Marianus Yaung dalam Acara Seminar dan Diskusi Publik oleh AMPTPI(foto Melky) |
Jayapura, 24/3 (Jubi) – Sesungguhnya Bangsa Indonesia
tidak pernah memiliki kemauan yang tulus dalam membangun Papua selain
menguras sumber daya alamnya. Karena yang sedang terjadi saat ini adalah
sistem “politik anak bawang”.
Pernyataan itu keluar dari mulut
Marianus Yaung, salah satu pemateri dari kalangan akademisi, dalam
Seminar Sehari dan Diskusi Publik bertema ”Memperjuangkan Keberpihakan
Demokrasi Bagi Rakyat Bangsa Papua, Demi Terciptanya Keadilan dan
Perdamaian” di Aula Utama Asrama Mahasiswa Kabupaten Mimika, Jayapura, Sabtu 22/3, kemarin.
Dosen hubungan internasional di
Universitas Cendrawasih itu mengatakan, sistem demokrasi Indonesia saat
ini rapuh atau tidak stabil karena sedang diimplementasikan secara
kombinasi antara kekuasaan sipil dan militer.
Menurutnya,
militer masih memiliki pandangan tentang prinsip-prinsip demokrasi yang
masih berseberangan dengan pandangan prinsip-prinsip demokrasi
universal. Padahal demokrasi sendiri memiliki makna pemerintahan dari
rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
“Maka
dari itu, penerapan demokrasi di Indonesia hanya melahirkan bencana
kemanusiaan bagi kaum minoritas terutama Aceh dan Papua,” ujarnya.
Dia juga mengutip pernyataan Prof. Kaushik Basu, dari Cornell University,
USA, yakni “biarkan kaum minoritas meyakini bahwa pendapat mereka
diperhitungkan, bahwa mereka ikut serta dalam pengambilan keputusan
bangsa, padahal mereka tidak termasuk dalam permainan yang sesungguhnya”
Ones Banundi dari perwakilan Dewan Adat Papua (DAP) juga mengakui sistem demokrasi di Indonesia, tidak demokratis
“DAP
pernah memasukan surat pemberitahuan aksi demo damai ke Polda Papua
tetapi ditolak dengan alasan tidak sah”, ujarnya memberi contoh.
Pernyataan
ini didukung juga oleh Markus Haluk, Sekjend AMPTPI dalam pemaparan
materinya. Menurut Markus, dalam catatannya telah terjadi 15 kali lebih
penolakan aksi demo damai di Kota Jayapura kurun 2013.
”Saya
mencatat kurang lebih ada 15 kali penolakan aksi demo damai oleh Polda
Papua dengan berbagai alasan, di antaranya organisasi illegal, masa demo menganggu ketertiban umum dan sebagainya”.
Haluk
yang juga aktivis HAM Papua itni berpesan, orang Papua tidak boleh
berdiam diri ketika menyadari bahwa politik anak bawang masih terus saja
dilakukan di tanah Papua.
“Maka
kita harus menyiapkan diri. Banyak cara yang dapat dilakukan,
diantaranya belajar yang benar, bekerja yang professional dan fokus,
berorganisasi yang produktif, menulis isu-isu Papua lalu dipublikasikan
mulai lingkup lokal sampai internasional.
Menurutnya,
cara menjadi orang Papua yang sejati, adalah menghidari dari “3 P”,
yakni Patipa (Papua tipu Papua), Pabupa (Papua bunuh Papua) dan Pamapa
(Papua makan Papua)”.(Jubi/ Melky Wetipo )