Steven Peyon |
Oleh : Steven Peyon #
Banyak cara dilakukan
pemerintah Indonesia agar West Papua tetap dijajah dan kokoh dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu upaya yang gencar
saat ini adalah politik pencitraan kolonial melalui isu “berantas
koruptor”, juga “berantas Teroris” dimana Kapolda Papua Irjen (Pol)
Tito Karnavian ditempatkan sebagai eksekutor utama.
Dalam dunia postmoderen,
Politik Citra (image Politic) selalu dipakai oleh penguasa penjajah
sebagai jurus utama dalam membendung gerakan perjuangan yang dilakukan
oleh kaum yang dijajah. Strategi dari pencitraan adalah mempengaruhi
emosi, opini, cara pandang, dan ideologi rakyat agar muncul antipati
terhadap pejuang kemerdekaan dan sebaliknya membenarkan dan mendukung
agenda politik penguasa Penjajah yang direkayasa dengan dukungan
mesin-mesin pencitraan seperti media cetak dan elektronik yang terus
memuluskan kepentingan penguasa kolonial.Kapolda Papua permantap
hubungan dengan salah satu Media cetak di Papua
Di West Papua, penguasa
kolonial Indonesia dengan dukungan media cetak dan elektronik terus
menjadikan isu pemberantasan korupsi dan teroris untuk mendulang simpati
orang West Papua. Indonesia berharap dengan membuat rekayasa teror bom
serta mengadili koruptor, rakyat West Papua dapat mendukung upaya
Kapolda, juga mendukung operasi basmi yang dilancarkan oleh militer
Indonesia tehadap aktivis dan pejuang kemerdekaan West Papua.
Trik pencitraannya adalah
seluruh pejuang dan organisasi gerakan perjuangan West Papua distigma
teroris, pengacau, separatis, kriminal dan segala citra buruk lainnya
sehingga mereka harus dibasmi. Media lokal maupun nasional Indonesia
dalam peliputannya ikut memanipulasi berita untuk memojokan ektivis West
Papua. Jurnalis-jurnalis yang kebanyakan agen kolonial diarahkan untuk
meliput opini sepihak dari polisi saja dalam setiap kasus. Pernyataan
polisi dijadikan sebagai pembenaran kasus.
Penangkapan liar, pembunuhan
liar, penggrebekan liar yang dilakukan polisi terhadap aktivis dan
rakyat West Papua diberitakan oleh media kolonial sebagai upaya
penegakan hukum kolonial. Untuk menunjukan eksistensi penguasa sebagai
“pendekar”, juga sebagai trik menutupi kritik rakyat atau kebrutalan
polisi Indonesia, kini Tito Karnavian mendengungkan Pemberantasan
Korupsi. Atau setelah tangkap, bunuh dan kejar aktivis dan pejuang West
Papua, lalu mencitrakan dirinya sebagai aktor pemberantas koruptor
Papua.
Orang Papua yang juga
sementara sebagai agen-agen kolonial dalam struktur pemerintahannya
ditempatkan sebagai manusia “penjilat pantat jakarta” yang menjadi
penjahat koruptor di provinsi Papua dan Papua Barat yang harus dibasmi.
Media mengkaver kegiatan berantas korupsi sebagai persoalan pokok orang
Papua Barat, sembari menutupi persoalan utama yang terus dipersolkan
orang West Papua yaitu hak penentuan nasib sendiri.
Penguasa kolonial Indonesia
mencitrakan orang Papua sebagai pelaku atas Kejahatan dan kegagalan
NKRI bangun bangsa West Papua. Makanya, tidak heran Jakarta terus
mengadu-doma orang Papua dan menyalahkan orang Papua. Citra orang Papua
sebagai koruptor dan teroris dibesar-besarkan agar pemimpin-pemimpin
Gereja di Papua, Tokoh-Tokoh Masyarakat di Papua, Akademisi, Mahasiswa,
LSM nasional dan Internasional serta negara-negara di dunia dapat
memandang mereka sebagai pihak benar, lalu bersimpati dan mendukung
rekayasa kolonialisme NKRI di West Papua.
Tujuan utama dari akhir rekayasa ini adalah rakyat sibuk dalam
setingan penjajah, dan agar dapat mempercayai penguasa kolonial di West
Papua dan melupakan perjuangan untuk memerdekakan bangsanya dari ancaman
pemusnahan dan eksploitasi ekonomi. Dan di internasional, Kolonial
Indonesia berharap Internasional memandang masalah West Papua hanyalah
soal uang dan keamanan yang harus diselesaikan dalam internal
Indonesial. Adalah suatu rekayasa dan politik pencitraan Kolonial
Indonesia di West Papua. Mari kita waspada! (Steven)