Pages

Pages

Jumat, 15 Agustus 2014

PERNYATAAN SIKAP DAN MENGGELAR DEMO DAMAI AMP SURABAYA MENUNTUU KEMERDEKAAN PAPUA

Ilustrasi aksi AMP Menuntutu Kemerdekaan Rakyat PApua (foto, google)
Surabaya_ Mahasiswa Papua yang tergabung dalam “ Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) “ komite kota Surabaya menggelar aksi damai. Titik kumpul yang di pusatkan di depan Hotel Santika Pandegeling Surabaya pada 15/08/2014.

Titik kumpul yang dipsusatkan di Hotel Santika Pandegeling Surabaya hingga titik nol depan Grahadi/ gedung negara. 
 
Ditenggah orasinya, coordinator lapangan Victor Ts Menyampaikan bahwa Perjanjian antara dua Negara tentang New York Agreement 15 agustus 1962 hingga 15 agustus 2014 adalah illegal bagi Rakyat Papua. Perjanjian yang dibangun oleh dua Negara antara Negara Belanda dan Indonesia membuat nasib Rakyat Papua dibumkan. Yang terjadi pada rakyat hanyalah diskriminasi, intimidasi, terror, pembunuhan pemorkosaan dan lain sebagainya.

Lanjut Ts “Selama 52 tahun Negara Indonesia menjajah Rakyat Papua dengan berbagai cara “
 
Mahasiswa papua dalam orasinya mennyampaikan kepada NRI bahwa, Negara Republik Indonesia yang dituju orang nomor satu di Indonesia Susilo Bambang Yudonono memberikan pembebasan bagi rakyat papua. 
 
Yang sebenarnya jam yang telah di tentukan adalah 08.00 sampai 12,00 tetapi, aksi masaa ditunda dengan bebera alas an di bawah ini. Ungkap Ts.

Kronologis Keterlambatan Aksi !
Berhubung dengan 17 agustus depan grahadi di buat panggung, kemudian mereka melakukan gradi bersih dari jam 09.00 sampai 12.00 wib. Sehingga masa aksi disuruh tunggu sampai jam satu (1) siang wib. 
 
Pukul 12.00 hingga pukul 13.00 adalah waktu istrahat, jadi kami mesti tunggu sampaiu jam 13.00. lalu masa aksi mulai star pukul 13.00. kata, salah seorang Intelejen (Berpakaian Preman).

INI PEMBACAAN PERNYATAAN SIKAP

Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
 “Perjanjian New York 15 Agustus 1961 Kesepakatan Internasional Yang Ilegal, Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
Press Release

Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.

Perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang ““Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB ‘UNTEA’ kepada Indonesia.
 
Setelah tranfer administrasi dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib dan pembangunan di Papua tidak menjalankan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New york,
 
Indonesia malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan, tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia.

Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.

Keadaan yang demikian ; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia.

Maka, dalam rangka peringatan 52 Tahun Perjanjian New York/New York Agreement yang Ilegal, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menyatakan sikap politik kami kepada Rezim SBY-Boediono, atau pemerintahan baru Jokowi JK, Belanda dan PBB untuk segera :

  1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
  1. Menuntup dan menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik negara-negara Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua.  
  1. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua.
Demikian press release ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Bangsa dan Rakyat Papua Barat. Terima kasih atas dukungan Kawan-kawan jurnalis dalam memberitakan persoalan rakyat Papua demi terciptanya demokratisasi di Tanah Papua

Salam Demokrasi!
(Admin).
                                                          Jubir,
                                                          Hiller.