Ilustrasi Mahasiswa PApua di Surabaya Meminta Kemerdekaan West PApua hari ini (foto, K) |
Surabaya - Puluhan mahasiswa asal Papua yang
tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi di depan Gedung
Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya. , Jumat (15/8/2014).
Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintahan rezim SBY-Boediono, pemerintahan baru Jokowi-JK serta Belanda maupun PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) memberi kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
"Kami juga meminta militer Indonesia (TNI-Polri) organik dan non organik ditarik dari seluruh tanah Papua," ujar Hiller, Korlap AMP di sela-sela aksinya.
Ia menerangkan ada penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreement) sejarah antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada 15 Agustus 1962. Katanya, kesepakatan internasional tersebut dinilai ilegal, karena dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua.
"Padahal, perjanjian tersebut berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua. Sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri warga Papua," terangnya.
Selain meminta penghentian segala bentuk kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua, mereka juga meminta perusahaan multi nasional cooporation milik negara imperalis seperti Freeport, LNG Tangguh, BP, Medco, Corindo dan perusahaan lainnya menghentikan operasionalnya dari seluruh tanah papua.
"Tutup dan hentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan milik negara-negara imperialis itu," tandasnya.
Dalam aksinya, massa juga membentangkan berbagai spanduk yang diantaranya bertuliskan 'Hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat', 'Tarik militer organik dan non organik dari Papua'.(roi/fat).
Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintahan rezim SBY-Boediono, pemerintahan baru Jokowi-JK serta Belanda maupun PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) memberi kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
"Kami juga meminta militer Indonesia (TNI-Polri) organik dan non organik ditarik dari seluruh tanah Papua," ujar Hiller, Korlap AMP di sela-sela aksinya.
Ia menerangkan ada penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreement) sejarah antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada 15 Agustus 1962. Katanya, kesepakatan internasional tersebut dinilai ilegal, karena dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua.
"Padahal, perjanjian tersebut berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua. Sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri warga Papua," terangnya.
Selain meminta penghentian segala bentuk kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua, mereka juga meminta perusahaan multi nasional cooporation milik negara imperalis seperti Freeport, LNG Tangguh, BP, Medco, Corindo dan perusahaan lainnya menghentikan operasionalnya dari seluruh tanah papua.
"Tutup dan hentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan milik negara-negara imperialis itu," tandasnya.
Dalam aksinya, massa juga membentangkan berbagai spanduk yang diantaranya bertuliskan 'Hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat', 'Tarik militer organik dan non organik dari Papua'.(roi/fat).