Krismas Bagau (foto,FB) |
Oleh, Krismas Bagau #
Manusia harus bersepekulasi dengan
rasio berpikirnya demi membangun eksistensi di tanah Papua dari presepektif
budaya dan adat.
Manusia dalam realitas hidup berada pada sepekulasi. Sepekulasi berarti memperhatikan, memandang dan melihat. Manusia sebagai insan yang memiliki akal sehat untuk dapat melihat untuk berpikir secara rasional dalam hal bertindak. Manusia yang berakal dalam budaya dan beradat pasti bisa membedakan budaya dan adat pada tempatnya untuk dan agar memahami dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia sering disebut sebagai subjek maka harus lebih dahulu mendahului dan memahami diri sendiri dan mengakui dan menghormati eksistensi terhadap alam dimana ia ada dan dibesarkan.
Manusia dalam realitas hidup berada pada sepekulasi. Sepekulasi berarti memperhatikan, memandang dan melihat. Manusia sebagai insan yang memiliki akal sehat untuk dapat melihat untuk berpikir secara rasional dalam hal bertindak. Manusia yang berakal dalam budaya dan beradat pasti bisa membedakan budaya dan adat pada tempatnya untuk dan agar memahami dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia sering disebut sebagai subjek maka harus lebih dahulu mendahului dan memahami diri sendiri dan mengakui dan menghormati eksistensi terhadap alam dimana ia ada dan dibesarkan.
Manusia berbudaya dan beradat
menghormati dan mengahargai dan menyusuri dimana ia berada dan mengumulinya
dalam hidup. Manusia datang entah dari mana, manusia ini entah siapa, manusia
pergi meninggalkan budaya dan adat entah kemana, manusia akan mati entah
kemana. Eksistenisi seringkali menjadi kontradiksi dalam perjalanan hidup namun
lebih pada subtansi maka penghormatan amat diperlukan demi menghindari
kontradiksi. Eksistensi harus dijadikan menjadi penyatuhan dalam diri sendiri
agar supaya manusia bahu membahu membangun suatu daerah dengan tidak membedakan
historisnya tetapi mempertahankan histrisnya untuk tumbuh dan berkembang dalam
membagun suatu daerah dari presepektif pemikiran yang rasional.
Kesadaran akan keberadaan atau subtansi
eksistensi itu melekat maka siapa pun tidak bisa mengganngu gugat. Manusia atau
Orang Papua secara budaya dan adat sudah tersusun rapi dan itu terus diwariskan
dari generasi ke generasi samapi sekarang. Manusia seharusnya belajar memahami
diri dari dan untuk membangun daerah bagian yang integeral. Sebab belajar
memahami pun bagian yang harus belajar dari sejarah secara baik supaya
subtansinya eksis dalam eksistensi sehingga keberagaman menjadi harmonis dalam
membangun daerah.
Dalam Adat dan Budaya yang ada
dilingkupnya menajdi bagian yang sulit dihilangkan dan menjadi bagian yang
integeral dan harus diperkuat ketika melihat, mendengar dan mempelajari secara
historis. Dalam sejarah atau historis manusia terselib dan diajari untuk
memiliki banyak makna tentang arti dan makna budaya itu sendiri yang memberi
kontribusi kepada diri sendiri bukan kepada orang lain dan atau lingkungan
sosial. Adat dan budayanya pun penting untuk mengedepangkan agar dan untuk memperkuat
eksistensinya dalam hidupnya bermasyarakat. Manusia tidak bisa menyangkal diri
terhadap budaya dan adatnya sehingga harus mempelajari ketika berhadapan dengan
perubahan. Perubahan datang untuk mencerai beraikan tetapi diinkurturasikan
untuk menyatuh dan memberi pembaruhan sehinnga tidak menghilangkan budaya dan
adat yang ada secara menyuluruh.
Orang Papua pada awalnya berada dalam
budaya dan adat tentang kasih yang tinggi maka surga tercipta ketika kasih itu
terwujud ,namun karena adanya perubahan perkembangan dan perubahan pemikiran
maka manusia sekarang bermental santai dan instan membuat tergoyang dan
termakan terhadap perubahan zaman. Akhirnya pola pemikirannya pun berubah bukan
lagi menyatuh dengan pemikiran terhadap adat istiadat sebagai warisan yang
harus dihargai dan dihormati sebagai eksistensi tetapi terhanyut dalam
perkembangan zaman sehingga dalam perjumpahan realitas hidup dapat menemukan
perbedaan presepsi pun terjadi dan itu pun harus diintegerasikan atau
sebaliknya dikawinkan demi pembaruahan secara mendetail.
Namun perbedaan presepsi pun juga
bukanlah sesuatu yang memcahkan tetapi mempersatukan ideologi. Selanjutnya
sepekulasi berarti memandang juga secara objektif. Sepekulasi menuntut manusia
untuk melihat dan mengarahkan pandangan pada pemikiran postpositifisme secara
subjektiftas, yaitu kesadaran pemikiran yang tetap bahwa ia adalah seorang yang
eksis terhadap eksistensi sebagai manusia yang beradat dan berbudaya.
Dalam pemikiran abstrak, seorang
mengabaikan yang konkrit dalam usaha untuk sampai kepada yang abstrak, yang
tunggal ditinggalkan sehingga seorang bisa menguasai alam pemikirannya dengan
rasio yang benar dan berargument yang benar untuk dapat mengembangkan pola
pemikiran yang sesuai.
Manusia harus mengembangkan idenya
berdasarkan pola kehidupan dalam budaya dan adat menjadikan mendarah daging,
Sebab adat mengajarkan nilai-nilai yang benar sehingga kenikmatan dan
kesenangan yang tidak pada tempatnya seperti ajaran helenisme bisa dapat
dihindari karena tidak sesuai dengan manusia yang beradat dan berbudaya
seringkali melupakan historis.
Dalam pemikiran Abstrak, menurut kata
Kierkegaard, pemikir mengabaikan eksistensi indivindu, person yang tunggal dan
konkrit. Orang Indonesia ketika menguasai Papua dengan tindakan kekerasan dan
pemaksaan diintegerasikan sehingga persoalan Papua belum pernah tuntas hinga
kini. Persoalan Papua adalah persoalan ideologi bukan persoalan kesenangan dan
kenikmatan semata. Persoalan Papua juga memungkinkan atau sebaiknya terjadi
suatu hal yang tidak wajar dan tidak manusiawi terhadap orang Papua. Ideologi
orang Papua untuk merdeka pun dimatikan karena manusia ego dan ketamakan hingga
kini realitas orang Papua berada antara harapan dan kenyataan membuat
tersingkir dan teraniaya di atas kekayaan sumber daya alamnya yang berlimpah
ruah yang bisa dapat menjamin seluruh kehidupan bangsa Indonsia mulai dari
Sabang sampai Merauke yang kini terlihat salah satunya adalah FT.Freport
Tembagapura Timika, Papua. Kehadirannya bisa menjamin pemerintah indonesia
karena PAD lebih besar di hasirkan sangat besar dan bisa membangun indonesia.
Pemerintah indonesia di kasih makan
oleh Alam Papua tetapi tak pernah sadar dengan kesadaran yang paling tinggi
untuk menghormati, menghargai bagi penduduk Papua maka Watak seperti orang
Indonesia ini perlu dibereskan agar supaya sadar dengan kesadaran yang Paling
tinggi pula. Orang Indonesia menjajah orang papua dari tahun ke tahun terjadi,
ketidak adilan, ketidak jujuran dan lebih parah d Orang Papua menjual orang
Papua atas nama NKRI akhirnya tanah menjadi tempat peristrahatan terrakhir bagi
orang Papua ketika berdemostrasi secara damai atau bersuara menuntut keadilan
dari peerintah Indonesia untuk menjamin dan mensejatrahakan orang Asli Papua
dengan cara kontribusi langsung atau face-to face demi kemajuan dalam NKRI.
Sifat dan karater orang indonesia ini
sungguh menyedihkan dan menyakitkan karena tidak ada rasa kemanusiaan.
Diberbagai tempat manusia menghargai manusia lain dan melakukan suatu
integritas yang subtansinya yaitu eksistensi di hargai, dihormati dan dianggap
sebagai tuan dan perlu adanya kerja sama demi membangun daerah sebagai bagian
yang di integerasikan tetapi terjadi pemikiran yang kontradiksi hanya karena ego
yang tidak pada tempatnya atau sebaliknya ingin mau bahwa tidak ada yang lain
selaing saya (pemerintah indonesia) dengan dasar pemikiran bahwa adanya
radikalisme terus terjadi di alam ini perlu sadar dengan kesadaran yang memberi
peluang berdemostrasi.
Manusisa harus sadar bahwa Saya
darimana? Tinggal dimana? Menyatuh dengan siapa? dan Alam siapa? Pertanyaan
sepekulasi seperti ini sebenarnya bertanya tentang eksistensi. Eksistensi ini
sulit dijawab karena manusia terhanyut dalam ketamakan dan menghiraukan
keutamaan. Dalam pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu dijawab dalam dirinya
sendiri, dan merenung bagi orang Indonseia yang menjajah orang Papua sampai
kini dengan pendekatan militerialistik yang nota benenya keamanan.
Untuk menembusi kewajibannya adalah
menembusi eksistensinya dengan kesadaran, seperti yang dikatakan Kierkegaard :
Bila pemikiran abstrak berusaha memahami yang konkrit secara abstrak, pemikir
subjektif sebaliknya memahami yang abstrak secara konkrit. Pemikiran yang
abstrak berpaling dari manusia konkrit untuk memahami manusia secara umum;
pemikir subjektif berusaha memahami batas-batas abstrak manusia dalam bahasa
kehidupan manusia yang partikular.
Selanjutnya Kierkegaard mengatakan
bahwa Memahami diri sendiri dalam eksistensinya adalah salah satu ajaran
junani....seorang pada saat ini hidup seperti orang filosof Yunani yang secara
eksistensial mengekspresikan dan secara eksistensi pula memeriksa kedalaman
dari apa yang ia sebut sebagai pandangan hidupnya maka ia kan dianggap sebagai
orang gila... akan tetapi bagi seorang filosof yang terhormat, ia
sungguh-sungguh bersepekulasi terhadap masalah-masalah eksistensial seperti
saling menghormati, menghargai ketika melihat konteks yang ada dan ada itu
tidak bisa dihilangkan sebab subtansinya mutlak dan yang melekat itu memberi
Kontribusi namun di anggap biasa-biasa saja. Nah hal ini menjadi manusia tidak
tahu budaya dan adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Manusia harus
bertanya kepada dirinya sendiri yang menjadi perhatian sepekulasinya dimana ia
berdiri, duduk dan bekerja. Sekiranya sekurang-kurangnya berpikir bahwa
sepekulasi itu mengenai dirinya bahwa saya menjadi bahan tertawaan......hal ini
tak penah terjadi karena kerakusannya menggerongoti di dalam dirinya sendiri.
Begitulah seseorang harus memasukkan ke
dalam hidupnya, ke dalam eksistensinya, apa yang ia pahami, tentang dirinya
sendiri. Dan keselamatannya. Ralitasnya yang terjadi dan kita lihat dan hidup
bersama mereka seperti Buton , Bugis dan Makasar (BBM) yang ke Papua melakukan
tidakkan pendekatan yang persuatif menguasai wilayah Papua dan sekarang
mendominasi di wilayah Papua tak kunjung bandinya.
Seandainya manusia dan manusia itu
memiliki nalar untuk berpikir dan bertindak secara rasionalitas pada tempat
maka manusia moder itulah yang disebut sebagai manusia beradab, berbudaya dan
beradat. Manusia yang beradat dan berbudaya yang menghormati dan menghargai
sepekulasi hidupnya ia pasti memahami diri dan mengormatinya tetapi tak pernah
terjadi karena ambis yang tidak pada tempatnya.
Argumentatif yang tidak jelas menyeret
diri pada pemahaman dangkal dan tidak jelas dan sulit dipertanggunjawabkan pada
diri sendiri yang membuat manusia berambisi untuk memperlakukan manusia lain
bagaikan binatang, karena pemikirannya sudah memang bagaikan binatang untuk
berpikir dan bertindak rasional.
Manusia harus saling menghormati dan
menghargai tetapi hal ini tak pernah terjadi hanya saja membawa duka dan
nestapa yang tak kunjung sembuh karena tak tahu arah dan tujuan hidup yang
jelas dan pada tempatnya. Ketika melihat dan membandingkan orang Indonesia yang
selalu memperlakukan orang Papua tak ada nilai bandingnya sehingga membunuh
adalah hal biasa, menguasai dan memperlakukan tindakan dengan pendekatan
milisterialistik pun hal biasa-biasa saja.
Kebodohan terhadap tindakan ini tidak
wajar dan tidak manusiawi maka manuisa harus membereskan lebih dahulu pola
pemikirannya. Dengan demikian molaritas manusia harus disadarkan dalam
pikirannya. Atau sebaliknya beripikir dan bertindak dengan mempertimbangkan
mana yang subtansi dan mana yang bukan subtansi dengan rasio berpikirnya pada
tempatnya.
Asumsi ini mendorong bawah manusia
adalah subjek, manusia tidak bisa menjadi objek, semua manusia adalah sama dan
tidak diperlakukan dengan pendekatan kekerasan, pengusiran dan penyingkiran
dari alamnya sendiri dengan menuntut wilayah sebagai bagaian integeral namun
pemikiran ini salah. mereka seharusnya menghormati dan menghargai semua
keputusan dari pemilik alamnya untuk melaksanakan kebijakan yang di tetapkan.
Jangan melakukan tindakan dengan alasan bahwa demi perkembangan dan perubahan
di era praneter yang siap lepas landas maka manusia harus mempertimbangkan
kesamaan dalam segala hal namun hal eksistensi tidak bisa tidak yang karena
namanya subtansi yaitu mutlak untuk mengedepangkan eksistensi manusia tidak
bisa tidak mengatakan kesamaratan dalam perkemangan maka hal penting dibiarkan
dan hal lain harus dilahirkan na kita harus kembalikan pemikiran kepada
kesadaran berpikir supaya alam sadarnya dapat berfungsi sehingga bisa bermakna.
Manusia terutama orang Papua harus
sungguh-sungguhh lahir dalam budaya dan adat. Manusia yang belum teringkarnasi
dalam budaya dan adat perlu di ingkarnasikan supaya mana yang subtasi dan mana
yang bukan subtansi bisa dapat dipertimbangkan dalam pergumulan hidup. Sebab
budaya dan adat itu melekat maka bagi yang belum diingkarnasikan dalam budaya
dan adat perlu adanya remanasi sehingga yang subtansinya tidak bisa di sangkah
lagi karena hal itu mutlak.
Penulis adalah
seorang mahasiswa yang sedang kuliah di STPMD/APMD Yogyakarta jurusan
pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar