Pra Peradilan Kasus Sarmi (Jubi/Aprila) |
Jayapura,21/3(Jubi)—Kepolisian Daerah ( Polda ) Papua ternyata
menolak permohonan penangguhan penahanan dua orang asal Kabupaten Sarmi
berinisial EW dan SF yang diduga terkait kasus makar. Hal tersebut
terungkap pada sidang lanjutan sidang kasus makar, di Pengadilan Negeri Jayapura, Jumat(21/3) siang.
Penolakan itu dibacakan 6 Kuasa Hukum Polda Papua,masing-masing
Kombes Pol Djoko Prihadi, AKBP Anthonius Diance, AKBP Basri, AKP
Agustinus, Iptu Syamsir dan Jacub Jamco.
Menanggapi penolakan tersebut, Kuasa/Penasehat Hukum ( PH ) terdakwa,
Gustaf Kawer akan mengajukan keberatan yang kan dibacakan pada sidang
lanjutan, Senin(24/3) mendatang.
” Ketika itu kami mengajukan keberatan terhadap penahanan kedua klien kami, lantaran penangkapan yang dikuti dengan penggeledahan rumah yang dilakukan oleh pihak Kepolisian tanpa prosedur hukum. Jadi bisa dikatakan, Polisi sudah bertindak seperti preman,” jelas Gustaf Kawer kepada tabloidjubi.com via telepon selulernya.
Namun, keberatan itu, kata Gustaf, di tolak oleh Polda Papua, dengan
alasan bahwa penangkapan yang dilakukan kepada kedua tersangka tersebut
merupakan tangkap tangan, jadi tidak perlu lagi menggunakan surat tugas
atau surat perintah penangkapan. Jadi, apa yang dilakukan saat itu,
menurut Kuasa Hukum Polda Papua, sudah sesuai prosedur.
Sidang ini sendiri, adalah idang dugaan kasus makar yang ditemukan Kepolisian Resort Sarmi, yang diikuti dengan penggeledahan, penahanan dan penyitaan barang-barang milik EW dan SF yang terjadi di Kabupaten Sarmi, 13 Januari 2014 lalu.
Gustaf mengatakan, polisi dalam melakukan penyitaan pada 19 Januari
lalu menggunakan cara yang tak patut. Saat datang, mereka berkendaraan
dan bersenjata lengkap, seperti dalam suasana perang yang kemudian
melakukan penangkapan terhadap EW.
“Anaknya bahkan disiksa, disuruh tengkurap, ditodong dengan pistol dan senjata. Mereka geledah dari ruang depan sampai dapur. Waktu penangkapan, tidak ada surat tugas dari polisi, mereka langsung dibawa ke kantor polisi. Satu hari kemudian baru surat itu diberikan,” sesal Gustaf.
Menurut Gustaf, ini dilakukan sebagai fungsi kontrol terhadap kinerja
polisi agar kedepannya tidak melakukan cara-cara yang keliru terhadap
masyarakat. Mereka kan pelindung, pengayom masyarakat sehingga harus
melakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas mereka sebagai
aparat penegak hukum. “Jangan seperti preman atau orang yang tidak
jelas,” katanya.
Istri SF, kepada tabloidjubi.com membenarkan kejadian yang menimpa keluarganya.
“Polisi masuk ke rumah dan ambil kami punya surat-surat berharga satu kopor, 3 buah parang, kampak kecil,” kata istri SF kepada tabloidjubi.com seusai pra peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (20/3) lalu.
Ketika ditanya alasan penggeledahan, pihaknya mengaku tidak tahu.
Hanya saja, uang Rp1.600.000, ijasah anak-anaknya juga diambil tetapi
telah kembalikan pada 24 Desember lalu.
Hal yang disesalkan istri SF adalah cara pihak kepolisian masuk ke rumahnya adalah melalui jendela rumah dan setelahnya mereka kasih police line di sekeliling rumah. (Albert/Jubi)
Sumber : http://tabloidjubi.com