Pendeta Simon Petrus Hanebora. Ist. |
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Daud Kobogau, warga Nabire yang
diduga mabuk dan membuat keributan, ditusuk salah satu oknum anggota
Brimob pada (14/03/2014). Daud Kobogau ini diketahui ditikam di punggung
sebelah kanan. Awalnya dia dilarikan ke RSUD Siriwini Nabire untuk
dirawat bersama 3 korban lainnya. Saat ini, mereka semua sudah dibawa
pulang untuk mendapat pengobatan tradisional.
Oknum anggota Brimob yang melakukan penusukan tersebut masih belum diidentifikasi polisi, dan terkesan diperlambat.
Aparat Kepolisian dari Polres Nabire juga membanjiri tempat kejadian dan bahkan sampai RSUD untuk mengantisipasi jangan sampai terjadi kericuhan kembali akibat warga yang tidak terima.
Hal ini mendapat kecaman dari Kepala Suku Besar Yerisiam di Nabire, pendeta Simon Petrus Hanebora.
"Anggota brimob adalah pasukan setingkat tempur yang fugsinya berada di sebuah kondisi dimana hal situasi darurat. Brimob bukan harus berkeliaran seperti begitu, harus di kordinir baik aktivitas meraka oleh pimpinan tertingi," tegas Hanebora.
Hanebora menilai, untuk kapasitas seorang anggota Brimob, sangat memalukan bila seorang warga yang hanya mabuk dan mengacaukan situasi diamankan dengan tusukan pisau.
"Saya ragu dengan kapasitas mereka sebagai penjaga keamanan dan mengayom masyarakat. Pulangkan saja mereka," tegas Hanebora.
Sebelumnya, Hanebora juga menyerukan kepada petinggi militer di pusat agar menarik militer dari tanah Papua, khususnya dari wilayah Nabire, karena mereka dinilai hanya menciptakan masalah, dan tidak terlihat sebagai pengaman masyarakat.
Sementara itu, anggota AMP komite kota Yogyakarta dalam aksi demo damai menyerukan dengan tegas untuk Indonesia menarik militer dari seluruh tanah Papua.
"Orang Papua dapat menjaga diri mereka sendiri, mengamankan diri mereka sendiri. Itu sudah terbukti dahulu. Saat ini, malah keamanan yang menciptakan masalah," teriak salah satu anggota AMP dalam orasinya.
Sementara Wenas, ketua AMP komite kota Bandung dalam perbincangannya beberapa waktu lalu mengatakan, militer Indonesia kadang menciptakan konflik untuk menjadi ladang bisnis mereka, dimana mereka akan memanen uang keamanan dari konflik yang terjadi. (BT/014/MS)
Oknum anggota Brimob yang melakukan penusukan tersebut masih belum diidentifikasi polisi, dan terkesan diperlambat.
Aparat Kepolisian dari Polres Nabire juga membanjiri tempat kejadian dan bahkan sampai RSUD untuk mengantisipasi jangan sampai terjadi kericuhan kembali akibat warga yang tidak terima.
Hal ini mendapat kecaman dari Kepala Suku Besar Yerisiam di Nabire, pendeta Simon Petrus Hanebora.
"Anggota brimob adalah pasukan setingkat tempur yang fugsinya berada di sebuah kondisi dimana hal situasi darurat. Brimob bukan harus berkeliaran seperti begitu, harus di kordinir baik aktivitas meraka oleh pimpinan tertingi," tegas Hanebora.
Hanebora menilai, untuk kapasitas seorang anggota Brimob, sangat memalukan bila seorang warga yang hanya mabuk dan mengacaukan situasi diamankan dengan tusukan pisau.
"Saya ragu dengan kapasitas mereka sebagai penjaga keamanan dan mengayom masyarakat. Pulangkan saja mereka," tegas Hanebora.
Sebelumnya, Hanebora juga menyerukan kepada petinggi militer di pusat agar menarik militer dari tanah Papua, khususnya dari wilayah Nabire, karena mereka dinilai hanya menciptakan masalah, dan tidak terlihat sebagai pengaman masyarakat.
Sementara itu, anggota AMP komite kota Yogyakarta dalam aksi demo damai menyerukan dengan tegas untuk Indonesia menarik militer dari seluruh tanah Papua.
"Orang Papua dapat menjaga diri mereka sendiri, mengamankan diri mereka sendiri. Itu sudah terbukti dahulu. Saat ini, malah keamanan yang menciptakan masalah," teriak salah satu anggota AMP dalam orasinya.
Sementara Wenas, ketua AMP komite kota Bandung dalam perbincangannya beberapa waktu lalu mengatakan, militer Indonesia kadang menciptakan konflik untuk menjadi ladang bisnis mereka, dimana mereka akan memanen uang keamanan dari konflik yang terjadi. (BT/014/MS)
Sumber : http://majalahselangkah.com