Jubir KNPB Wim Rocky Medlama dan Ketua PNWP Buchtar Tabuni. Foto: Ist. |
Jayapura, --
Kepolisian Daerah (Polda) Papua dikabarkan tengah mencari Juru Bicara Komite
Nasional Papua Barat (KNPB), Wim Rocky Medlama dan Ketua Parlemen Nasional West
Papua (PNWP), Buchtar Tabuni.
Dua
aktivis ini dijadikan DPO (Daftar Pencarian Orang) Polda Papua menyusul
demonstrasi rakyat Papua di Expo
Waena, Selasa (26/11/13) yang berakhir
ricuh.
Demonstrasi
rakyat Papua yang dimediasi KNPB itu dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan IPWP
dan ILWP dan kampanye Sorong to Samarai
di Port Moresby, ibukota Papua Nugini.
Wakapolda
Papua, Brigadir Jenderal Paulus Waterpauw menilai, Wim Rocky Medlama dan
Buchtar Tabuni bertanggung jawab atas
aksi tersebut. Kepada wartawan, Wakapolda Papua mengatakan, dalam peristiwa itu telah terjadi korban jiwa dan luka-luka.
KNPB: Kami Sudah Tahu
Atas
status DPO dua aktivis ini, Ketua KNPB, Victor Yeimo mengatakan, pihaknya sudah
tahu skenario yang dibangun Polisi Indonesia di Papua untuk melumpuhkan hak-hak
demokrasi rakyat Papua.
"Kami
sudah tahu. Itu adakah skenario yang sudah lama dibangun Polisi di Papua untuk
melumpuhkan hak-hak demokrasi dan kebebasan berekspresi bagi rakyat Papua yang
dimediasi oleh KNPB selama ini," kata Victor kepada majalahselangkah.com, Rabu, (4/12/13).
Lebih
lanjut kata dia, DPO atas dua aktivis ini adalah cara lama. "Ini adalah
proyek lama Paulus Waterpauw (Wakapolda: red). Dulu bentrok 16 Maret 2006 juga Paulus
Waterpauw korbankan beberapa aparat. Sekarang ia bangun skenario melalui anak
buahnya untuk kepentingan dia," tuturnya ketika ditemui di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Abepura.
Saat
itu, kata dia, AKP Yan Pieter Reba (Kasat Intelkam Polresta Jayapura)
bernegosiasi dengan Koordinator dan negosiasi membuahkan hasil. Tetapi Polisi
menyerang massa dan terjadilah bentrok berdarah itu. "Jadi, kami sudah
tahu skenario yang terjadi di Ekspo itu," kata dia.
Kata
dia, "Sudah jelas apa yang dikatakan oleh Kabag OPS, Kiki Kurnia. Kiki
Kurnia katakan bahwa aparat polisi dilatih untuk bentrok. Kenapa, aksi damai
rakyat Papua dibuat bentrok? Pola ini sama dengan apa yang Polisi lakukan atas
Mako Tabuni yang akhirnya ditembak mati."
Menurut
Victor, polisi telah merencanakan bentrok, karena satu sebelumnya, Senin,
(25/11/13) polisi menangkap 16 anggota di depan Gapura Universitas Cenderawasih
(Uncen) saat membagikan selebaran tentang rencana aksi tersebut.
"Saat
itu kan rakyat hanya membagikan selebaran, tidak ada aksi apa pun, tapi mereka
ditangkap. Apakah ada aturan larangan membagikan selebaran?," tanya Victor.
Pada
aksi Selasa (26/11/13) itu, reporter media ini dari tempat kejadian melaporkan,
massa melakukan aksi di Ekspo dan pulang ke Perumnas 3. Saat mereka pulang,
mobil polisi masuk tengah-tengah massa aksi. Polisi juga menembakkan gas air
mata ke arah aksi massa. Setelah itu, massa aksi dikejar aparat dan beberapa
yang lain dipukul.
Kerja Wartawan
Terhalangi
Pantauan
media ini, polisi melarang wartawan
mengambil gambar saat bentrokan. Polisi periksa ID
Card (Kartu Pers) dan meminta foto-fotonya dihapus. Bahkan, polisi memukul
Misel Gobai, wartawan Suluh Papua di kepala.
Para
wartawan itu antara lain Aprila Wayar, wartawan Tabloid Jubi Online; Misel
Gobay, wartawan Harian Suluh Papua; dan Arnold Belau, wartawan Suara Papua
Online.
Terkait
penghalangan kerja jurnalistik itu, Kapolresta Jayapura, Alfred Papare menyampaikan permohonan maaf
atas tindakan anak buahnya.
"Saya
meminta maaf, kalau memang ada anggota saya yang melakukan intimidasi terhadap
wartawan di lapangan siang tadi. Karena intimidasi yang dilakukan itu
situasional saja. Karena masyarakat yang tidak tahu apa-apalah yang menjadi
korban," tutur Alfred.
Penyisiran di Asrama Rusnawa
Sore
itu, Selasa (26/11/13), polisi melakukan penyisiran di asama Uncen,
Rusnawa Unit 06. Penyisiran dilakukan
dalam rangka mencari pata aktivis. Kapolresta Kota Jayapura, Alfred Papare
membenarkan hal itu.
"Sebelum kami melakukan penyisiran, kami
melakukan koordinasi kepada pihak asrama dan pihak asrama juga mendukung kami
untuk melakukan penyisiran di unit 06. Penyisiran
dilakukan karena pihak KNPB tidak menepati janji Kapolresta Jayapura,"
tuturnya seperti dikutip media ini.
Dalam
upaya pencarian para aktivis itu, seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Yahukimo, Andro
Pahabol sempat dipukul polisi dan rumahnya dirusak.
Saat itu, ia bersama 13 pemuda (laki-laki 9 dan perempuan 4 orang) sedang makan
siang usai kerja membangun rumah pribadinya di belakang Buper.
"Pada
saat itu, kami lagi makan siang, mereka bantu saya bangun rumah saya di Buper.
Lalu, polisi datang main pukul saja. Saya sendiri hampir ditembak karena
ditodong dengan pistol. Saya sempat tanya kepada adik-adik saya, apakah
benar-benar kalian terlibat dalam aksi damai itu? Mereka mengatakan tidak,
bahkan saya sendiri tidak tahu kalau hari ini ada aksi," tuturnya
menjelaskan.
Penetapan DPO
Terkait
bentrok, ketika dikonfirmasi media ini, Kabid Humas Polda Papua, Sulistyo Pudjo
Hartono mengatakan, awalnya aksi berjalan aman, tetapi polisi mengambil
tindakan karena massa aksi keluar dari anjungan Expo.
Sulistyo
mengatakan, bentrok terjadi karena massa aksi menganiaya seorang
warga pendatang. Dua aktivis, Buchtar Tabuni dan Wim Rocky Medlama ditetapkan
DPO karena dianggap bertanggungjawab atas bentrok tersebut.
Akan
tetapi, KNPB menilai, bentrok dan
penetapan dua aktivis Papua menjadi DPO adalah skenario polisi.
"Kami
tahu, ini adalah skenario negara melalui kaki tangnnya di Papua untuk
melumpuhkan hak-hak demokrasi dan hak asasi orang Papua Barat yang dimediasi
KNPB," kata Victor. (GE/HY/PK/MS).
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar