Peneas Lokbere (Kanan) dan Agust kossay (Kiri) |
“Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau hina,”demikian bunyi pernyataan resmi SKP HAM Papua yang diterima Jubi, Selasa (16/9), mengutip Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB, pasal 5.
Kemudian, deklarasi itu, pasal 9 menyoal penangkapan sewenang-wenang terhadap setiap warga negara. Warga negara yang mengakui drklarasi ini dijamin dari penakapan, penahanan paksa. Apalagi pembuangan paksa terhadap seorang manusia sangat dilarang keras.
“Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang,”tutur Peneas Lokbere, Kordinator SKP HAM Papua, masih dalam pernyataan itu.
Menurutnya, Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen terhadap penegakan hukum HAM Nasional. Karena itu, Indonesia mengakui hukum HAM PBB ke dalam hukum Nasional dengan menerbitkan UU RI No.39 tahun 1999
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, menghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya,”tulis SKP HAM mengutip pasal 33 ayat 1.
Selanjutnya, ayat 2, pemerintah Indonesia menghendaki hak setiap warga negara untuk hidup bebas. Warga negara tidak boleh menjadi pelampiasan dalam artian penghilangan paksa.
“setiap orang bebas untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa”.
Walaupun berlimpah hukum HAM, penghilangan paksa terhadap aktivis HAM, apalagi aktivis yang menentang Indonesia dengan cara damai, seperti anggota KNPB, sangat kerap kali terjadi di Papua. Karena itu, pemerintah Indonesia memproduksi pasal 45, UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pasal itu mengatur kewajiban pemerintah provinsi Papua dalam mengatur HAM orang Papua. “Pemerintah, pemerintah provinsi dan penduduk provinsi Papua wajib menegakan, memajukan, melindunggi dan menghormati Hak Asasi Manusia di Papua”.
Karena komitmen yang serius itu, Keluarga Korban, Matinus Yohame, menantang pemerintah Indonesia membuktikan komitmennya. Komitmennya untuk melaksanakan hukum yang diproduksinya sendiri.
“Indonesia harus membuktikan komitmen hukum,”tegas Agust, yang juga ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam jumpa pers bersama SKP HAM PAPUA dan keluarga korban di Kantor KontraS Papua, Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua.
Martinus Yohame diketahui menghilang dari Sekretariat KNPB pada 20 Agustus malam dan ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan pada 26 Agustus. Mayatnya ditemukan dalam karung dalam keadaan kaki tangannya terikat tali dan beberapa luka di badan. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com