Pengamat Hukum, Adolf Steve Waramori (Jubi/Indrayadi TH) |
Jayapura 25/3 (Jubi) - Pengacara kondang Papua Steve
Waramori, meminta Gubernur Provinsi Papua harus komit dengan apa yang
telah dikatakan dan jangan plin plan, terkait kasus yang dugaan korupsi
yang menyeret dua pejabatnya, yang berinisial DW dan JW.
“Apa yang dikatakan Gubenur kepada media
ketika itu melalui humasnya bahwa itu tugas penegakan hukum yang Dia
(Gubernur) tidak bisa intervensi. Kenapa yang ini (DW dan JW) dia
intervensi, komitlah dengan apa yang dikatakan, jangan plin- plan,” kata Steve, Selasa (25/3).
Steve
meminta Kejati harus tegas terkait penahanan terangka korupsi. Seperti
contoh saat menahan Kepala Biro Pemerintahan Kampung Provinsi Papua, Eli
Weror.
Pernyataan
yang dilontarkan Gubernur Papua beberapa waktu lalu di media terkait
kasus DW dan JW, dikatakan Steve bahwa yang menyatakan bersalah atau
tidak bersalah adalah putusan dari pengadilan.
“Kejaksaan punya kewenangan penuh yang diberikan undang-undang melakukan penyidikan,” ujarnya.
Sebelumnya,
Gubernur Papua, Lukas Enembe membantah jika DW dan JW pejabat yang baru
dilantiknya mangkir untuk diperiksa setelah sebelumnya Kejaksaan Tinggi
(Kajati) Papua layangkan surat pemanggilan pertama Kamis (13/3) terkait
kasus korupsi senilai Rp 3 Milyar dana KPU Lanny Jaya tahun 2011.
“Itu tidak benar, bagaimana dikatakan sebagai tersangka padahal ia belum diperiksa,” kata Lukas Enembe ditemui sela – sela peresmian posko kemenangan demokrat di batas Kota Jayapura, Sabtu (15/3) lalu.
Enembe menjelaskan dirinya sudah memanggil DW dan JW, keduanya telah menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya.
“Saya baru lantik pejabat itu, menetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan itu tidak benar,” kata Enembe.
Penggunaan
dana oleh kedua pejabat itu sudah benar, dikatakan Enembe, karena
dulunya pengunaan dana harus menggunakan memo bupati dan sekerang baru
sebut dana hibah pada tahun 2012.
“Tahun
2011 ke bawah baru harus menggunakan memo bupati untuk mengeluarkan
dana di keuangan pada KPU dan itu cerita mereka,” katanya.
Menurutnya
dana senilai Rp 11 milyar adalah dana APBD, pelaksana harian bupati
setempat mengeluarkan memo untuk mencairkan dana itu, untuk membayar
panitia pemilu daerah (PPD).
“Jadi pada saat itu sebagai bupati Carateker
mengeluarkan memo mohon bayarkan langsung kepada KPU, diserahkan ke
kepala keuangan, jadi penggunaan dan kesalahan ada di KPU,” tegas
Enembe. (Jubi/Indrayadi TH)