Pesawat tempur jenis OV 10 buatan Amerika Serikat ini yang digunakan dalam operasi militer jelang Pemilu 1977 di Pegunungan Tengah Papua.(jubi/ist) |
Jayapura, 2/11 –-Laporan
Asian Human Raights Commission menyebutkan korban berjatuhan di Distrik
Kobagma, Kabupaten Jayawijaya sebanyak 579 jiwa. Bahkan saksi mata
menyebutkan korban berserakan di mana-mana sehingga orang tak berani
meminum atau memakan ikan dan udang di Kali Baliem, Jayawijaya.
Kobagma dulu termasuk salah satu dari Distrik di Kabupaten
Jayawijaya tetapi kini telah menjadi daerah otonom sendiri Kabupaten
Mamberamo Tengah. Medannya sangat sulit untuk menuju ke Kobagma dari
Kota Wamena. Butuh 15 menit ke Kobagma jika naik pesawat jenis Cessna
dari Kota Wamena. Pesawat satu-satunya menjadi alat transportasi utama
ke Kobagma, cepat dan mahal. Harganya bisa mencapai Rp 25 juta untuk
sekali penerbangan.
Kalau pun hendak menempuh jalan darat dari Kobagma ke Wamena belum
ada jalan darat yang memadai walau sudah ditembus kendaraan jenis L200
hanya saja di Kabupaten Yalimo.Masyarakat yang hidup di sana terpencar
dan terletak di tengah belantara Papua. Sulitnya transportasi membuat
masyarakat di sana terpaksa berjalan kaki dari Wamena ke Kobagma sejauh
ratusan kilometer.
Adalah mendiang Andreas Karma, mantan Bupati Jayawijaya yang pertama
kali memimpin ekspedisi berjalan kaki dari Kota Wamena ke Kota Jayapura.
Ayah kandung Filep Karma pejuang Papua Merdeka ini membutuhkan waktu
hampir satu bulan berjalan kaki dari Wamena ke Kota Jayapura sekitar
1970 an. Sayangnya hingga kini jalan darat menuju Kota Wamena belum terwujud, baru sampai ke Kobagma, ibukota Mamberamo Tengah.
Mayjend (Purn) Samsudin dalam bukunya berjudul Pergolakan di
Perbatasan menyebutkan menjelang Pemilu 1977, beberapa kesatuan TNI AD
ditempatkan di wilayah-wilayah kecamatan yang ada di seluruh Irian
Jaya. Penempatan ini untuk melakukan pengamanan tidak langsung terhadap
pelaksanaan Pemilihan Umum di wilayah Provinsi Irian Jaya.
Sebegitunya banyaknya kecamatan di Irian Jaya sehingga pasukan yang
ada tidak mencukupi dan memerlukan penambahan personil. Kekurangan ini
terpaksa ditutupi oleh pasukan, maka datanglah Batalion Artileri Medan
Kesepuluh dari Komando Strategi Angkatan Darat disingkat Yon Armed
10/Kostrad.
Selanjutnya sebanyak 15 anggota Yon Armed 10/Kostrad ditempatkan di
Distrik Kobagma, Kabupaten Jayawijaya yang dipimpin oleh seorang
Bintara. Pasukan Armed ini berkemah di ujung lapangan sepak bola.
Kegemaran masyarakat di Distrik Kobagma senang bermain si kulit
bundar, suatu hari warga mengundang anggota Yon Armed 10/Kostrad untuk
berlaga sepakbola. Kesebelasan Kobagma ingin bermain sepak bola dengan
tim Kostrad. Apalagi Koramil telah mengatakan keinginan masyarakat untuk
laga sepak bola melawan tim Kostrad.
Pertandingan antara kedua tim pun digelar banyak penonton dari
Kecamatan Kobagma datang menyaksikan termasuk warga dari luar Kecamaran
Kobagma. Tim Kobagma memilih gawang yang berdekatan dengan kemah anggota
Yon Armed 10/Kostrad sebaliknya tim Kostrad jauh dari tenda mereka.
“Pertandingan baru berlangsung 15 menit, tiba-tiba penonton menyerbu
lapangan dan menyerang kesebelasan Yon Armed dengan bermodal kapak batu,
tombak,”tulis Samsudin dalam bukunya seraya menambahkan hanya dua orang
anggota yang tinggal di tenda. Melihat penyerangan ini pemain Kostrad
langsung berlarian menuju tenda dan menenteng senjata untuk melakukan
serangan balik guna membela diri. Seorang anggota Yon Armed meninggal
dan seorang lagi luka parah. Kelompok penyerang terpaksa berhamburan
masuk hutan. Namun tak ada catatan yang menyebut berapa warga sipil yang
korban atas peristiwa Kobagma.
Kejadian sore itu Kobagma kosong tak berpenghuni lagi, seluruh warga
meninggalkan kota kecamatan. Komandan Pos Yon Armed melaporkan kalau
ratusan masyarakat mengepung mereka sehingga tak bisa keluar jauh dari
pos dekat lapangan sepakbola Kobagma. Prajurit diminta untuk tetap
bertahan dan baru membuka tembakan jika mendapat serangan.
Akibat peristiwa Kobagma semua pos di seluruh kecamatan diperintahkan
untuk tetap siaga satu sebab sehari setelah kasus Kobagma, empat pos
mendapat serangan. Selanjutnya ada delapan pos juga diserang
masing-masing di Karubaga, Piramid, Ilaga, Bokondini dan Mulia. Satu pos
diserang sekitar tiga ratus orang. Cukup banyak korban.
Mayjend Samsudin menulis banyak diantara penyerang bukan penduduk
setempat. “Tidak diketahui dari mana mereka mereka datang. Salah seorang
pendatang yang terlihat ikut dalam serangan diberitakan berbadan tinggi
besar, berpakaian loreng dan bersenjata api,”tulis Samsudin.
Peristiwa 1977 menyebabkan Dandim Jayawijaya Albert Dien meminta
bantuan penembakan dari udara untuk melawan massa yang diduga berasal
dari pihak lawan. Pesawat hellikopter BO 105 yang tersedia terpaksa
dilengkapi dengan senjata AK 47 dibagian belakang untuk melakukan
penembakan dari udara.
Selanjutnya Marsekal Muda Soekardi menjawab permintaan Asisten
Operasi Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Samsudin untuk mengirim dua
pesawat tempur jenis OV-10 yang berpangkalan di Kodau, Biak.”Penggunaan
bom napalm tidak bisa disetujui. Kamu kok sadis benar toh, Din.”ujar
Soakardi menegaskan.”Bukan sadis Pak. Tetapi bagaimana lagi caranya kita
mengatasi serbuan-serbuan massal ini dengan cepat,apalagi Pemilu sudah
dekat,”jawab Samsudin yang juga diperintahkan Pangdam XVII Cenderawasih
Brigjen TNI Iman Munandar untuk mengamankan wilayah areal kerja PT
Freeport Ind.
OV-10 Bronco adalah pesawat militer ringan berbaling-baling bermesin ganda buatan North American Rockwell sebagai pesawat serang ringan dan pesawat angkut ringan. Pesawat ini dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai pesawat khusus untuk pertempuran COIN (COunter-INsurgency) atau anti-gerilya. Walaupun memiliki sayap tetap, kemampuannya mirip dengan kemampuan helikopter serbu berat yang cepat, mampu terbang jarak jauh, murah dan sangat dapat diandalkan.
OV-10 Bronco mampu terbang pada kecepatan sekitar 560 km/jam,
memuat bahan peledak eksternal seberat 3 ton, dan mampu terbang tanpa
henti selama 3 jam atau lebih. Pesawat ini berharga karena kemampuannya
dalam mengemban berbagai misi, memuat berbagai macam senjata dan kargo, area pandang pilot
yang luas, kemampuan terbang dan mendarat di landasan yang pendek,
biaya operasi yang murah dan kemudahan dalam perawatan. Dalam banyak
kejadian, pesawat ini mampu terbang baik hanya dengan menggunakan satu
mesin
Menurut Mayjen (Purn) Samsudin pesawat OV 10 Bronco ini juga bisa
dipersenjatai dengan senapan mesin berat, roket, bom atau bom napalm.
Bom napalm ini sangat mengerikan sebab daerah yang kejatuhan bom ini
akan jadi lautan api panas seluas lapangan bola. Dapat menghanguskan apa
saja disekitarnya. “Oleh karena itu penggunaan bom ini dinyatakan tidak
manusiawi,”tulis Samsudin mantan anggota Komnas HAM .
Namun yang jelas Samsudin menegaskan strategi menghancurkan kekuatan
lawan di Irian Jaya harus dirubah. Untuk melawan motivasi separatis di
Irian Jaya, semua sendi kehidupan masyarakat asli harus digarap, baik
yang abstrak maupun yang fisik konkrit. Tidak boleh timbul kesan atau
akibat bahwa para pendatang ingin mendominasi kehidupan mereka.(Jubi/Dominggus A Mampioper)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar