Delegasi Partai Nasional Papua saat berkunjung ke Belanda untuk negosiasi soal Papua Barat. (Jubi/ist) |
JAYAPURA, 2/11 —Partai
Nasional (Parna) Papua termasuk partai politik di Papua yang berhaluan
nasionalis dan lebih banyak merekrut intelektual muda Papua. Dua
pemimpinnya adalah mendiang Herman Wajjoi dan Amos Indey yang kini
tenggal di Malmoe Swedia. Sedangkan DR Maury salah satu anggota Parna
baru saja meninggal di Tyreso, Swedia Oktober lalu.
“Ayah saya mendirikan Partai Nasional ini pada 10 Agustus 1960 di
lapangan Hamadi Jayapura,”kata Leon Victor Wajoi putra ketiga Herman
Wajoi kepada tabloidjubi.com di Jayapura, Minggu(3/11).
Ide pendirian Partai Nasional (Parna) Papua ini lebih menitik
beratkan kepada kaum muda Papua yang nasionalis sehingga partai ini
lebih mengutamakan kebersamaan bagi kaum nasionalis di Papua jelang
Pemilihan Anggota Dewan Papua atau Nieuw Guinea Raad.
Pemkrakarsa Parna –Partai National adalah dua anggota angkatan tertua
Amos Indey dan Herman Wajoi. Keduanya kawan kelas di VVS Yoka. Sekitar
1950 an Wajoi muda lebih berorientasi kepada Indonesia. Karena bagi
Wajoi hubungan Irian Barat dan Indonesia sebagai hubungan yang alamiah
semata. Walau demikian Herman Wajoi sebagai salah satu tokoh pejuang
Papua yang turut berjuang bersama pemuda Papua Moses Weror untuk demo
soal pelaksanaan Pepera satu orang satu suara. Akibatnya Herman Wajoi
harus mendekam di hotel prodeo Ifar Gunung yang dianggap sangat kejam
memperlakukan tahanan politik Papua.
Pentolan Parna Frits Kirihio mendapat tugas belajar ke Universitas
Leinden Negeri Belanda dan saat itulah kepemimpinan Parna jatuh ke
tangan Amos Indey dan Herman Wajoi. Pembuka pada resolusi Parna pada
November 1960 mengusulkan dimulainya perundingan segitiga antara
orang-orang Belanda, Papua dan Indonesia. Meski usulan Parna ini terlalu
ambisius dan dianggap sangat sulit untuk dilaksanakan.
Partai-partai politik di tanah Papua mulai marak dibentuk awal 1960
sesuai dengan tekanan politik saat itu terutama sengketa Pemerintahan
Indonesia dengan Pemerintahan Belanda soal Papua Barat.
Perwakilan penduduk Papua atau Parlemen Papua mestinya harus berlaku
sejak ditetapkan 7 Desember 1949 dan diberlakukannya Besluit
Bewindsregeling Nieuw Guinea. Dalam pasal 54 menyebutkan badan
perwakilan penduduk bersama dengan Gouvernour memegang kekuasaan
legislatif untuk menetapkan ordonantie, pasal 72 Bewinsregeling Nieuw
Guinea menetapkan adanya suatu Nieuw Guinea Raad (anggota dewan Nieuw
Guinea) beranggotakan 21 orang.
Pembentukan dewan Papua ini baru terlaksana 10 tahun kemudian dan
bukan sejak diterbitkannya surat keputusan dewan perwakilan atau anggota
Dewan Nieuw Guinea harus dibentuk. Saat terjadi pertikaian antara
Indonesia dan Belanda soal West Irian semakin hangat barulah pemerintah
Belanda melalui Parlemen Belanda atau Tweede Kamer telah mengeluarkan
aturan guna menyetujui dan membenyuk Nieuw Guinea Raad pada 5 April
1961.
Dalam buku Tindakan Pilihan Bebas Orang Papua dan Penentuan Nasib
Sendiri, Prof PJ Drooglever menyebutkan pembentukan Dewan Papua (Nieuw
Guinea Raad) 1961 terjadi karena tekanan dari luar, dan dilaksanakan
dalam waktu yang cepat tanpa dikehendaki pemerintah dan penduduk. Hal
ini diperparahkan dengan keterbatasan waktu bagi para amtenar untuk
menjalankannya.
Tak heran kalau terbentuknya partai lokal di Tanah Papua sejak jaman
penjajahan Belanda dinilai agak terlambat. Bayangkan partai lokal baru
dibentuk awal 1960 an saat masalah Papua menyeruak di Perserikatan
Bangsa-Bangsa antara Belanda dan Indonesia.
Mestinya sejak dulu saat Belanda menginjakan kakinya di Bumi Papua.
Bahkan atas tekanan pihak luar hingga terpaksa partai-partai lokal harus
hadir di tengah ketergesaan akibat konflik antara Belanda dan
Indonesia.
Meski dinilai lamban, kehadiran partai-partai Papua telah
membangkitkan semangat demokrasi yang muncul dari dalam wilayah
Nederlands Nieuw Guinea. Perdebatan panjang akhirnya melahirkan partai
lokal yang tak ada hubungannya dengan partai-partai yang ada di Negeri
Belanda. Partai lokal itu lahir sesuai dengan kebutuhan dan kemauan
politik lokal di Tanah Papua.
Agustus 1961 di Manokwari lahirlah sebuah partai antara warga Arfak
dan keturunan Indo Belanda pembentukan partai ini untuk menentukan wakil
mereka di dalam anggotaDewan Papua atau Nieuw Guinea Raad. Partai
bersingkatan EPANG atau Eenheidspartij Nieuw Guinea, Partai Persatuan
Nugini. Partai ini dipimpin oleh salah seorang kolonis Belanda HFW
Gosewich dan seorang Kepala Suku Arfak, Lodewijk Mandatjan.
Sebelumnya pada akhir 1940, Nicolas Jouwe, Markus Kaisiepo dan Johan
Ariks sebagai pemimpin dari partai politik Gerakan Persatuan Nieuw
Guinea. Namun partai ini sekitar 1950 an akhirnya bubar dan tak beraksi
lagi. Begitu pula pada 1957 Johan Ariks dan Markus Kaisiepo membangun
lagii sebuah partai politik bernama Demokraticshe Volkspartij (DVP) di
Hollandia.
Selanjutnya memasuk awal 1960 muncul pula Partai Orang Nuieuw Guinea
(PONG) , di Manokwari pada 13 September 1960. Partai ini diprakarsai
pembentuknnya oleh politikus senior asal Manokwari Johan Ariks.
Selain itu di Manokwari juga lahir partai bernama Eeberdspartij Nieuw
Guinea (EPANG) yang memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Manokwari
orang Arfak. Ada juga Partai Serikat Pemuda-Pemudi Papua(Parsepp) di
Manokwari. Sedangkan di daerah pegunungan Timur di Enarotali juga lahir
partai politik yaitu Kena U embay (KUE).
Di Sorong muncul pula Partai politik yang dimotori oleh M Arfan,
tokoh politik dari Raja Ampat membangun partai Islam Kristen bernama
Partai Persatuan Islam Kristen Raja Ampat (Periskra). Selain partai
berazaskan agama di Sorong dibentuk juga Partai SSM yang artinya Partai
Sama-Sama Manusia. Sedangkan di Fakfak terdapat partai yang berazaskan
agama disebut KING, tokohnya pendiri Partai Islam di Fakfak adalah Haji
Raja Rumbati.
Partai politik yang lahir di Papua jelang akhir masa kepemimpinan
Belanda sebanuak 12 partai politik dengan menghasilkan sebanyak 28
anggota Nieuw Guinea Raad atau dewan Papua. Dalam waktu yang singkat
menjelang akhir pemerintahan Belanda di Irian Barat. Menteri Toxopus dan
Tuan Bot menggunakan kesempatan pembentukan Dewan Papua pada 5 April
1961. Dewan dalam waktu satu tahun ini memberikan nasehat kepada
pemerintah mengenai cara dan waktu hak menentukan nasib sendiri.
Sayangnya partai politik yang lahir prematur di Papua Barat ini
akhirnya harus hilang saat Belanda angkat kaki dan Indonesia mulai masuk
mengambil alih pemerintah setelah wakil PBB di Papua Barat UNTEA atau
United Nations Temporary Executive Authority hanya sebentar saja
mengurusi segala nasib dan masa depan orang Papua. Badan PBB ini
memerintah sejak 31 Juli 1962 hingga akhirnya Papua Barat masuk ke dalam
pemerintahan Republik Indonesia, 1 Mei 1963.
Banyak pihak lebih menyalahkan Belanda karena terlambat memberikan
peluang bagi orang Papua membentuk partai-partai politik guna memiliki
wakil dalam parlemen. Soalnya sejak awal Papua Barat hanya ingin
dijadikan sebagai tanah air baru bagi kaum Indo-Belanda dan Belanda
totok. Kecintaan Belanda terhadap bangsa Papua, sebenarnya mereka ingin
mempertahankan tanah Papua untuk mencadangkannya negeri ini sebagai
tempat permukiman kembali kaum Indo Belanda yang ingin mencari tanah air
baru.
Campur tangan pemerintah Belanda sendiri sejak pergantian abad XIX ke
abad XX. Cukup lama di Nugini Belanda termasuk daerah paling pojok yang
nyaris terlupakan. Belanda menguasai daerah Nugini Barat berdasarkan
konvensi 1814 antara Belanda dan Britania Raya.
Selanjutnya pada 1828 didirikan Pos Militer di Teluk Triton dan lewat
sebuah proklamasih seluruh daerah Nugini Belanda di sebelah Barat garis
141 derajat Bujur Timur dijadikan bagian Hindia Belanda.
Badan perwakilan penduduk mestinya harus berlaku sejak ditetapkan 7
Desember 1949 dan diberlakukannya Besluit Bewindsregeling Nieuw Guinea.
Dalam pasal 54 menyebutkan badan perwakilan penduduk bersama dengan
Gouvernour memegang kekuasaan legislatif untuk menetapkan ordonantie,
pasal 72 Bewinsregeling Nieuw Guinea menetapkan adanya suatu Nieuw
Guinea Raad (anggota dewan Nieuw Guinea) beranggotakan 21 orang.
Namun sayangnya selama 10 tahun dewan perwakilan atau anggota Dewan
Nieuw Guinea tidak dibentuk. Saat terjadi pertikaian antara Indonesia
dan Belanda soal West Irian semakin hangat barulah dibentuk Nieuw Guinea
Raad pada 5 April 1961.
Dalam buku Tindakan Pilihan Bebas Orang Papua dan Penentuan Nasib
Sendiri, Prof PJ Drooglever menyebutkan pembentukan Dewan Papua (Nieuw
Guinea Raad) 1961 terjadi karena tekanan dari luar, dan dilaksanakan
dalam waktu yang cepat tanpa dikehendaki pemerintah dan penduduk. Hal
ini diperparahkan dengan keterbatasan waktu bagi para amtenar untuk
menjalankannya.
Tak heran kalau terbentuknya partai lokal di Tanah Papua sejak jaman
penjajahan Belanda dinilai agak terlambat. Bayangkan partai lokal baru
dibentuk awal 1960 an saat masalah Papua menyeruak di Perserikatan
Bangsa-Bangsa antara Belanda dan Indonesia.
Mestinya sejak dulu saat Belanda menginjakan kakinya di Bumi Papua.
Bahkan atas tekanan pihak luar hingga terpaksa partai-partai lokal harus
hadir di tengah ketergesaan akibat konflik antara Belanda dan
Indonesia.
Meski dinilai lamban, kehadiran partai lokal telah membangkitkan
semangat demokrasi yang muncul dari dalam wilayah Nederlands Nieuw
Guinea. Perdebatan panjang akhirnya melahirkan partai lokal yang tak ada
hubungannya dengan partai-partai yang ada di Negeri Belanda. Partai
lokal itu lahir sesuai dengan kebutuhan dan kemauan politik lokal di
Tanah Papua.(Jubi/Dominggus A Mampioper)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar