Pages

Pages

Jumat, 13 Desember 2013

Peringati Hari HAM, EngageMedia Gelar Diskusi Film di Yogyakarta

FX Making saat memberikan pengantar pada diskusi film soal Papua Yogyakarta. Foto: Yermias
Yogyakarta, -- EngageMedia, sebuah organisasi yang merangsang perubahan sosial dan lingkungan menggunakan teknologi video, internet dan ''free and open source software'' berbasis di Jakarta menggelar diskusi dan pemutaran sejumlah film advokasi berdurasi pendek di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (10/12/13).
 
Beberapa video advokasi tentang Papua karya FX Making dari Papuans Voice dan Enrico Aditjondro serta Yuliana Langowuyo diputar di sana. Film advokasi berjudul "Amos Calling" karya FX Making; "Papua Calling" karya FX Making dan Yuliana Langowuyo; "Aku Anak Papua" karya Enrico Aditjondro; "Surat Cinta kepada Sang Prada" sempat menjadi perhatian peserta.

Beberapa film advokasi lain misalnya, "Serangan yang Tak Melindungi Keberagaman" karya Rikky; "Penolakan Super Mall" karya Aldo dan Mega; "Cerita Datuk Hanafiah" karya Aji; "Cupin Cerita, Ayampun Dengar" karya Muhammad Mundir; "Terabay" karya Karmadi; "Perangkap Gender" karya Muhammad Mundir ikut diputar di sana.

Dalam keterangan tertulisnya, EngageMedia menulis, di hari HAM, pihaknya berupaya mengembalikan kuasa kepada orang kebanyakan. "Melalui video karya orang-orang biasa dari berbagai latar belakang, yang menghadapi realitas keseharian hidup, kami mempersembahkan suara-suara dari mereka yang selama ini tidak didengar," tulisnya.

Dalam diskusi film tentang Papua mengemuka, hak-hak sipil soal pendidikan, ekonomi, kebudayaan di Papua seringkali terabaikan dengan kondisi politik di Papua yang belum usai sejak 50-an tahun silam. Bahkan dinilai, pendekatan pembangunan kerapkali lebih dilihat dari sisi politik, tidak menempatkan sebagai upaya pembangunan manusia.

Membuka diskusi film tentang Papua, FX Making mengatakan, beberapa film terkesan politik. Tetapi, kata dia, yang ingin disampaikan dalam film itu adalah hak-hak ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya orang Papua terabaikan. Maka, melalui film itu ingin mengajak kepada siapa saja untuk bergerak melihat persoalan-persoalan kemanusiaan di Papua.

Sejumlah pertanyaan dan pernyataan mengemuka dalam diskusi ini. Salah satu peserta dari Grup Musik "Ilalang Zaman" mengatakan, persoalan di Papua itu sangat kompleks. Kata dia, persoalan politik yang berkaitan dengan sejarah Papua lebih banyak dibicarakan orang Papua.

Peserta lain berpendapat, kalau bicara soal merdeka, orang Papua mau merdeka walaupun tidak terkatakan. Tetapi, menututnya, persoalan hakiki adalah soal kemanusiaan. Dinilai, persoalan mendasar soal pendidikan, ekonomi, kesehatan dan sosial budaya tidak bisa diabaikan untuk saudara-saudara di Papua.

Salah satu mahasiswa Papua asal Fak-fak pada kegiatan itu mengatakan, persoalan agama antarorang Papua tidak ada. Dulu di Fak-fak ada masalah. Lalu, orang-orang tua kumpul dan melihat, ternyata kita adalah saudara. Lalu, masalah selesai dan malah ada orang lain yang memperkeruh keadaan. "Kami dalam satu keluarga ada yang muslim dan ada yang kristen," kata dia. (Yermias Degei/MS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar