Benyamin
Magal
sebagai Ketua IPMAMI SESAL Mewakili Mahasiswa Timika
Semarang dan Salatiga sampaikan kepada, kedua kelompok bersama pihak
kepolisian, TNI, Pemerintah Daerah dan dua lembaga adat, yakni
Lembaga Masyarakat Suku Kamoro (LEMASKO)
dan Lembaga Masyarakat Suku Amungme (LEMASA),
serta para tokoh adat dan tokoh agama untuk duduk bersama membuat
persetujuan yang baik, sehingga tak boleh muncul konflik lagi,” Semarang, 16/05/2014
Kaca
mata Mahasiswa Timika Semarang dan Salatiga pihak kepolisian tidak
tegas untuk menangkap para kepala perang serta pelaku-pelaku yang ada
di dalamnya. “Di Mimika terus terjadi perang suku, karena tak ada
pembelajaran hukum,”
Menambahkan oleh Ketua,
Pemerintah daerah perlu berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk
memberikan sanksi hukum yang tegas kepada para kepala perang. Sebab
jika hal ini dibiarkan saja, maka bisa dikatakan penegakan hukum di
Mimika sangat lemah.
Tambakan
oleh ketua bahwa, Perang suku yang terjadi di Mimika adalah
Oknum-oknum tertentu yang memainkan di belakang masyarakat jadi,
mohon terungkap pelaku siapa yang di belakang layar masyarakat dan
dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku di NKRI dan Hukum
Masyarakat ada setempat.
Teminus
Mirip , sebagai Salah satu anggota IPMAMI Semarang dan Salatiga
mengaku bahwa “Perang suku atau perang keluarga ini terus terjadi
karena tak ada pembelajaran hukum yang baik. Buat pernyataan setelah
itu perang lagi. Sebenarnya pihak kepolisian ini harus tegas,
pelaku-pelaku, kepala-kepala perang ditangkap, proses dan kasih masuk
penjara. Sehingga, pembelajaran hukum seperti ini barulah orang akan
sadar tetapi selama ini dibiarkan saja maka kondisi akan terus
seperti ini,”.
Lanjut
Teminus perang suku terjadi sekarang ini karenakan
Pemerintah belum melakukan batasan hak wilayah tanah adat atau
belum memeliki notaris sebagai pemilik tanah sehingga terjadinya
perebutan tanah atau konflik perang suku . Selain juga pemerintah
belum melihat apa dampak dari pada perusahan yang masuk di wilayah
Timika, untuk kedepan apabila mau masuk perusahan di wilayah Timika
Pemerintah dan pemilik Tanah perlu memikirkan dampaknya terhadap
Masyarakat dan lingkungan sekitarnya .
Daud
Duwitau sebagai senioritas
juga menilai, pemerintah daerah Kabupaten Mimika belum bekerja
sama dengan pihak kepolisian untuk bagaimana mencari solusi dari
persoalan ini. Sehingga pihak pemerintah, TNI dan Polri harus tegas
mendorong penegakan hukum positif dalam persoalan ini.
“Di
Mimika ini terlalu banyak pasukan baik TNI, Polri tetapi seakan-akan
tindakan kriminal ini dibiarkan saja. Jangan hanya mengharapkan
Kapolres dan anggotanya yang atur. Mereka manusia biasa ada batas
kemampuannya. Lebih baik tingkat atas ini baik TNI/Polri maupun
pemerintah daerah koordinasi dan cari solusi, tidak bisa hanya
mengharapkan aparat keamana saja,” jelas Daud.
Menambakan
Daud bahwa, Semua masalah yang terjadi di Timika hanya karena lemah
pemerinah membuat peraturan daerah karena maju mundurnya suatu daerah
ada pada bagaimana merancang PERDA sesuai dengan lingkungan dan
perlu mensosialisasikan kepada masyaraka. Untuk itu dalam pengusunan
peraturan daerah perlu di libatkan berbagai pihak mulai dari
Toko-toko masyaraka, Agama, Pemuda, Lembaga kemasyarakatan, Perempuan
dan Masyarakat.
Mahasiswa
menilai masalah apapun terjadi daerah Papua khusunya Timika hanya
karena ingin menguasai kapitalisme dan jadikan Proyek Usaha oleh
oknum-oknum tertentu (Pengusaha dan TNI/POLRI) jadi pelaku di adili
sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara ini. Pengusaha_pengusaha
masuk Perusahan ataupun usaha-usaha itupun juga tidak melalui
prosedur karena di wilayah Timika Papua mempunyai hak dan ulat tanah
adat, setidaknya pemerintah membangun komunikasi melalui toko adat
dan pemilik tanah lalu persetujuan dari pemerinah.
Beberapa
Mahasiswa Timika Semarang dan Salatiga yang ditemui, mengaku sangat
trauma dengan melihat berbagai kejadian pembunuhan terhadap
masyarakat sendiri didaerahnya,,” kata Felesitas Mandopmo, salah
satu Mahasiswa Semarang sebagai suara perempuan.
Dia
berharap agar Pemerintah Daerah, TNI/POLRI,
Gubernur, KAPOLDA, KOMNAS HAM, Tokoh Adat, Tokoh-tokoh Agama,
LEMASKO, LEMASA dan Lembaga lainnya bisa mengambil langkah-langkah
keamanan bisa menjembatani semua persoalan ini, sehingga jelas
solusinya dan warga tetap tenang beraktivitas.
“Sita
berharap, bagi mereka yang bertikai untuk bisa berdamai, sebagai
ajaran Tuhan. Sehingga hal kasih yang dikedepankan, daripada terus
melakukan peperangan dan pembunuhan, akan sangat tidak berkenan di
hadapan Tuhan,” kata Sita. (Ayo)