Pages

Pages

Rabu, 22 Oktober 2014

Sebelum Ditangkap, Dua Jurnalis Asal Perancis Pernah Bertemu Marthinus Yohame

Yohame (baju ungu) ketika bertemu dengan Thomas (baju hitam kanan), dan Valentine (Foto: Ist)
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Dua jurnalis asal Perancis, Thomas Dandois (40) dan Valentine Bourrat (28), yang kini ditahan Jayapura, Papua, dan akan menjalani sidang perdana, pada 20 Oktober 2014 mendatang, ternyata sempat bertemu dengan Martinus Yohame (26), Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Sorong Raya.

Martinus Yohame, diketahui hilang sejak tanggal 20 Agustus 2014, dan jenazahnya ditemukan oleh seorang nelayan dalam kondisi terbungkus di dalam karung goni, dan terapung di sekitar Pulau Nana, Kota Sorong, Papua Barat, pada 26 Agustus 2014. (Baca:Ketua KNPB Sorong Raya Ditemukan Tewas Dalam Karung).

Juru Bicara KNPB Sorong Raya, Jack Badii, kepadasuarapapua.com, membenarkan informasi pertemuaan Martinus Yohame dengan kedua jurnalis asal Perancis, yang dilangsungkan pada 29 Juli 2014 lalu. (Baca: Ini Kronologi Sebelum Jasad Martinus Yohame Ditemukan Tewas Didalam Karung).

“Benar, kami ada empat orang yang bertemu dengan dua jurnalis itu. Saya sendiri sebagai juru bicara KNPB Sorong Raya, almarhum (Martinus Yohame), Wakil Ketua KNPB Sorong Raya, Kantius Haselo, dan Sekertaris Parlemen Rakyat Daerah Sorong Raya, Lili Imbir,” ujar Badii.

Menurutnyai, pertemuaan tersebut dilangsungkan pada tanggal 29 Juli 2014, sejak pukul 09.30 Wit hingga 11.30 Wit, dirumah YG, yang beralamat di Kladimak III, Belakang Toko Yohan, Kota Sorong, Papua Barat. (Baca: Penculikan dan Pembunuhan Martinus Yohame, KNPB: Ini Kejahatan Negara!)

“Mereka (dua jurnalis) bertanya kepada kami tentang pelanggaran HAM di Papua, ruang demokrasi yang terus ditutup pemerintah Indonesia, peristiwa penangkapan saat aksi-aksi demo di Sorong Raya, dan informasi kekerasan aparat TNI dan Poliri.”

“Kami juga memberikan beberapa data pelanggaran HAM dalam bentuk tertulis, almarhum sempat menyampaikan banyak hal kepada mereka, dan diskusi berlangsung cukup bersahabat,” ujar Badii, saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya, dari Sorong, Papua Barat, Minggu (19/10/2014).

Lanjut Badii, jenazah Yohame ditemukan tewas di dalam karung dan terapung di laut, sekitar pulau Nana, setelah 22 hari melakukan pertemuaan tertutup dengan kedua jurnalis asal Perancis tersebut. (Baca: Terkait Kematian Marthinus Yohame, Indonesia Dinilai Langgar DUHAM PBB).

“Pembunuhan Yohame kami kira ada kaitannya dengan pertemuaan dengan jurnalis tersebut. Ini memang cara-cara yang digunakan aparat keamanan Indonesia terhadap berbagai aktivis HAM di tanah Papua, termasuk yang ditunjukan dalam kasus Yohame,” tegasnya.

Ones Suhuniap, Sekertaris Umum (Sekum) KNPB Pusat menambahkan, setiap anggota KNPB yang berada di seluruh wilayah tanah Papua, jika diperlukan keterangan dan informasi terkait pelanggaran HAM, dan tuntutan referendum, selalu siap sedia. (Baca: SKP-HAM Papua Minta Pelapor Khusus PBB Selidiki Kematian Marthinus Yohame).

“Apalagi mereka (kedua jurnalis) merupakan wartawan internasional yang kami rasa punya integritas dan komitmen, beda dengan wartawan-wartawan dan media massa di Indonesia yang selalu putar balik fakta." 

"Sebelumnya Yohame bertemu dengan mereka, kami juga sudah cari tahu jejak rekam kedua wartawan ini, dan memang mereka punya reputasi yang cukup baik di tingkat internasional, dan liputan-liputan mereka memang bermutu, karena itu kami percaya mereka, dan menyediakan waktu untuk bertemu mereka," kata Ones. 

Lanjut Suhun, jika ada anggota KNPB di beberapa wilayah di tanah Papua yang sering "menegur" wartawan saat meliput aksi demo di lapangan, bukan serta-merta tidak ingin ada pemberitaan soal KNPB, tetapi lebih mawas diri, karena banyak wartawan yang bekerja ganda. 

"Bekerja ganda yang kami maksud, wartawan-wartawan datang meliput, tapi berita tidak keluar, lebih parahnya lagi rekaman suara atau gambar itu diberikan kepada aparat TNI dan Poliri, ini tidak boleh, karena sudah langgar etika kewartawanan itu sendiri."

“Dan yang lebih parah, banyak wartawan yang selalu berpikir negatif tentang perjuangan kami, entah karena otaknya di cuci oleh aparat TNI/Polri, atau faktor ketidaktahuaan, kami tidak tahu itu, tapi aksi jami jelas, tidak pernah tertutup, makanya kadang terjadi benturan dengan wartawan saat dilapangan,” tegasnya.

Lanjut Ones, bukan berarti semua wartawan bekerja ganda, atau menjadi informan bagi aparat TNI dan Polri, sebab ada juga wartawan yang sering memberitakan aksi-aksi demo KNPB dengan baik dan benar.

"Intinya, anggota kami telah bertemu dengan dua jurnalis tersebut, dan telah memberikan informasi yang mereka perlukan. Setelah tiga minggu kemudian, anggota kami Yohame diculik, disiksa, dan dibunuh, setelah itu dibuang ke laut, kami akan terus menuntut pertanggung jawaban Indonesia," tegasnya lagi.

Ones berharap, media nasional, internasional, termasuk media lokal di Papua dapat terus memberitakan peristiwa kematian Yohame yang hingga saat ini belum diketahui pelaku pembunuhannya.

"Kami memang tahu yang bunuh aparat TNI dan Polri, tapi sampai sekarang pelaku belum ditemukan, dan belum dimintai pertanggung jawabannya, persoalan ini akan terus kami bawa untuk disampaikan kepada komunitas internasional," ujarnya.

OKTOVIANUS POGAU