Konflik
yang dinyatakan, konflik antara keluarga atau
suku yang secara horizontal atau vartikal di Timika disponsori oleh actor
pejabat Daerah. Melihat secara jelas dihadapan para intelektual bahwa, konflik
ini disponsori oleh actor tertentu yang diutamakan kepentingan politik daerah
yang tidak bisa diatasi. Kata-kata pejuang Bangsa-Bangsa di dunia pernah
katakan dalam orasi politiknya bahwa, “Jika
ada masalah harus ada solusinya”,
Namun kali ini baru temui dan jelas bahwa
konflik yang tidak ada kata berakhirannya.
Perang
saudara antar suku ditimika mulai sejak 27 Januari sampai 19 mei hari ini,
belum ada tanda-tanda berdamai antara kedua kubu. Telah
beberapa bulan yang lewat dan masuk tahunan yang dilewati tapi belum ada kabar
berita yang terdengar dan termuat di media cetak maupun media elektronik bahwa,
pejabat daerah dan keamanan terkait belum pernah yang turun tangani mengenai
konflik ini. Ada apa dibalik ketidak tanganian masalah?, sementara masyarakat Timika
sedang dalam kepanikan dan berjatuhan
nyawa hampir setiap hari.
Dalam
peribahasa pernah ditulis dan dimuat “Dimana ada Gula disitu ada Semut” artinya
dimana ada konflik disitu ada pembasmi terutama adalah Pejabat Daerah itu
sendiri sebagai pembasminya. Namun kali ini belum ada Nampak yang jelas
mengatasi konflik suku yang terjadi Timika selama berbulan-bulan bahkan masuk
tahunan.
Hal
diatas ini yang membuat masyarakat sebagian dan intelektual selalu
bertanya-tanya mengenai konflik yang sedang berlangsung di timika yaitu: Apakah
konflik ini disponsori oleh Gubernur ? Apakah
disponsori oleh DPR dan DPRD, sementara mereka dalam pemilihan berlangsung?, Apakah disponsori
oleh MRP? Atau pun DPRP?, Apakah sponsori oleh Bupati dan pejabat terkait di seluruh wilayah di Papua.?.
Jika memang prang suku ini belum ada kejelasan penyelesaian dan berakhirannya,
maka pastilah bahwa ini disponsori oleh Orang-orang tertentu.
Konflik
yang masuk pada konflik horizontal dan vartikal yang tidak bisa diatasi maka
saat ini masuk pada konflik heterogen, sehingga konflik yang dilakukan di
timika sangat merugikan kepentingan rakyat di Timika selama ini, namun penyebab
trakhir positif dan negatifnya dikenakan seluruh daerah di Papua. Prang
heterogen ini juga berkaitan dengan masalah Politik, masalah kepentingan tertentu,
masalah Otonomi Daerah, dan sebagainya,
hal demikian juga membuat Orang Papua Asli (OPA) sebagian orang dan pendatang bertepuk tangan
untuk mendukung menghabiskan yang
sisa dari korban yang terjadi berjatuhan selama ini. Jika konflik ini brasal
dari lahan kehidupan manusia, maka lihatlah letak secara Geografis, Topografi,
Iklim, Demografi dan potensi daerah yang
ada di pulau Papua.
Selama ini diberbagai daerah di Papua Barat baik di propinsi
Kabupaten /kota puluhan pemimpin yang duduk di birokrat pemerintahan, bangku
(soffa), tetapi tidak akan
ada perubahan dan penyelesaian masalah
seperti ini di dalam masyarakat
dan mereka menjadi pemompa konflik, sampai
pada saat ini juga adanya
pemilihan harus ada juga masyarakat miskin jadi korban
inilah yang pencipta situasi konflik di daerah.
Dalam
pemilihan DPRD kali ini juga terjadi konflik keluarga secara individu-individu,
berkelompok-kelompok, dan anatar
individu berkelompok, maka dalam pendidikan
politik dinyatakan tidak mampu di wilayah ini. Yang dikatakan tidak mampu adalah Pencalek di seluruh wilayah
pulau Papua. Pejabat-pejabat sekarang yang dipilih oleh masyarakat menjadi
pemompa dan pencipta masalah, bukan pembasmi masalah.
Isu
konflik yang terjadi di Timika juga akan terjadi juga di seluruh daerah di Papua,
terutama Nabire juga ada isu-isu yang berkembang seperti itu selama ini. Pejabat
daerah propinsi kabupaten dan intansi-intansi pemerintahan terkait belum ada
kejelasan yang pasti mengenai pembasmi konflik keluarga/suku yang terjadi di
Timika, maka pemberi rekomendasi konflik dan tidaknya adalah pemerintah daerah
itu sendiri dan buakan siapa-siapa?
Konflik
keluarga di timika yang menjadi konflik horizontal dan vartikal ini akan jadi
damai ketika Pejabat yang terkait baik itu pejabat di propinsi maupun kabupaten
duduk bersama, membangun sebuah pola yang bisa diterima oleh semua pihak di
seluruh wilayah Papua. Jika tidak ada pola penyelesaian yang jelas maka
bangunlah sebuah konflik Horizontal yang, Suku makan Suku, Keluarga makan
Keluarga, Family makan Family, Orang Papua makan Orang Papua, Orang Pendatang
makan Orang Pendatang, dan Orang Pendatang makan Orang Papua dan Orang Papua
makan Orang Pendatang yang terjadi di wilayah ini.
Pemerintah daerah lipat tangan dan keamanan juga
istirahat dalam permasalahan yang terjadi di Timika, hal ini adalah ada temuan bahwa, suku-suku
tertentu di Papua Barat sudah musnah dan masih ada juga suku-suku tertentu
sedang menuju kepunahan. Penemuan yang paling mengejutkan adalah hasil penemuan
para peneliti dari Universitas Yale Amerika Serikat dan peneliti dari Australia
yang menyimpulkan bahwa di Tanah Papua sedang terjadi praktek pemusnahan etnis
(genocide). Yeri Madai)
Sumber :http://yerino-germanis.blogspot.com