Pages

Pages

Rabu, 29 Januari 2014

SEGERA TARIK MILITER DARI PUNCAK JAYA

Anggota TNI-AD bersiaga di Mulia, Puncak Jaya, tahun 2013 lalu. (Jubi/Indrayadi TH)
Jayapura, 29/1 (Jubi) — Tindakan represif yang sedang berlangsung di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, diminta segera dihentikan. Aparat keamanan yang bertugas di sana harus segera ditarik untuk menghentikan jatuhnya korban di pihak warga sipil.

“Jika Pemerintah mau serius selesaikan masalah Papua, maka langkah awal adalah tarik seluruh militer dari wilayah Puncak Jaya,” ujar Wakil Sekjend Front PEPERA, Gunawan Inggeruhi dalam keterangan tertulis ke tabloidjubi.com, Rabu (29/1) siang.

Dia tegaskan, kekerasan dibalas dengan kekerasan hanya akan membawa korban jiwa dan persoalan tidak akan pernah berakhir. “Dalam beberapa hari terakhir, TPN/OPM sasaran perlawanan TNI/Polri. Jika TNI/Polri tidak ada, maka sudah barang tentu tidak akan ada kontak senjata. Dan untuk bagian ini semua elemen harus tegas, lebih khusus pemerintah daerah (DPRP, MRP, Gubernur) harus mendesak Presiden untuk menarik kembali semua pasukan yang ada di wilayah Puncak Jaya,” tulisnya.

Fakta hari ini, menurut dia, terkesan ada pembiaran dan orang awam melihat hal ini sebuah konflik kepentingan. “Kasihan yang terkena imbas itu masyarakat sipil,” kata Gunawan.

Dikemukakan, perlawanan TPN/OPM adalah untuk menuntut kedaulatan atau kemerdekaan bangsa Papua, sehingga ketika Pemerintah semakin menutup mata terhadap kasus ini, semakin kuat pula keyakinan dunia internasional bahwa Pemerintah benar-benar mengabaikan upaya penegakan HAM di Tanah Papua.

“Pemerintah segera hentikan upaya draft Otsus Plus dan melihat ratusan warga Puncak Jaya yang saat ini berada dalam bayang-bayang intimidasi, teror, bahkan menerima siksaan atas tuduhan palsu TNI/Polri,” harapnya sembari mengusulkan perlu segera bentuk tim yang melibatkan semua komponen untuk melakukan pemantauan langsung ke Puncak Jaya dan saat di lapangan harus memastikan keadaan warga sipil yang terkena imbas pasca kontak senjata antara TPN PB versus TNI/Polri.

Di Jakarta, National Papua Solidarity (NAPAS) mengecam keras tindakan aparat keamanan di Puncak Jaya, Provinsi Papua. Menembak warga sipil, menangkap sewenang-wenang dengan memeriksa KTP secara paksa, membakar rumah hingga melakukan penyisiran ke perkampungan warga sipil Puncak Jaya, tergolong kasus pelanggaran HAM.

Koordinator NAPAS, Zely Ariane mengatakan, tindakan aparat yang refresif, militeristik dan menindas di Papua adalah pelanggaran hak asasi manusia dan mencederai demokrasi di Papua. “Aparat Indonesia telah melanggar hak atas hidup, bebas dari rasa takut, penyiksaan, tindakan sewenang-wenang, hak atas hidup aman,” katanya dalam press release tertanggal 28 Januari 2014.

Data yang diperoleh NAPAS, gabungan TNI/Polri telah menembak mati Tenius Telenggen dan Tigabur Enumbi anggota TPN/OPM, Jumat (24/1). Menurut pelapor, penangkapan terhadap Yemiter Telenggen, seorang siswa SMA Negeri 1 Mulia, Minggu pagi (27/1) adalah rekayasa dan salah sasaran oleh aparat, karena menurut pelapor bukanlah pelaku penyerangan Pos Sub Sektor Kulirik.

Ditulis dalam press release, aparat juga membakar 4 buah rumah honai milik warga sipil dan rumah Lewad Telenggen, Gembala Jemaat di Kampung Kelurik. Kemudian penyisiran dan pemeriksaan KTP secara paksa di dua kampung.

NAPAS juga menerima laporan dari warga di Puncak Jaya bahwa sejak lama aparat melakukan operasi militer secara terselubung di Kabupaten Puncak Jaya yang mengakibatkan banyak warga sipil tewas, diteror, diintimidasi dan dimintai KTP secara paksa. Tak sedikit warga terpaksa mengungsi ke hutan atau pindah ke tempat lain karena ketakutan dan terhindar dari kekerasan aparat Indonesia.

“Realitas itu menunjukkan bahwa Negara Indonesia gagal menjalankan kewajibannya dalam memajukan dan mempromosikan hak asasi manusia dan menjaga perdamaian,” kata Zely.

Demi menghormati dan memajukan HAM dan demokrasi di Tanah Papua, NAPAS mendesak dan menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan operasi militer secara terselubung, penembakan dan pengejaran terhadap warga sipil dan pembakaran rumah warga sipil di Puncak Jaya, Provinsi Papua.

Tuntutan kedua, segera menghentikan penyisiran dan pemeriksaan KTP secara paksa terhadap warga Sipil. Yang ketiga, menarik pulang 14.000 TNI/Polri dan 2.000 Intelijen Pemerintah Indonesia yang beroperasi di Tanah Papua.

“Untuk menyelesaikan konflik politik Jakarta-Papua secara menyeluruh, maka segera menggelar Dialog Jakarta-Papua,” demikian NAPAS. (Jubi/Markus You)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar