Martine Bourrat, seorang notaris dari Perancis, ibunda jurnalis yang ditahan di Jayapura Papua, Louise Marie Valentina Bourrat. Foto: Andreas Harsono |
Andreas Harsono kepada majalahselangkah.com, siang ini, Kamis (02/10/14) mengatakan, Martine Bourrat sempat memintnya untuk menemui di salah satu hotel di Jakarta.
"Dia (Martine Bourrat) bilang dia akan ke Jayapura. Dia akan tinggal selama mungkin di Jayapura sampai anaknya dibebaskan," kata Andreas.
Andreas menjelaskan, tuduhan polisi Valentina "agen rahasia" hanya berdasarkan paspor diplomatik milik Valentine.
"Valentine pernah magang kerja di Kedutaan Perancis di Tel Aviv. Paspor tersebut diberikan ke Valentine sebagai seorang mahasiswa magang. Valentine lahir di Yerusalem ketika bapanya sedang bertugas di Timur Tengah. Wajar dia tertarik magang di Israel. Ini semuanya legal. Timur Tengah adalah liputan penting buat TF1 maupun media lain. Perancis dan Israel juga punya hubungan diplomatik," kata dia.
"Tak ada yang aneh ketika Valentine dewasa, dia memilih magang di kedutaan Perancis di Tel Aviv. Ini sama dengan Patrick pernah meliput referendum Timor Timur pada 1999. Valentine tertarik dengan Papua juga karena pengalaman bapanya," kata Andreas.
Saya terharu lihat gambar-gambar dari majalah terbitan 2002 yang menunjukkan kekaguman seorang putri terhadap bapanya. Valentine sangat mencintai dan mengagumi bapanya," tutur Andreas kepada majalahselangkah.com.
Andreas apresiasi, Martine Bourrat perempuan yang teguh.
"Dia bilang anaknya tak salah apapun. Polisi Indonesia curiga dia adalah "agen rahasia Perancis" guna bikin kacau di Papua. Tak ada bukti buat dukung tuduhan tersebut. Valentine seorang wartawan. Pemerintah Indonesia harus bebaskan Valentine," kata mantan jurnalis Bangkok Pos itu.
"Martine Bourrat bilang dia sebenarnya tak mau baca kumpulan kliping soal suaminya. Dia akan sedih bila ingat almarhum. Tapi majalah ini merekam wawancara dengan remaja Valentine di mana dia bilang kelak bila sudah dewasa dia akan meniru bapanya dengan jadi wartawan. Kini Valentine umur 28 tahun. Sudah bekerja sebagai kameraman. Dia sudah dewasa. Seperti Patrick, yang sering dipenjara dan intimidasi, kini Valentine dipenjara di Jayapura dan kenyang intimidasi dari aparat Indonesia," kata Andreas.
Lebih lanjut kata Anderas, Martine Bourrat membawa segepok dokumen, termasuk kliping majalah soal suaminya, Patrick, yang meninggal 2002. Kliping ini dikumpulkan oleh bapak mertuanya. Ia diberikan ke Martine sebelum dia berangkat ke Jakarta. Majalah ini bercerita soal remaja Valentine ketika umur 17 tahun dan bapaknya meninggal. Judulnya, "Mon Pere ce Heros." Terjemahannya, "Bapak Aku Adalah Pahlawan." Valentine kagum pada bapanya. Dia ingin juga jadi wartawan.
Martine Bourrat kepada Andreas mengatakan, Valentine adalah anak dia satu-satunya, bersama almarhum suaminya, Patrick Bourrat, wartawan perang yang meninggal dalam tugas di Kuwait pada 2002. Ketika suaminya masih bekerja sebagai koresponden perang televisi TF1, Martine sudah biasa hadapi kesulitan suaminya.
"Kini sebagai seorang ibu, dia harus membela anaknya, Valentine, yang ditangkap di Papua," kata Andreas.
Diketahui, Valentine ditangkap di Wamena, bersama wartawan Thomas Dandois, sejak 6 Agustus 2014. Mereka bekerja buat Arte TV --televisi berbahasa Perancis dan Jerman-- di Eropa.
"Mereka hendak bikin film dokumentasi soal pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Mereka datang dengan visa turis, sesuatu yang melanggar hukum Indonesia, karena mendapatkan visa wartawan buat pergi ke Papua sulit sekali. Biasanya, bila ada wartawan dapat surat jalan ke Papua,dia juga dibuntuti oleh "suanggi" alias intel. Kini mereka ditahan di imigrasi Jayapura," jelas Andreas. (Yermias Degei/MS)
sumber : www.majalahselangkah.com