Pages

Pages

Selasa, 18 Maret 2014

MAHASISWA MENDESAK PEMERINTAH SEGERA MENCARI SOLUSI UNTUK MENGAKHIRI KONFLIK DI TIMIKA

YOGYAKARTA. TIMIPOTU NEWS. Perang telah suku yang terjadi pada 4  Maret lalu, menyebabkan warga menderita dan berjatuhan  kematian 7 orang, sementara 300 lainnya telah meninggalkan luka-luka. Selain itu, enam rumah dan mesin berat dihancurkan oleh massa.

Masalah sengkata tanah sudah diselesaikan dengan damai namun, pada 4 Maret kembli memicu sampai saat ini belum ada titik temunya. Ha ini telah menandakan bahwa ada pihak tertentu yang sengaja dimainkan demi kepentingan tertentu. 

Mahasiswa juga kembali nilai bahwa, semua masalah yang terjadi di Papua baik itu terjadi antara masyarakat Papua dengan masyarakat Papua sendiri atau antara masyarakat Papua dengan pendatang maupun masyarakat dengan keamanan adalah bagian dari proyek yang sistemik. Mengapa demikian? Karena fakta telah mengatakan dengan jelas bahwa, ada orang atau sekelompok  tertentu yang segaja menciptakan konflik melalui masyarakat untuk mendapatkan kepentingan tertentu. 

Setelah diciptakan konflik, apakah keamanan gabungan TNI/POLRI hanya turun di lapangan begitu saja tanpa ada dana keamanan? Saya tidak tahu berapa dan yang habis dengan alasan keamanan. Setelah terjadi konflik, berapa banyak orang Papua yang datang di kantor pemerintahan untuk minta dana perdamaian? Tentu dana dicairkan tetapi berapa yang sampai di masyarakat. Hanya sisa yang dapat tetapi sebagian besar disisipkan kepentingan pribadi. 

Dengan melihat kenyataan seperti itu, mahasiswa dengan tegas mengatakan bahwa konflik di Papua adalah segaja diciptakan bagian dari proyek atau sumber uang bagi sekelompok orang yang bermain dilayar belakang.

Bentrok di Timika yang menewaskan 7 orang, sementara  300 lainya luka-luka adalah bagian dari praktek konflik sistemik. Dan hal ini bisa dilihat dari peran keamanan dan pemerintah yang sampai saat ini belum juga diatasi selesai. Mahasiswa menilai, segaja dibiarkan masyarakat untuk saling konflik sampai saling menewaskan. 

Oleh sebab itu, mahasiswa meminta, pemerintah segera mengumpulkan kepala suku dari kedua suku tersebut, menghadirkan lembaga adat, pihak keamanan, LMS, LMA yang ada demi mencari solusi. Itu adalah solusi yang cepat untuk menyelesaikan masalah. Kalau hanya polisi gabungan TNI/POLRI yang diturunkan, mahasiswa menjadi pertanyaan besar bahwa apa yang akan terjadi di lapangan sana?. 

Pastor Neles Tebay, kordinator jaringan damia Papua, juga mendesak pemerintah daerah untuk secara aktif mencari solusi untuk mengakhiri bentrokan komunal berkepanjangan. Pemerintah harus proaktif dalam mengumpulkan tokoh adat dari kedua belah pihak yang bertikai atas sengketa tanahdi Jayanti Timika- Papua yang sudah terjadi sejak 4 Maret 2014 lalu.

Mahasiswa pun mendesak kepada pemerintah Daerah Timika dan pemerintah Provinsi segera mencari solusi untuk menyelesaikan konflik tersebut. Kalau belum mampu menyelesaikan berarti pemerintah telah gagal membangun masyarakat. Itu bukti dari kegagalan pemerintah dalam hal membangun masyarakat Papua. (Bidaipouga Mote)