Pages

Pages

Selasa, 12 Agustus 2014

Papuans Behind Bars: Penangkapan Saat Pemilu Menandakan Kurangnya Hak Demokrasi di Papua

Orang Papua dibalik jeruji (Foto: Ist)
PAPUAN, Jayapura --- Situs Papuans Behind Bars melaporkan, jumlah tahanan politik Papua bulan pada Juli 2014 semakin menurun, karena berlangsung pembebasan 17 tahanan politik dalam tiga kasus terpisah, yakni, kasus Konggres Papua Tiga, penangkapan tanggal 26 November, dan kasus warga sipil di Nabire yang dituduh OPM.


"16 dari 17 penangkapan ini adalah karena penyelesaian hukuman penjara. Sementara itu, setidaknya terdapat 70 penangkapan bernuansa politik pada bulan ini, jumlah yang tercatat tertinggi pada tahun ini,” tulis Papuans Behind Bars.

Disampaikan, penangkapan secara sewenang ini termasuk penangkapan massal atas 25 orang di Timika di sebuah demonstrasi damai, termasuknya setidaknya lima perempuan dan empat anak berumur satu setengah dan dua tahun.

“Kebanyakan orang ditangkap bulan ini menghadapi penganiayaan pada saat penangkapan atau dalam penahanan. Bilim Wenda, seorang dari 25 pendemo di Timika itu mengalami penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan dalam penahanan.”

“Banyak dari penangkapan bulan ini terkait dengan Pemilihan Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang belakangan ini. Setidaknya  ada 36  orang penangkapan bernuansa politik berkaitan dengan seruan aksi damai aktivis Papua atas boikot pemilihan, mengikut demonstrasi damai dan penyebaran pamflet,” tulis situs
Papuans Behind Bars.

Ditulis, kebebasan untuk tidak mengambil bagian dalam proses demokrasi, atau untuk mengkampanyekan untuk boikot adalah elemen yang tidak bisa terbantahkan dalam kebebasan demokrasi.

“Kriminalisasi aksi-aksi seperti ini di Papua juga telah didokumentasikan oleh Orang Papua di balik Jeruji berkaitan dengan pemilu pada tahun 2004 and 2009.”

“Penangkapan dan pembebasan selanjutnya atas enam orang berkaitan dengan perbedaan pendapat internal di antara mahasiswa dan pihak berwenang di Universitas Cenderawasih (UNCEN) merupakan perkembangan terbaru dalam situasi paling memburuk yang bermula pada pertengahan tahun 2012.”

“Terdapatnya langkah yang lebih melibatkan kepolisian atau aparat keamanan yang lain dalam menanggapi pengorganisasian mahasiswa dan demonstrasi yang berkaitan dengan hak asasi manusia, dan kebebasan demokratis dan isu-isu internal kampus.”

“Ini telah disertai dengan penurunan peran universitas dalam melindungi secara efektif hak-hak mahasiswa untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul,” tulis situs yang mendata para tahanan politik di Papua secara lengkap.

Disampaikan, sebuah peristiwa di pasar Youtefa di Jayapura pada 2 Juli yang disebabkan oleh pembunuhan seorang anggota polisi yang menuntut suap mengakibatkan kematian, tiga orang dibunuh oleh aparat keamanan dan beberapa penangkapan.

“Laporan keterlibatan pendatang non-Papua dalam penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan umum dan pemukulan terhadap orang asli pengunungan – atas undangan polisi – adalah perkembangan yang mengkhawatirkan.”

“Peristiwa ini, melibatkan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pembunuhan di luar hukum sebagai hukuman kolektif kepada orang asli Papua merupakan dakwaan serius atas tingkah laku yang dilakukan oleh polisi di Papua.”

“Ia juga mendemonstrasikan bahwa di tingkat lokal, iklim impunitas yang menerus di Indonesia lebih diperpanjang oleh aparat keamanan terhadap kelompok lain yang mereka lihat sebagai sekutu,” tulis situs yang dikelolah oleh masyarakat sipil di Papua ini.

Untuk membaca laporan lengkap Papuans Behind Bars, silakan kunjungi situs mereka "Juli 2014: Penangkapan semasa pemilu menandakan kurangnya hak demokrasi di Papua"

OKTOVIANUS POGAU

Sumber :  www.suarapapua.com