Pages

Pages

Selasa, 15 Oktober 2013

Untuk Lelaki Melanesia Papua

Ilustrasi Lelaki Melanesia West Papua yang mencari jati dirinya di Negeri Kolonial Indonesia ( AMP/ FOTO, WK/SCK)
Oleh, Theresia Tekege*)

Seiring berjalannya waktu, hak-hak Perempuan Papua semakin diinjak-injak. Seakan-akan perempuan Papua diciptakan hanya untuk menjadi penonton di belakang layar di tengah perkembangan zaman yang semakin canggih dan dewasa ini.

Bukannya perempuan Papua diciptakan dari tulang rusuk lelaki Papua, untuk selalu mendampingi setiap lelaki Papua tanpa memandang dari sudut pandang apa pun?

Sadarkah engkau, bahwa dengan kehadiranku, duniamu, dunia Papua semakin berwarna? Sentuhanku mampu memberikan keindahan. Sadarkah engkau? Surga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Sadarkah kau bahwa wanita itu adalah perempuan, aku?

Lelaki, maaf. Mengapa ssa minta kko hargai diri ini? Karena ssa lahir untuk menjadi sahabat hidupmu, yang selalu ada di sampingmu dalam suka dan duka, untung juga malang. Aku terlahir, hadir dalam hidupmu sebagai seorang anak. Aku bersedia dan mau bersama denganmu, menjadi satu kehidupan denganmu sebagai seorang istri. Aku ibumu, yang memberi segalanya.

Ketika kecil aku mulai diajarkan untuk hidup yang teratur. Ketika mulai beranjak remaja aku melewati proses kehidupan yang sangat kejam. Ketika mulai beranjak dewasa dan mencoba menjalani hubungan. Terkadang aku tersakiti. Terabaikan. Terbuang, bahkan dimanfaatkan oleh lelaki yang salah. 

Ketika aku mulai menikah dan mengandung, aku tersiksa. Tidur serba susah. Makan serba mual. 9 bulan aku berjuang berhati-hati untuk mempertahankan kebahagiaan kita. Aku menjadi seorang ibu merasakan melahirkan. Dan kko tau? Perjuangan untuk melahirkan itu amat sangat menyakitkan.

Aku berjuang hidup dan mati untuk menyelamatkan titipan yang Tuhan beri. Aku rela kehilangan nyawa demi buah hatiku. Aku menjadi ibu yang menyayangi anak, membagi waktuku untuk pilihan hidupku. Menangis dan memohon di dalam doaku untuk orang-orang yang aku sayangi. Diri ini bagai berlian yang selalu bersinar.

Trus kenapa kko anggap dan pandang ssa Gadis Melanesia Papua ini dengan sebelah mata?

Terkadang ssa rela menjadi apa yang bukan ssa inginkan demi orang yang ssa perjuangkan.

Aku, perempuan, mampu menyembunyikan air mata menjadi sebuah senyuman. Padahal senyuman itu menaruh luka yang amat sangat dalam. Jika ssa menangis bukan karena ssa lemah dan bukan juga karena ssa tra dewasa.
Hari-hari berlalu. Aku berusaha menahan segala hal. Ssa lebih menggunakan perasaan dibanding logika, bukan karena ssa bodoh, tetapi memang itu anugerah yang Tuhan berikan. Agar aku jauh lebih bisa mengerti dan memahami. Jika ssa menangis ssa tra mampu sementara untuk tersenyum dan berusaha untuk melegakan hati. 

Dimanakah hatimu hai para lelaki Papua? Kenapa hakku engkau biarkan orang lain ambil dari hidupku? Apakah diri ini tak pantas berkembang?

Mengapa engkau membunuh kehidupanku dengan segala macam penyakit yang kau ambil dari temanku di seberang sana? 

Mungkin aku Gadis Melanesia Papua terlihat rendah dan tak berguna di matamu?

Tapi ketahuilah, aku berusaha menerima itu tanpa amarah. Aku hanya ingin, peluklah aku, hargai aku, rangkullah aku ketika mulai melemah, genggamlah tanganku ketika aku mulai kehilangan arah, dan hapuslah air mataku di kala ssa tra mampu mengendalikan.

Mulut tak mampu berkata-kata, ingin ku biarkan hati yang berbicara, agar engkau rasakan apa yang aku rasakan.

Aku akan terdiam bisu, menantikan engkau menghargai diri ini, karena aku ingin melangkah maju bersaing dengan mereka di belahan bumi sebelah bersama berkembangnya zaman.

Apakah selamanya perempuan akan menjadi sisi bawah perjalanan sejarah di masyarakat Papua?

TIDAK. Segalanya kan berubah, karena perempuan yang paling mengerti masalah mendasar, karena perempuan adalah mama dan mama adalah perempuan yang bisa mengerti perasaan keluarga.

Rekan-rekan, ini hanya tulisan lepas yang ssa tulis sembarang karena ssa lihat perkembangan yang terjadi di Papua saat ini, lelaki Melanesia Papua semakin hari semakin tidak menghargai perempuan dengan berbagai macam cara (kekerasan, penindasan, dll) seakan-akan perempuan terlahir hanya jadi alat dan obyek di tangan mereka.

Terima kasih atas pengertiannya. Ugatame berkati torang; Perem dan lelaki Melanesia Papua di atas tanah air Papua.

Theresia Tekege, mahasiswi Papua, kuliah di USTJ, Jayapura.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar