Ilustrasi Lelaki Melanesia West Papua yang mencari jati dirinya di Negeri Kolonial Indonesia ( AMP/ FOTO, WK/SCK) |
Oleh, Theresia Tekege*)
Seiring berjalannya
waktu, hak-hak Perempuan Papua semakin diinjak-injak. Seakan-akan perempuan
Papua diciptakan hanya untuk menjadi penonton di belakang layar di tengah
perkembangan zaman yang semakin canggih dan dewasa ini.
Bukannya perempuan Papua diciptakan dari tulang
rusuk lelaki Papua, untuk selalu mendampingi setiap lelaki Papua tanpa
memandang dari sudut pandang apa pun?
Sadarkah engkau,
bahwa dengan kehadiranku, duniamu, dunia
Papua semakin berwarna? Sentuhanku mampu
memberikan keindahan. Sadarkah engkau? Surga terletak di bawah telapak kaki Ibu.
Sadarkah kau bahwa wanita itu adalah perempuan, aku?
Lelaki, maaf. Mengapa ssa minta kko hargai diri
ini? Karena ssa lahir untuk menjadi sahabat hidupmu,
yang selalu ada di sampingmu dalam suka dan duka, untung juga malang. Aku terlahir, hadir dalam hidupmu
sebagai seorang anak. Aku bersedia dan mau bersama denganmu, menjadi satu
kehidupan denganmu sebagai seorang istri. Aku
ibumu, yang memberi segalanya.
Ketika kecil aku
mulai diajarkan untuk hidup yang teratur. Ketika mulai beranjak remaja aku
melewati proses kehidupan yang sangat kejam. Ketika mulai beranjak dewasa dan
mencoba menjalani hubungan. Terkadang aku tersakiti. Terabaikan. Terbuang,
bahkan dimanfaatkan oleh lelaki yang salah.
Ketika aku mulai menikah
dan mengandung, aku tersiksa. Tidur serba susah. Makan serba mual. 9 bulan aku
berjuang berhati-hati untuk mempertahankan kebahagiaan kita. Aku menjadi
seorang ibu merasakan melahirkan. Dan kko
tau? Perjuangan untuk melahirkan itu amat sangat menyakitkan.
Aku berjuang hidup
dan mati untuk menyelamatkan titipan yang Tuhan beri. Aku rela kehilangan nyawa
demi buah hatiku. Aku menjadi ibu yang menyayangi anak, membagi waktuku untuk
pilihan hidupku. Menangis dan memohon di dalam doaku untuk orang-orang yang aku
sayangi. Diri ini bagai berlian yang
selalu bersinar.
Trus kenapa kko anggap dan pandang ssa Gadis Melanesia Papua ini dengan
sebelah mata?
Terkadang ssa rela menjadi apa yang bukan ssa inginkan demi orang yang ssa perjuangkan.
Aku, perempuan, mampu
menyembunyikan air mata menjadi sebuah senyuman. Padahal senyuman itu menaruh luka yang amat
sangat dalam. Jika ssa menangis bukan
karena ssa lemah dan bukan juga
karena ssa tra dewasa.
Hari-hari berlalu.
Aku berusaha menahan segala hal. Ssa
lebih menggunakan perasaan dibanding logika, bukan karena ssa bodoh, tetapi memang itu anugerah yang Tuhan berikan. Agar aku
jauh lebih bisa mengerti dan memahami. Jika ssa
menangis ssa tra mampu sementara
untuk tersenyum dan berusaha untuk melegakan hati.
Dimanakah hatimu hai para lelaki Papua? Kenapa hakku
engkau biarkan orang lain ambil dari hidupku? Apakah diri ini tak pantas
berkembang?
Mengapa engkau membunuh kehidupanku dengan segala
macam penyakit yang kau ambil dari temanku di seberang sana?
Mungkin aku Gadis Melanesia Papua terlihat rendah
dan tak berguna di matamu?
Tapi ketahuilah, aku
berusaha menerima itu tanpa amarah. Aku hanya ingin, peluklah aku, hargai aku,
rangkullah aku ketika mulai melemah, genggamlah tanganku ketika aku mulai
kehilangan arah, dan hapuslah air mataku di kala ssa tra mampu mengendalikan.
Mulut tak mampu berkata-kata,
ingin ku biarkan hati yang berbicara, agar engkau rasakan apa yang aku rasakan.
Aku akan terdiam
bisu, menantikan engkau menghargai diri ini, karena aku ingin melangkah maju
bersaing dengan mereka di belahan bumi sebelah bersama berkembangnya zaman.
Apakah selamanya perempuan akan
menjadi sisi bawah perjalanan sejarah di masyarakat Papua?
TIDAK. Segalanya kan berubah, karena perempuan yang
paling mengerti masalah mendasar, karena perempuan adalah mama dan mama adalah perempuan
yang bisa mengerti perasaan keluarga.
Rekan-rekan, ini
hanya tulisan lepas yang ssa tulis
sembarang karena ssa lihat
perkembangan yang terjadi di Papua saat ini, lelaki Melanesia Papua semakin
hari semakin tidak menghargai perempuan dengan berbagai macam cara (kekerasan,
penindasan, dll) seakan-akan perempuan terlahir hanya jadi alat dan obyek di
tangan mereka.
Terima kasih atas
pengertiannya. Ugatame berkati torang;
Perem dan lelaki Melanesia Papua di atas tanah air Papua.
Theresia Tekege, mahasiswi Papua, kuliah di USTJ, Jayapura.
Sumber : http://majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar