Pages

Pages

Minggu, 23 Februari 2014

RASIONALITAS BERPIKIR TERHADAP EKSISTENSI MANUSIA HARUS MENJADI SUBJEK DALAM BUDAYA DAN ADAT BUKAN OBJEK.

Krismas Bagau (foto,FB)
 Oleh, Krismas Bagau #

Manusia harus bersepekulasi dengan rasio berpikirnya demi membangun eksistensi di tanah Papua dari presepektif budaya dan adat.

Manusia dalam realitas hidup berada pada sepekulasi. Sepekulasi berarti memperhatikan, memandang dan melihat. Manusia sebagai insan yang memiliki akal sehat untuk dapat melihat untuk berpikir secara rasional dalam hal bertindak. Manusia yang berakal dalam budaya dan beradat pasti bisa membedakan budaya dan adat pada tempatnya untuk dan agar memahami dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia sering disebut sebagai subjek maka harus lebih dahulu mendahului dan memahami diri sendiri dan mengakui dan menghormati eksistensi terhadap alam dimana ia ada dan dibesarkan. 

Manusia berbudaya dan beradat menghormati dan mengahargai dan menyusuri dimana ia berada dan mengumulinya dalam hidup. Manusia datang entah dari mana, manusia ini entah siapa, manusia pergi meninggalkan budaya dan adat entah kemana, manusia akan mati entah kemana. Eksistenisi seringkali menjadi kontradiksi dalam perjalanan hidup namun lebih pada subtansi maka penghormatan amat diperlukan demi menghindari kontradiksi. Eksistensi harus dijadikan menjadi penyatuhan dalam diri sendiri agar supaya manusia bahu membahu membangun suatu daerah dengan tidak membedakan historisnya tetapi mempertahankan histrisnya untuk tumbuh dan berkembang dalam membagun suatu daerah dari presepektif pemikiran yang rasional.

Kesadaran akan keberadaan atau subtansi eksistensi itu melekat maka siapa pun tidak bisa mengganngu gugat. Manusia atau Orang Papua secara budaya dan adat sudah tersusun rapi dan itu terus diwariskan dari generasi ke generasi samapi sekarang. Manusia seharusnya belajar memahami diri dari dan untuk membangun daerah bagian yang integeral. Sebab belajar memahami pun bagian yang harus belajar dari sejarah secara baik supaya subtansinya eksis dalam eksistensi sehingga keberagaman menjadi harmonis dalam membangun daerah.

Dalam Adat dan Budaya yang ada dilingkupnya menajdi bagian yang sulit dihilangkan dan menjadi bagian yang integeral dan harus diperkuat ketika melihat, mendengar dan mempelajari secara historis. Dalam sejarah atau historis manusia terselib dan diajari untuk memiliki banyak makna tentang arti dan makna budaya itu sendiri yang memberi kontribusi kepada diri sendiri bukan kepada orang lain dan atau lingkungan sosial. Adat dan budayanya pun penting untuk mengedepangkan agar dan untuk memperkuat eksistensinya dalam hidupnya bermasyarakat. Manusia tidak bisa menyangkal diri terhadap budaya dan adatnya sehingga harus mempelajari ketika berhadapan dengan perubahan. Perubahan datang untuk mencerai beraikan tetapi diinkurturasikan untuk menyatuh dan memberi pembaruhan sehinnga tidak menghilangkan budaya dan adat yang ada secara menyuluruh.

Orang Papua pada awalnya berada dalam budaya dan adat tentang kasih yang tinggi maka surga tercipta ketika kasih itu terwujud ,namun karena adanya perubahan perkembangan dan perubahan pemikiran maka manusia sekarang bermental santai dan instan membuat tergoyang dan termakan terhadap perubahan zaman. Akhirnya pola pemikirannya pun berubah bukan lagi menyatuh dengan pemikiran terhadap adat istiadat sebagai warisan yang harus dihargai dan dihormati sebagai eksistensi tetapi terhanyut dalam perkembangan zaman sehingga dalam perjumpahan realitas hidup dapat menemukan perbedaan presepsi pun terjadi dan itu pun harus diintegerasikan atau sebaliknya dikawinkan demi pembaruahan secara mendetail.

Namun perbedaan presepsi pun juga bukanlah sesuatu yang memcahkan tetapi mempersatukan ideologi. Selanjutnya sepekulasi berarti memandang juga secara objektif. Sepekulasi menuntut manusia untuk melihat dan mengarahkan pandangan pada pemikiran postpositifisme secara subjektiftas, yaitu kesadaran pemikiran yang tetap bahwa ia adalah seorang yang eksis terhadap eksistensi sebagai manusia yang beradat dan berbudaya. 

Dalam pemikiran abstrak, seorang mengabaikan yang konkrit dalam usaha untuk sampai kepada yang abstrak, yang tunggal ditinggalkan sehingga seorang bisa menguasai alam pemikirannya dengan rasio yang benar dan berargument yang benar untuk dapat mengembangkan pola pemikiran yang sesuai. 

Manusia harus mengembangkan idenya berdasarkan pola kehidupan dalam budaya dan adat menjadikan mendarah daging, Sebab adat mengajarkan nilai-nilai yang benar sehingga kenikmatan dan kesenangan yang tidak pada tempatnya seperti ajaran helenisme bisa dapat dihindari karena tidak sesuai dengan manusia yang beradat dan berbudaya seringkali melupakan historis.

Dalam pemikiran Abstrak, menurut kata Kierkegaard, pemikir mengabaikan eksistensi indivindu, person yang tunggal dan konkrit. Orang Indonesia ketika menguasai Papua dengan tindakan kekerasan dan pemaksaan diintegerasikan sehingga persoalan Papua belum pernah tuntas hinga kini. Persoalan Papua adalah persoalan ideologi bukan persoalan kesenangan dan kenikmatan semata. Persoalan Papua juga memungkinkan atau sebaiknya terjadi suatu hal yang tidak wajar dan tidak manusiawi terhadap orang Papua. Ideologi orang Papua untuk merdeka pun dimatikan karena manusia ego dan ketamakan hingga kini realitas orang Papua berada antara harapan dan kenyataan membuat tersingkir dan teraniaya di atas kekayaan sumber daya alamnya yang berlimpah ruah yang bisa dapat menjamin seluruh kehidupan bangsa Indonsia mulai dari Sabang sampai Merauke yang kini terlihat salah satunya adalah FT.Freport Tembagapura Timika, Papua. Kehadirannya bisa menjamin pemerintah indonesia karena PAD lebih besar di hasirkan sangat besar dan bisa membangun indonesia.

Pemerintah indonesia di kasih makan oleh Alam Papua tetapi tak pernah sadar dengan kesadaran yang paling tinggi untuk menghormati, menghargai bagi penduduk Papua maka Watak seperti orang Indonesia ini perlu dibereskan agar supaya sadar dengan kesadaran yang Paling tinggi pula. Orang Indonesia menjajah orang papua dari tahun ke tahun terjadi, ketidak adilan, ketidak jujuran dan lebih parah d Orang Papua menjual orang Papua atas nama NKRI akhirnya tanah menjadi tempat peristrahatan terrakhir bagi orang Papua ketika berdemostrasi secara damai atau bersuara menuntut keadilan dari peerintah Indonesia untuk menjamin dan mensejatrahakan orang Asli Papua dengan cara kontribusi langsung atau face-to face demi kemajuan dalam NKRI.

Sifat dan karater orang indonesia ini sungguh menyedihkan dan menyakitkan karena tidak ada rasa kemanusiaan. Diberbagai tempat manusia menghargai manusia lain dan melakukan suatu integritas yang subtansinya yaitu eksistensi di hargai, dihormati dan dianggap sebagai tuan dan perlu adanya kerja sama demi membangun daerah sebagai bagian yang di integerasikan tetapi terjadi pemikiran yang kontradiksi hanya karena ego yang tidak pada tempatnya atau sebaliknya ingin mau bahwa tidak ada yang lain selaing saya (pemerintah indonesia) dengan dasar pemikiran bahwa adanya radikalisme terus terjadi di alam ini perlu sadar dengan kesadaran yang memberi peluang berdemostrasi.

Manusisa harus sadar bahwa Saya darimana? Tinggal dimana? Menyatuh dengan siapa? dan Alam siapa? Pertanyaan sepekulasi seperti ini sebenarnya bertanya tentang eksistensi. Eksistensi ini sulit dijawab karena manusia terhanyut dalam ketamakan dan menghiraukan keutamaan. Dalam pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu dijawab dalam dirinya sendiri, dan merenung bagi orang Indonseia yang menjajah orang Papua sampai kini dengan pendekatan militerialistik yang nota benenya keamanan.

Untuk menembusi kewajibannya adalah menembusi eksistensinya dengan kesadaran, seperti yang dikatakan Kierkegaard : Bila pemikiran abstrak berusaha memahami yang konkrit secara abstrak, pemikir subjektif sebaliknya memahami yang abstrak secara konkrit. Pemikiran yang abstrak berpaling dari manusia konkrit untuk memahami manusia secara umum; pemikir subjektif berusaha memahami batas-batas abstrak manusia dalam bahasa kehidupan manusia yang partikular. 

Selanjutnya Kierkegaard mengatakan bahwa Memahami diri sendiri dalam eksistensinya adalah salah satu ajaran junani....seorang pada saat ini hidup seperti orang filosof Yunani yang secara eksistensial mengekspresikan dan secara eksistensi pula memeriksa kedalaman dari apa yang ia sebut sebagai pandangan hidupnya maka ia kan dianggap sebagai orang gila... akan tetapi bagi seorang filosof yang terhormat, ia sungguh-sungguh bersepekulasi terhadap masalah-masalah eksistensial seperti saling menghormati, menghargai ketika melihat konteks yang ada dan ada itu tidak bisa dihilangkan sebab subtansinya mutlak dan yang melekat itu memberi Kontribusi namun di anggap biasa-biasa saja. Nah hal ini menjadi manusia tidak tahu budaya dan adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Manusia harus bertanya kepada dirinya sendiri yang menjadi perhatian sepekulasinya dimana ia berdiri, duduk dan bekerja. Sekiranya sekurang-kurangnya berpikir bahwa sepekulasi itu mengenai dirinya bahwa saya menjadi bahan tertawaan......hal ini tak penah terjadi karena kerakusannya menggerongoti di dalam dirinya sendiri.

Begitulah seseorang harus memasukkan ke dalam hidupnya, ke dalam eksistensinya, apa yang ia pahami, tentang dirinya sendiri. Dan keselamatannya. Ralitasnya yang terjadi dan kita lihat dan hidup bersama mereka seperti Buton , Bugis dan Makasar (BBM) yang ke Papua melakukan tidakkan pendekatan yang persuatif menguasai wilayah Papua dan sekarang mendominasi di wilayah Papua tak kunjung bandinya.

Seandainya manusia dan manusia itu memiliki nalar untuk berpikir dan bertindak secara rasionalitas pada tempat maka manusia moder itulah yang disebut sebagai manusia beradab, berbudaya dan beradat. Manusia yang beradat dan berbudaya yang menghormati dan menghargai sepekulasi hidupnya ia pasti memahami diri dan mengormatinya tetapi tak pernah terjadi karena ambis yang tidak pada tempatnya. 

Argumentatif yang tidak jelas menyeret diri pada pemahaman dangkal dan tidak jelas dan sulit dipertanggunjawabkan pada diri sendiri yang membuat manusia berambisi untuk memperlakukan manusia lain bagaikan binatang, karena pemikirannya sudah memang bagaikan binatang untuk berpikir dan bertindak rasional. 

Manusia harus saling menghormati dan menghargai tetapi hal ini tak pernah terjadi hanya saja membawa duka dan nestapa yang tak kunjung sembuh karena tak tahu arah dan tujuan hidup yang jelas dan pada tempatnya. Ketika melihat dan membandingkan orang Indonesia yang selalu memperlakukan orang Papua tak ada nilai bandingnya sehingga membunuh adalah hal biasa, menguasai dan memperlakukan tindakan dengan pendekatan milisterialistik pun hal biasa-biasa saja.

Kebodohan terhadap tindakan ini tidak wajar dan tidak manusiawi maka manuisa harus membereskan lebih dahulu pola pemikirannya. Dengan demikian molaritas manusia harus disadarkan dalam pikirannya. Atau sebaliknya beripikir dan bertindak dengan mempertimbangkan mana yang subtansi dan mana yang bukan subtansi dengan rasio berpikirnya pada tempatnya.

Asumsi ini mendorong bawah manusia adalah subjek, manusia tidak bisa menjadi objek, semua manusia adalah sama dan tidak diperlakukan dengan pendekatan kekerasan, pengusiran dan penyingkiran dari alamnya sendiri dengan menuntut wilayah sebagai bagaian integeral namun pemikiran ini salah. mereka seharusnya menghormati dan menghargai semua keputusan dari pemilik alamnya untuk melaksanakan kebijakan yang di tetapkan. Jangan melakukan tindakan dengan alasan bahwa demi perkembangan dan perubahan di era praneter yang siap lepas landas maka manusia harus mempertimbangkan kesamaan dalam segala hal namun hal eksistensi tidak bisa tidak yang karena namanya subtansi yaitu mutlak untuk mengedepangkan eksistensi manusia tidak bisa tidak mengatakan kesamaratan dalam perkemangan maka hal penting dibiarkan dan hal lain harus dilahirkan na kita harus kembalikan pemikiran kepada kesadaran berpikir supaya alam sadarnya dapat berfungsi sehingga bisa bermakna.

Manusia terutama orang Papua harus sungguh-sungguhh lahir dalam budaya dan adat. Manusia yang belum teringkarnasi dalam budaya dan adat perlu di ingkarnasikan supaya mana yang subtasi dan mana yang bukan subtansi bisa dapat dipertimbangkan dalam pergumulan hidup. Sebab budaya dan adat itu melekat maka bagi yang belum diingkarnasikan dalam budaya dan adat perlu adanya remanasi sehingga yang subtansinya tidak bisa di sangkah lagi karena hal itu mutlak.

Penulis adalah seorang mahasiswa yang sedang kuliah di STPMD/APMD Yogyakarta jurusan pemerintahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar