Kapolsek Kawasan Bandara Sentani Iptu Abraham Soumilena ketika memperlihatkan 8 amunisi yang diamankan dari tas seorang pemuda yang mengaku mahasiswa UKI Jakarta (Jubi/D. Budiman) |
Jayapura,
6/2 (Jubi) – Kristianus Delgion Madai, mahasiswa Universitas Kristen
Indonesia (UKI) yang kedapatan membawa 8 butir amunisi senjata api jenis
US Carabin 8,4, di Bandara Sentani, Selasa (4/2) lalu, mengatakan bahwa
dirinya tidak tahu-menahu dengan temuan amunisi dalam tasnya. Karena ia
tak pernah mengisi amunisi tersebut dalam tas yang dibawanya.
“Saya
kaget ketika kedapatan peluru amunisi ini, karena sejak masih di
Jakarta tidak terdeteksi di X-Ray,” ungkap Kristian D. Madai, di Polres
Doyo Baru Sentani, Kamis (6/2).
Lanjut
Kristianus, dirinya berangkat dari Jakarta menuju Jayapura menggunakan
pesawat Lion Air JT794, dengan tujuan akhir di bandara Nabire. Namun,
ketika ia transit di Bandara Sentani, ia terdeteksi membawa amunisi.
“Saya
tidak percaya. Saya fikir ini sebuah sandiwara jadi saya suruh petugas
untuk periksa tas kedua kalinya melalui X-Ray,” ujar lelaki yang sedang
menyelesaikan program study Hubungan Internasional (HI) di kampus
Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta ini.
Mengingat
waktu untuk berangkat sangat terbatas, lanjut Madai, dirinya
menyerahkan amunisi kepada petugas dan langsung menuju ke ruang tunggu
untuk transit.
“Ketika
saya sedang tunggu pesawat di ruang transit, polisi tiba-tiba datang
dan mendesak saya agar ke pos polisi terdekat untuk selesaikan masalah.
Mengingat waktu berangkatnya dua jam saja jadi saya menolak permintaan
ini. Tapi, polisi masih ‘ngotot’ untuk jalan ke pos polisi. Dengan
terpaksa saya jalan,” lanjutnya.
Ia
menceritakan, di Bandara Soekarno-Hatta, ia menjalani dua kali
pemeriksaan melalui X-Ray. Pertama ketika masuk di ruang untuk lapor
tiket. Kedua ketika masuk ke ruang tunggu untuk naik ke pesawat. “Dua
kali pemeriksaan tidak terdeteksi,” tukasnya.
Ketika
naik pesawat, kata madai, dirinya duduk di bangku nomor 23 C. Di nomor
23 A dan 23 B juga ada dua orang yang duduk. Menurut Madai, kedua orang
yang duduk di samping dia dan ia tidak mengenalnya.
“Saya tidak kenal dua orang yang disamping saya. Tapi dalam perjalanan, penumpang yang duduk di nomor 23B sempat tanya saya, ‘mau kemana kamu? Saya menjawab, saya tujuannya ke Nabire tapi transit di Jayapura. Penumpang yang duduk di nomor 23B tersebut menuturkan, dia akan menuju ke Wamena,” tuturnya.
Lanjut
Madai, akhir dari dialog tersebut, ia tertidur lelap dan tas yang
diduga isi amunisi tersebut dia letakan di bawah kursi. “Bagasi untuk
letakkan barang bawaan sangat penuh, terpaksa saya taruh barang dibawah
kursi penumpang,” ungkapnya.
Masih
menurut Madai, ketika pesawat mendarat di Bandara Sentani, ia sempat
bingung untuk menuju ke ruang tunggu. “Saya bingung di Bandara Sentani
jadi saya buka tas sambil letakkan dibawah dan saya tanya ke orang-orang
yang ada di samping saya,” katanya.
Setelah dirinya dapatkan petunjuk menuju ke ruang tunggu, ia angkat tasnya menuju ke ruang tunggu.
“Saat berjalan menuju ruang tunggu ada orang yang mengatakan bahwa ‘resleting’ (kancing-red) tasnya terbuka. Saya langsung tutup kembali resleting tersebut dan langsung menuju ke X-Ray, dan di X-Ray itu, terdeteksi amunisi” pungkasnya.
Sebelumnya,
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Kawasan Bandara Sentani, Iptu
Abraham Soumilena menuturkan bahwa seorang pemuda 30 tahun berinisial
KDM yang mengaku sebagai mahasiswa UKI diamankan Polsek Kawasan Bandara
Sentani di Bandara Sentani setelah kedapatan membawa amunisi Senjata Api
jenis US Carabin (Jenggel) kaliber 8,4 sebanyak delapan butir .
“Saat
pelaku tersebut hendak mau masuk ke ruang tunggu keberangkatan, namun
sesampainya di bagian X-Ray didapati dalam tas pelaku membawa amunisi
senjata api jenis US Carabin caliber 8,4,” kata Kapolsek Bandara Sentani
ini.
Dari
informasi yang dikumpulkan tabloidjubi.com, diketahui bahwa Kristian
Delgion Madai adalah salah satu dari kelompok mahasiswa yang melakukan
penghadangan rombongan para Mentri Luar negeri Negara-Negara Melanesia
di Hotel Borobudur beberapa waktu lalu. Aksi sekelompok mahasiswa ini
disebutkan sebagai aksi anarkis oleh salah satu delegasi dalam rombongan
para Menteri Luar Negeri Negara Melanesia tersebut. Namun Direktur
Jenderal Kawasan Asia Pasifik dan Afrika, Yuri Octavian Thamrin mengaku
bahwa tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua
dalam penghadangan tersebut. Ia menyebutkan koordinasi yang kurang baik
antara aparat keamanan, baik TNI maupun Polri di daerah Sawah Besar,
yang berdekatan dengan Hotel Borobudur.
”Namun, di sisi lain, kami juga memberikan apresiasi kepada para mahasiswa asal Papua dan Papua Barat yang melakukan aksi dengan cara-cara yang damai atau tanpa kekerasan (non-violence); sebab tampak mereka membentangkan poster dan spanduk tuntutan kepada para delegasi MSG –salah satu spanduk yang paling nampak bertuliskan “The west Papuan people support WPNCL to be membership MSG” –namun tak ada aksi kekerasan, anarkis, atau perbuatan tak menyenangkan yang dilakukan kepada para delegasi, juga kami daripejabat Kemenlu yang turut mendampingi.” tulis Yuri Octavian dalam siaran pers Kementrian Luar Negeri kepada Jubi beberapa waktu lalu.
Bahkan,
Yuri Octavian mempertanyakan kinerja Badan Intelijen Negara yang
diberikan kepercayaan untuk mengamankan kunjungan tersebut.
“Juga turut mempertanyakan kinerja Badan Intelijen Negara (BIN), yang sejak awal telah diberikan kepercayaan penuh dalam hal pengamanan pejabat tinggi Negara asing, sebab jelas-jelas telah tak mampu mendeteksi dini, agar bisa dilakukan pencegahaan lebih dulu.” lanjut Yuri dalam siaran pers tersebut. (Jubi/Hendrik OM/Victor Mambor)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar