Ilustrasi |
Jayapura, 6/2 (Jubi) – Gubernur Papua, Lukas Enembe menuduh
aparat keamanan dan militer di Papua telah menjual peluru kepada warga
Papua. Tuduhan Gubernur Papua ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, para
pelaku penembakan atau baku tembak dengan aparat keamanan di Papua
seakan tak pernah kehabisan peluru.
“Kapolri, Panglima tertibkan, itu amunisi, karena amunisinya dijual
oleh anggota kita sendiri,” kata Lukas Enembe di Gedung DPR, Jakarta,
Kamis (6/2), sebagaimana dikutip dari merdeka.com.
Menurut Gubernur Papua ini, sangat aneh jika para pelaku penembakan
yang selama ini terjadi di Papua bisa memiliki peluru karena pengawasan
di Papua sangat ketat sehingga sulit meloloskan peluru atau amunisi
selain membeli pada aparat keamanan dan militer yang bertugas di Papua.
Anggota Komisi I DPR RI asal Papua, Yoris Raweyai menyebutkan aparat
keamanan di Papua menjual peluru seharga Rp. 1.500 perbutir. Menurutnya,
aparat keamanan yang datang ke Papua, selalu datang membawa peluru
penuh tapi pulangnya tak ada peluru yang tersisa.
“Dari mana amunisi bisa masuk ke sana, ada indikasi pasukan di-BKO-kan datang bawa peluru, pulang tak bawa apa-apa. Jadi ada istilah, datang bawa M16 pulang bawa 16 M,” kata Yoris kepada merdeka.com
Yoris juga yakin akan hal ini karena dalam beberapa kali kasus
penembakan di areal Freeport Indonesia di Timika, selongsong peluru yang
ditemukan adalah selongsong peluru buatan PT. Pindad yang dipakai
aparat keamanan Indonesia.
Sumber tabloidjubi.com di Nabire yang biasa mencari emas di lokasi
penambangan emas Degeuwo, mengatakan kepemilikan senjata atau peluru
disekitar wilayah Nabire, Paniai dan Degeuwo sendiri sangat mudah.
Dengan uang sebesar 6 juta saja, mereka bisa mendapatkan sebuah pistol
dari aparat keamanan beserta pelurunya. Biasanya, menurut sumber ini,
yang membeli adalah orang yang datang mendulang dari wilayah lain.
“Kalau orang-orang Degeuwo, tidak. Biasanya dari Paniai atau Nabire. Mereka yang beli pake emas yang mereka dapat waktu dulang.” kata sumber ini.
tabloidjubi.com
pada bulan November 2012 mencatat ada seorang warga Degeuwo yang
ditangkap polisi dari Kepolisian Resort (Polres) Nabire, karena membawa
pistol. Saat diperiksa warga itu mengakui kalau pistol itu diakui
dibelinya dari seorang anggota TNI. Warga Degeuwo, berinisial MA
kemudian mengaku kepada polisi jika pistol yang dia bawa itu dibelinya
seharga Rp. 26 Juta dari seorang oknum anggota TNI Batalyon 753 Arvita
Nabire, berinisial Dmt. Pistol tersebut dibelinya di lokasi penambangan
emas 81 di Degeuwo.
“Jangan percaya kalau mereka (aparat keamanan-red) bilang senjata
atau peluru mereka dirampas atau hilang dicuri. Itu mereka sudah jual.”
kata sumber tabloidjubi.com tersebut.
Sumber ini juga memastikan bahwa selain orang dewasa, ada juga remaja yang beli senjata dan peluru pada aparat keamanan.
“Saya kenal dua anak usia SMA yang punya pistol dan peluru. Mereka selalu bilang, kaka komandan, kalau mau datang ke Degeuwo, nanti kami kawal. Kami punya pistol.” kata sumber tersebut, menirukan kata-kata dua anak usia sekolah yang dia kenal itu. (Jubi/Victor Mambor)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar