Pages

Pages

Minggu, 03 November 2013

PARTAI POLITIK DAN NIEUW GUINEA RAAD

Delegasi Partai Nasional Papua saat berkunjung ke Belanda untuk negosiasi soal Papua Barat. (Jubi/ist)
JAYAPURA, 2/11 Partai Nasional (Parna) Papua termasuk partai politik di Papua yang berhaluan nasionalis dan lebih banyak merekrut intelektual muda Papua. Dua pemimpinnya adalah mendiang Herman Wajjoi dan Amos Indey yang kini tenggal di Malmoe Swedia. Sedangkan DR Maury salah satu anggota Parna baru saja meninggal di Tyreso, Swedia Oktober lalu. 

“Ayah saya mendirikan Partai Nasional ini pada 10 Agustus 1960 di lapangan Hamadi Jayapura,”kata Leon Victor Wajoi putra ketiga Herman Wajoi kepada tabloidjubi.com di Jayapura, Minggu(3/11).

Ide pendirian Partai Nasional (Parna) Papua ini lebih menitik beratkan kepada kaum muda Papua yang nasionalis sehingga partai ini lebih mengutamakan kebersamaan bagi kaum nasionalis di Papua jelang Pemilihan Anggota Dewan Papua atau Nieuw Guinea Raad.

Pemkrakarsa Parna –Partai National adalah dua anggota angkatan tertua Amos Indey dan Herman Wajoi. Keduanya kawan kelas di VVS Yoka. Sekitar 1950 an Wajoi muda lebih berorientasi kepada Indonesia. Karena bagi Wajoi hubungan Irian Barat dan Indonesia sebagai hubungan yang alamiah semata. Walau demikian Herman Wajoi sebagai salah satu tokoh pejuang Papua yang turut berjuang bersama pemuda Papua Moses Weror untuk demo soal pelaksanaan Pepera satu orang satu suara. Akibatnya Herman Wajoi harus mendekam di hotel prodeo Ifar Gunung yang dianggap sangat kejam memperlakukan tahanan politik Papua.

Pentolan Parna Frits Kirihio mendapat tugas belajar ke Universitas Leinden Negeri Belanda dan saat itulah kepemimpinan Parna jatuh ke tangan Amos Indey dan Herman Wajoi. Pembuka pada resolusi Parna pada November 1960 mengusulkan dimulainya perundingan segitiga antara orang-orang Belanda, Papua dan Indonesia. Meski usulan Parna ini terlalu ambisius dan dianggap sangat sulit untuk dilaksanakan.

Partai-partai politik di tanah Papua mulai marak dibentuk awal 1960 sesuai dengan tekanan politik saat itu terutama sengketa Pemerintahan Indonesia dengan Pemerintahan Belanda soal Papua Barat.

Perwakilan penduduk Papua atau Parlemen Papua mestinya harus berlaku sejak ditetapkan 7 Desember 1949 dan diberlakukannya Besluit Bewindsregeling Nieuw Guinea. Dalam pasal 54 menyebutkan badan perwakilan penduduk bersama dengan Gouvernour memegang kekuasaan legislatif untuk menetapkan ordonantie, pasal 72 Bewinsregeling Nieuw Guinea menetapkan adanya suatu Nieuw Guinea Raad (anggota dewan Nieuw Guinea) beranggotakan 21 orang.

Pembentukan dewan Papua ini baru terlaksana 10 tahun kemudian dan bukan sejak diterbitkannya surat keputusan dewan perwakilan atau anggota Dewan Nieuw Guinea harus  dibentuk. Saat terjadi pertikaian antara Indonesia dan Belanda soal West Irian semakin hangat barulah pemerintah Belanda melalui Parlemen Belanda atau Tweede Kamer telah mengeluarkan aturan guna menyetujui dan membenyuk Nieuw Guinea Raad pada 5 April 1961.

Dalam buku Tindakan Pilihan Bebas Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, Prof  PJ Drooglever menyebutkan pembentukan Dewan Papua (Nieuw Guinea Raad) 1961 terjadi karena tekanan dari luar, dan dilaksanakan dalam waktu yang cepat tanpa dikehendaki pemerintah dan penduduk. Hal ini diperparahkan dengan keterbatasan waktu bagi para amtenar untuk menjalankannya.

Tak heran kalau terbentuknya partai lokal di Tanah Papua sejak jaman penjajahan Belanda dinilai agak terlambat. Bayangkan partai lokal baru dibentuk awal 1960 an saat masalah Papua menyeruak di Perserikatan Bangsa-Bangsa antara Belanda dan Indonesia.

Mestinya sejak dulu saat Belanda menginjakan kakinya di Bumi Papua. Bahkan atas tekanan pihak luar hingga terpaksa partai-partai lokal harus hadir di tengah ketergesaan akibat konflik antara Belanda dan Indonesia.

Meski dinilai lamban, kehadiran partai-partai Papua telah membangkitkan semangat demokrasi yang muncul dari dalam wilayah Nederlands Nieuw Guinea. Perdebatan panjang akhirnya melahirkan partai lokal yang tak ada hubungannya dengan partai-partai yang ada di Negeri Belanda. Partai lokal itu lahir sesuai dengan kebutuhan dan kemauan politik lokal di Tanah Papua.

Agustus 1961 di Manokwari lahirlah sebuah partai antara warga Arfak dan keturunan Indo Belanda pembentukan partai ini untuk menentukan wakil mereka di dalam anggotaDewan Papua atau Nieuw Guinea Raad. Partai bersingkatan EPANG atau Eenheidspartij Nieuw Guinea, Partai Persatuan Nugini. Partai ini dipimpin oleh salah seorang kolonis Belanda HFW Gosewich dan seorang Kepala Suku Arfak, Lodewijk Mandatjan.

Sebelumnya pada akhir 1940, Nicolas Jouwe, Markus Kaisiepo dan Johan Ariks sebagai pemimpin dari partai politik Gerakan Persatuan Nieuw Guinea. Namun partai ini sekitar 1950 an akhirnya bubar dan tak beraksi lagi. Begitu pula pada 1957 Johan Ariks dan Markus Kaisiepo membangun lagii sebuah partai politik bernama Demokraticshe Volkspartij (DVP) di Hollandia.

Selanjutnya memasuk awal 1960 muncul pula Partai Orang Nuieuw Guinea (PONG) , di Manokwari pada 13 September 1960. Partai ini diprakarsai pembentuknnya oleh politikus senior asal Manokwari Johan Ariks.

Selain itu di Manokwari juga lahir partai bernama Eeberdspartij Nieuw Guinea (EPANG) yang memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Manokwari orang Arfak. Ada juga Partai Serikat Pemuda-Pemudi Papua(Parsepp) di Manokwari. Sedangkan di daerah pegunungan Timur di Enarotali juga lahir partai politik yaitu Kena U embay (KUE).

Di Sorong muncul pula Partai politik yang dimotori oleh M Arfan, tokoh politik dari Raja Ampat membangun partai Islam Kristen bernama Partai Persatuan Islam Kristen Raja Ampat (Periskra). Selain partai berazaskan agama di Sorong dibentuk juga Partai SSM yang artinya Partai Sama-Sama Manusia.  Sedangkan di Fakfak terdapat partai yang berazaskan agama disebut KING, tokohnya pendiri Partai Islam di Fakfak adalah Haji Raja Rumbati.

Partai politik yang lahir di Papua jelang akhir masa kepemimpinan Belanda sebanuak 12 partai politik dengan menghasilkan sebanyak 28 anggota Nieuw Guinea Raad atau dewan Papua. Dalam waktu yang singkat menjelang akhir pemerintahan Belanda di Irian Barat. Menteri Toxopus dan Tuan Bot menggunakan kesempatan pembentukan Dewan Papua pada 5 April 1961. Dewan dalam waktu satu tahun ini memberikan nasehat kepada pemerintah mengenai cara dan waktu hak menentukan nasib sendiri.

Sayangnya partai politik yang lahir prematur di Papua Barat ini akhirnya harus hilang saat Belanda angkat kaki dan Indonesia mulai masuk mengambil alih pemerintah setelah wakil PBB di Papua Barat UNTEA atau United Nations Temporary Executive Authority hanya sebentar saja mengurusi segala nasib dan masa depan orang Papua. Badan PBB ini memerintah sejak 31 Juli 1962 hingga akhirnya Papua Barat masuk ke dalam pemerintahan Republik Indonesia, 1 Mei 1963.

Banyak pihak lebih menyalahkan Belanda karena terlambat memberikan peluang bagi orang Papua membentuk partai-partai politik guna memiliki wakil dalam parlemen. Soalnya sejak awal Papua Barat hanya ingin dijadikan sebagai tanah air baru bagi kaum Indo-Belanda dan Belanda totok. Kecintaan Belanda terhadap bangsa Papua, sebenarnya mereka ingin mempertahankan tanah Papua untuk mencadangkannya negeri ini sebagai tempat permukiman kembali kaum Indo Belanda yang ingin mencari tanah air baru.

Campur tangan pemerintah Belanda sendiri sejak pergantian abad XIX ke abad XX. Cukup lama di Nugini Belanda termasuk daerah paling pojok yang nyaris terlupakan. Belanda menguasai daerah Nugini Barat berdasarkan konvensi 1814 antara Belanda dan Britania Raya.

Selanjutnya pada 1828 didirikan Pos Militer di Teluk Triton dan lewat sebuah proklamasih seluruh daerah Nugini Belanda di sebelah Barat garis 141 derajat Bujur Timur dijadikan bagian  Hindia Belanda.

Badan perwakilan penduduk mestinya harus berlaku sejak ditetapkan 7 Desember 1949 dan diberlakukannya Besluit Bewindsregeling Nieuw Guinea. Dalam pasal 54 menyebutkan badan perwakilan penduduk bersama dengan Gouvernour memegang kekuasaan legislatif untuk menetapkan ordonantie, pasal 72 Bewinsregeling Nieuw Guinea menetapkan adanya suatu Nieuw Guinea Raad (anggota dewan Nieuw Guinea) beranggotakan 21 orang.

Namun sayangnya selama 10 tahun dewan perwakilan atau anggota Dewan Nieuw Guinea tidak dibentuk. Saat terjadi pertikaian antara Indonesia dan Belanda soal West Irian semakin hangat barulah dibentuk Nieuw Guinea Raad pada 5 April 1961.

Dalam buku Tindakan Pilihan Bebas Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, Prof  PJ Drooglever menyebutkan pembentukan Dewan Papua (Nieuw Guinea Raad) 1961 terjadi karena tekanan dari luar, dan dilaksanakan dalam waktu yang cepat tanpa dikehendaki pemerintah dan penduduk. Hal ini diperparahkan dengan keterbatasan waktu bagi para amtenar untuk menjalankannya.

Tak heran kalau terbentuknya partai lokal di Tanah Papua sejak jaman penjajahan Belanda dinilai agak terlambat. Bayangkan partai lokal baru dibentuk awal 1960 an saat masalah Papua menyeruak di Perserikatan Bangsa-Bangsa antara Belanda dan Indonesia.

Mestinya sejak dulu saat Belanda menginjakan kakinya di Bumi Papua. Bahkan atas tekanan pihak luar hingga terpaksa partai-partai lokal harus hadir di tengah ketergesaan akibat konflik antara Belanda dan Indonesia.

Meski dinilai lamban, kehadiran partai lokal telah membangkitkan semangat demokrasi yang muncul dari dalam wilayah Nederlands Nieuw Guinea. Perdebatan panjang akhirnya melahirkan partai lokal yang tak ada hubungannya dengan partai-partai yang ada di Negeri Belanda. Partai lokal itu lahir sesuai dengan kebutuhan dan kemauan politik lokal di Tanah Papua.(Jubi/Dominggus A Mampioper)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar