wilayah perdagangan bebas seperti di Papua. Oleh karena itu, jangan kaget bila pemekaran dan pembangunan infratruktur terus dipaksa, separatis harus dibasmikan, masyarakat adat harus digusur demi AFTA, dll. Artinya, konflik politik di Papua akan dipadamkan sedemikian rupa demi perdagangan bebas.
Indonesia terus berupaya mendorong kerja sama perdangan di Wilayah Pasifik, khususnya Melanesia. Mereka akan berupaya mendorong Negara-negara Melanesia untuk masuk dalam zona perdagangan ASEAN. Ini juga taktik Indonesia dalam menghalau dukungan Negara-negara Melanesia terhadap West Papua.
Belum sebulan, "kebijakan" Jokowi untuk Papua sangat-sangat "luar biasa" alias menjijikan dan memalukan; TRANSMIGRASI (pindahkan orang-orang Miskin dari Jawa ke tanah Papua yang sudah pasti datang untuk kasih habis dana Otsus, rampas tanah-tanah adat masyarakat Papua, akan menguasai semua sektor, terutama ekonomi, dan berkembang biak untuk menguasai birokrasi di Papua.Transmigrasi juga terjadi sangat masif dizaman Megawati jadi presidden; Sorong, Nabire, dan Jayapura saat itu menjadi sasaran dan tujuan utama transmigran.
Bukan hanya tranmigrasi namun pemekaran yang yang akan mendatangkan orang luar menguasai simber ekonomi melalui pemekaran kabupaten dan provinsi.
Faktor kolonialisme dan kapitalisme menjadikan wilayah West Papua saat ini dalam posisi yang darurat. Papua sebenarnya darurat, tetapi orang Papua belum membuka mata dan sadar pada realita. Terlena dalam agenda-agenda kolonialisme Indonesia. Penindasan yang sangat massif, sistematis dan terkoordinir dijalankan oleh kolonialisme Indonesia. Lihat saja pemekaran yang menjamur (saat ini Pemprov sebanyak 20 kabupaten dan 2 Propinsi pemekaran sendang digodok di Jakarta), konflik Pilkada, droping migran pendatang, pencurian SDA besar-besaran, pembunuhan sistematis, dan lain-lain. Semua ini berada dalam satu program operasi intelijen Indonesia. Ini nyata kita lihat setiap saat. Sebenarnya situasi hari ini harus menjadi lonceng kematian bagi bangsa Papua. Bila kita susun semua bentuk penindasan, tentu sangat banyak.
Orang Papua terbagi dalam 4 kelompok yakni: Orang Papua yang sedang berjuang Papua Merdeka, Orang Papua yang sibuk kerja dan lupa pada realita, Orang Papua yang bekerja sama dengan kolonial untuk hancurkan Papua, dan orang Papua yang ingin Papua maju dalam bingkai NKRI. Semua golongan orang Papua ini sebenarnya –sadar atau tidak- sedang menghadapi satu situasi darurat bersama yakni mati punah dan dikuasai oleh pendatang Indonesia.
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas, kami simpulkan bahwa pemerintah Indonesia menguasi wilayah Papua Barat, Bukan untuk membangun dan memperdayakan rakyat papua namun hanya mencuri Sumber Daya Alam di Papua
Oleh Karena itu untuk mengahiri penjajahan dan penindasan di Papua solusi bagi rakyat Papua Barat adalah:
1. Pemerintah Indonesia memberikan Referendum di Papua Barat agar Rakyat Papua secara bebas menentukan Nasib sendiri secara bebas, sesui dengan perjanjian internasional yaitu perjanjian new York Agreemen 15 Agustus 1962.
2. Pemerinta Indonesia hentikan tawar menawar dengan politik kotor Otonomi Khusus UP4B, Otsus plus dan Pemekaran kabupaten dan provinsi di Papua, sebab semua Kebijakan bukan jawaban dan solusi bagi rakyat Papua Barat.
3. Resolusi Kongres II Rakyat Bangsa Papua Barat Tidak ada Rekomendasi untuk Minta Otonomi Khusus. Dalam Resolusi Kongres II sudah sangat jelas bahwa Rakyat Bangsa Papua Barat tidak pernah memberi Rekomendasi kepada Presidium Dewan Papua (PDP) untuk meminta Otonomi Khusus.,melainkan MERDEKA adalah HARGA MATI.
. 4. Rakyat Bangsa Papua Barat Menuntut Referendum bukan karena Kegagalan Otonomi Khusus. Rakyat Bangsa Papua Barat tidak pernah minta Otonomi khusus melainkan “MERDEKA” maka sebuah rekayasa politik atau kompromi politik atas kepentingan elite/kelompok semata demi kepentingan kelompok tertentu.
5. Masalah utama Bangsa Papua Barat bukan pemekaran pembangunan dan Kesejatraan namun melainkan status politik wilayah Papua Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang belum final, karena proses memasukan (integrasi) wilayah Papua Barat dalam NKRI itu dilakukan dengan penuh pelanggaran terhadap standar-standar, prinsip-prinsip hukum dan HAM internasional oleh Amerika Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB sendiri demi kepentingan ekonomi politik mereka.
Oleh Ones Gimbal