Tolak kekerasan terhadap Jurnalis (Foto: Antara) |
PAPUAN, Jayapura — Tiga wartawan asli Papua
dilaporkan diintimidasi oleh aparat Kepolisian Resort Kota (Polresta)
Jayapura, saat sedang meliput aksi demonstrasi damai yang dilaksanakan
oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), siang tadi, Selasa (26/11/2013)
di depan Museum Budaya Expo, Waena, Jayapura, Papua.
Emil Wayar, wartawan tabloidjubi.com mengungkapkan, Polisi mengancam dirinya dan dicap sebagai pendemo karena sering meliput berbagai aksi demonstrasi di Jayapura.
Misel Gobay, wartawan Suluh Papua
juga diancam dan diintimidasi oleh aparat Kepolisian saat akan memotret
pembubaran dan penangkapan aksi massa yang dilakukan aparat Kepolisian.
“Tiba-tiba aparat datang memukul kepala saya di depan PLTU Waena.
Kamera saya juga mau dirampas. Dan aparat suruh saya pulang padahal saya
sudah beritahu kalau saya wartawan dan sedang meliput aksi,” terang
Gobay, saat dihubungi media ini, sore tadi.
Selain itu, wartawan suarapapua.com,
Arnold Belau juga diancam dan diintimidasi Polisi dengan kata-kata
kebun binatang, padahal telah menunjukan kartu pers kepada aparat
kepolisian di tempat aksi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, Victor Mambor,
terkait tindakan kekerasan oknum polisi ini mengatakan polisi tidak
bisa membedakan lagi mana wartawan dan mana pendemo.
“Entah bagaimana lagi mengatakannya, aparat kepolisian ini seperti
frustasi saja menghadapi aksi demo masyarakat Papua. Sampai wartawan pun
mereka pukul. Apakah mereka tidak mampu membedakan mana wartawan dan
mana pendemo?” kata Mambor, seperti dilansir tabloidubi.com, sore tadi.
Lanjut Mambor, Polisi semestinya bisa membedakan mana wartawan dan
mana pendemo, sebab bukan berarti para pendemo lantas bisa diberikan
tindakan kekerasan seenaknya, tapi wartawan tidak ada hubungannya dengan
sebuah aksi demonstrasi.
“Kehadiran wartawan adalah untuk meliput, membuat berita. Polisi
semestinya bisa membedakan ini. Jika tak bisa membedakan, seperti
kejadian hari ini, bisa jadi polisi memang punya pandangan yang sama
terhadap orang asli Papua yang ada di lokasi demo, semuanya harus
diberikan tindakan kekerasan dalam mengamankan sebuah demo.” kata Mambor
yang juga pemimpin redaksi tabloidjubi.com.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Surat Kabar Harian Suluh Papua,
Walhamri Wahid menyayangkan tindakan arogansi aparat kepolisian yang
menghalang-halangi kerja wartawan untuk melakukan peliputan di lapangan.
“Ini menunjukkan ketidakdewasaan aparat, dan bentuk arogansi. Karena
mereka (Polisi) harus tahu, apa yang mereka perbuat bila terekam oleh
kamera wartawan, tentu akan menjadi blunder buat mereka sendiri,” ujar
Walhamri kepada media ini, sore tadi.
Yang juga disesalkan, lanjut Walhamri, pengusiran wartawan dari
Tempat Kejadian Perkara (TKP), sebab secara tidak langsung hal tersebut
telah membuat nyali wartawan ciut untuk meliput lagi di kemudian hari.
“Bahkan saya dengar di depan RSUD Dian Harapan juga wartawan dilarang
untuk mengambil gambar korban, ini sangat saya sesalkan,” tegasnya.
Adapun maksud dan tujuan digelar aksi siang tadi, yakni, pertama
mendukung pembukaan kantor OPM di Port Moresby pada tanggal 1 Desember
2013 mendatang.
Kedua, mendukung pertemuan antara IPWP dan ILWP, serta parlemen PNG
yang akan dilakukan di Port Moresby dari tanggal 25 November hingga 28
November mendatang.
Dan Ketiga, mendukung rencana kedatangan para menteri luar negeri
dari perwakilan setiap anggota negara MSG ke Jakarta dan Papua.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar