Pages

Pages

Selasa, 11 Februari 2014

GEMPAR Kembali Sebar Selebaran Bernada Ancaman Kepada AMP di Yogyakarta dan Solo

Foto. Ilustrasi. Negosiasi koordinator lapangan (Korlap) AMP dan Gempar tak temukan titik temu. saat aksi tanggal 19 desember 2013 di kota solo, dihadang oleh GEMPAR bajaran Indonesia(Foto: Hari D Utomo)
Setelah berupaya melakukan aksi tandingan dengan tujuan untuk menghentikan ataupun membubarkan aksi yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] se Jawa dan Bali di kota Solo dalam rangka memperingati 52 Tahun Tiga Komando Rakyat (TRIKORA), beberapa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 19 desember 2013, sekelompok orang yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat "GEMPAR" kembali melakukan aksi teror dan intimidasi terhadap anggota Aliansi Mahasiswa Papua kota Solo, dengan menempelkan berbagai selebaran dan poster-poster bernada ancaman kepada AMP di tempat-tempat umum seperti kampus dan jalan-jalan yang menjadi tempat beraktivitas Mahasiswa Papua yang juga anggota AMP di Solo.
 
Menanggapi upaya yang dilakukan oleh kelompok Gempar ini, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] kota Solo memutuskan untuk menggelar Audensi dengan organisasi GEMPAR dan pihak-pihak terkait, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia Resort Kota Surakarta, dan akhirnya pengurus AMP kota solo melayangkan surak kepada pihak Kepolisian Surakarta agar mau mendatangkan pihak Gempar serta menyediakan tempat untuk digelarnya audensi yang dimaksud. Namun sayangnya surat yang dikirimkan AMP tidak direspon oleh kepolisian Surakarta dan terkesan kepolisian Surakarta melakukan pembiaran atas situasi ini.
 
Melihat sikap kepolisian Surakarta yang terkesan membiarkan permasalahan ini, akhirnya AMP memutuskan untuk mendatangi kepolisian Surakarta, untuk itu, tepatnya pada tanggal 16 januari 2014 AMP kota Solo, yang didampingi oleh kuasa Hukum AMP mendatangi Kantor Kepolisian Resort Surakarta guna melakukan audensi, yang akhirnya dilakukan dengan Wakasad Intel Polres Surakarta, tanpa kehadiran Kapolres, dan Kasad Reskrim, karena alasan sedang ada agenda diluar kanto.
 
Namun meskipun tanpa keberadaan Pimpinan kepolisian Surakarta, AMP tetap melakukan audensi dengan utusan yang telah dipersiapkan oleh Polres Surakarta, yaitu Wakasad Intel. Dari hasil audensi yang berjalan cukup lama, dengan memakan waktu lebih dari 3 jam, dan dengan rentetan pernyataan dan pertanyaan yang dilontarkan oleh AMP lewat kuasa hukum AMP, kepolisian Surakarta terlihat kebingungan dan menyatakan meminta maaf jika ada tindakan aparat kepolisian Surakarta yang tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi, dan menyatakan bahwa laporan dan pernyataan AMP ini akan dijadikan sebagai bahan pelajaran bagi Kepolisian Surakarta, agar dapat tetap menjaga dan menjunjung nilai-nilai demokrasi, serta akan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada AMP dalam melakukan aksi-aksi di kota Solo.
 
Mendengar apa yang diutarakan oleh Wakasad Intel Polres Surakarta ini, AMP memutuskan untu menyudahi audensi dengan Kepolisian Surakarta dengan harapan bahwa apa yang dikatakan oleh pihak kepolisian Surakarta menjadi jaminan kebebasan berekspresi AMP dikota solo telah dimenangkan dan berharap tidak akan ada lagi upaya-upaya pembungkaman ruang demokrasi yang aka dilakukan oleh pihak kepolisian maupun dari pihak kelompok yang menamakan diri GEMPAR ini.
 
Namun ternyata dugaan itu salah, buktinya meskipun baru memakan waktu kurang dari satu bulan yang lalu AMP melakukan audensi dengan kepolisian Surakarta, kelompok yang menamakan diri GEMPAR ini kembali berulah dengan menyebarkan poster dan selebaran berupa ancaman yang sama kepada Aliansi Mahasiswa Papua [AMP], lebih parahnya lagi, penyebaran poster dan selebaran yang dilakukan oleh kelompok ini tidak hanya mereka lakukan di kota Solo saja, namun mereka memperluas wilayah penyebarannya hingga ke kota Yogyakarta.
 
Beberapa anggota AMP yang kebetulan mendapatkan selebaran yang ditempelkan salah satu tembok di pinggir jalan di daerah Condong Catur, dekat asrama Mahasiswa Jayawijaya (Asrama Baliem), sempat kaget ketika mendapatkan selebaran yang ditempelkan oleh orang yang tidak diketahui di salah satu tembok yang kebetulan dilewati oleh mereka, spontan saja anggota AMP ini melepaskan selebaran tersebut dan diserahkan kepada pengurus AMP kota Yogyakarta, untuk dijadikan barang bukti dalam upaya pengusutan yang akan AMP lakukan.
 
Dari hasil temuan selebaran yang ditemukan oleh AMP kota Yogyakarta ini, yang sangat mengherankan adalah didalam pernyataan kelompok ini, mereka mengetahui secara jelas dan lengkap nama dari penasehat hukum AMP yang saat audensi dengan kepolisian Surakarta ikut hadir mendampingi AMP dan lebih mengherankan lagi ketika didalam pernyataan tersebut mereka menuliskan apa yang pernah diutarakan oleh penasehat hukum AMP, padahal saat beraudensi dengan Kepolisian Surakarta tidak ada satupun perwakilan dari kelompok GEMPAR ini yang hadir dan mengikuti audensi tersebut. Dengan melihat hal ini,muncul beberapa pertanyaan bahwa :
1. Dari mana kelompok yang menamakan diri GEMPAR ini mengetahui identitas kuasa hukum AMP ?
 
2. Dari mana kelompok ini mengetahui semua yang diutarakan oleh kuasa hukum AMP saat audensi dengan Polres surakarta ?
 
3. Apakah ada keterkaitan antara kepolisian Surakarta dengan kelompok GEMPAR ?
 
4. Dimana bukti janji kepolisian Surakarta yang menyatakan akan memberikan jeminan kebebasan ruang demokrasi kepada Aliansi Mahasiswa Papua ?
 
Sumber :  www.karobanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar